Harus diakui, kendati sangat tegas dalam memimpin sidang-sidang, sisi lain dari Hakim MK penuh empati pada para saksi, dengan menganjurkan agar saksi yang mengalami ancaman untuk melapor dan meminta perlindungan kepada polisi, atau badan hukum terkait.
Di dalam salah satu pemeriksaan juga tersirat jelas kelihaian seorang hakim MK sehingga dapat mengungkap beberapa saksi yang setelah ditanya "keluar" pernyataan bahwa saksi memang khawatir dan takut karena sesungguhnya mendapat ancaman (meskipun ada juga seorang saksi wanita muda dengan beraninya mengatakan selama dia tidak diancam untuk dibunuh, dia katakan "tidak khawatir").
Kelihatan bahwa muka saksi yang jelas di zoom kamera memerah dan tampak jelas berubah; duduknyapun menjadi tidak tenang.
Di malam hari ketika seorang saksi lain diperiksa dalam "cluster"Â satu kelompok tentang pelaporan yang sejenis, hakim MK berhasil meminta salah seorang saksi yang dalam ruangan sidang di malam hari mengenakan kaca mata hitam, untuk membuka kaca matanya.
Sikap demikian merupakan tindakan manusia menyembunyikan air muka kegelisahan. Setelah kaca mata dibuka tampak jelas kegelisahan saksi tersebut; kemudian lebih jelas lagi ketika berkali-kali kedua tangan saksi ini diusapkannya ke mukanya; bahkan terlihat jelas saksi ini menahan derita (seakan-akan ingin menangis).
Saksi ini kemudian mengaku, berkat keahlian hakim MK mengungkap keluar pernyataan, bahwa sesungguhnya saksi ini masih dalam masalah sebagai terdakwa di salah satu kota di Sumatera, dan seharusnya dia merupakan tahanan kota yang mengarang alasan untuk dapat menghadiri sidang di Mahkamah MK di Jakarta.
Seseorang yang gelisah, tidak tenang tidak Percaya Diri (PD); jelas terungkap dari cara memberi jawaban yang meragukan, berpikir agak lama, bahkan sebenarnya tidak dapat menjawab.
Tampak juga dari "gesture" sikap berjalan, duduk, hingga cara menjawab, beberapa saksi yang mungkin memang "dipaksa" untuk hadir dan mengemukakan kesaksiannya yang sebenarnya diluar konteks dan tidak substansial.