Teka-teki pilihan strategi tim hukum BPN Prabowo-Sandi akhirnya ketahuan, yaitu strategi menekan Mahkamah Konstitusi dengan berbagai statement provokatif setelah menyerahkan dokumen gugatan hasil Pilpres 2019 pada hari Jumat 24 Mei 2019.
Hal ini dapat disimpulkan dari penjelasan Bambang Widjojanto, sebagai Ketua tim kuasa hukum Prabowo-sandi yang menyebutkan dengan terminologi Mahkamah Konstitusi atau MK sebagai "mahkamah kalkulator".
Bukan hanya istilah "mahkamah kalkulator" saja tetapi statement sebelumnya yang jauh lebih tendensius, yaitu adanya tuding bahwa pemerintah hari ini sebagai rezim yang korup dan berharap MK tidak menjadi bagian rezim tersebut, seperti diberitakan oleh kompas.com berikut ini :
Pernyataan-pernyataan yang ini menimbulkan reaksi dari berbagai pihak yang kesemuanya memberi pemahaman yang bernada sama, bahwa statement Bambang Widjojanto ini sangat berbahaya dan cenderung menekan eksistensi Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga indpensi yang menjadi benteng akhir pencarian keadilan bagi seluruh warga negara.
Adalah seorang mantan Hakim MK Maruarar Siahaan menyampaikan kritiknya kepada BW yang seakan-akan menjelaskan dalam pernyataannya meragukan independensi dan integritas dari lembaga Mahkamah Konstitusi
Sebagai sebuah strategi yang dipilih oleh BW sebagai ketua tim hukum BPN, menggiring dan membangun opini di kalangan masyarakat tentang eksistensi dan kiprah dari lembaga yang sangat terhormat ini yaitu Mahkamah Konstitusi yang harus dijaga dan dilindungi keberadaanya dalam ketatanegaraan RI.
Nampak sekali bahwa dengan pilihan startegi menekan MK, maka segala upaya dalam bingkai yang sudah dirancang akan di lakukan secara intens dan terus menerus. Dan tentu saja, seperti yang di ingatkan oleh Maruarar Siahaan sangat berbahaya. Saking berbahayanya Presiden Joko Widodo mengingatkan dengan tegas, agar apapun yang dimiliki dalam ketatanegaraan Indonesia harus di hormati dan dihargai.
Pesan Jokowi sebagai Kepala Negara tidak berlebihan, karena kalau lembaga seperti MK saja tidak di hormati, malah mencurigai secara berlebihan, lalu siapa yang akan menghargai lembaga ini?
Bahwa, dalam kiprahnya selama ini dalam menangani sengketa hasil Pemilihan Umum, baik pada level nasional seperti Pilpres dan Pileg, maupun Pilkada di Propinsi dan Kabupaten dan Kota ada penyimpangan, tetapi harusnya itu bisa di pilah karena dilakukan oleh "oknumnya" dan bukan lembaganya.
Publik juga sudah memahami bagaimana dengan beberapa orang hakim MK bahkan ketuanya langsung, terjebak dan terlibat dalam praktek suap menyuap, dan sudah diproses secara hukum.
Penggiringan dan pembentukan opini untuk menekan MK dalam menangani gugatan BPN Prabowo-Sandi menjadi pertanyaan yang menarik untuk dicermati. Arah langkah yang akan diambil oleh tim hukum BPN Prabowo-Sandi ini kemana?
Tidak bisa dihindari kuatnya opini publik yang mengatakan bahwa sesungguhnya Prabowo-Sandi sangat paham tidak mudah untuk menggugat KPU dengan hasil Pilpres 2019. Hal ini dimengerti dari pidato yang disampaikan oleh Sandiaga ketika menjelaskan tim hukum BPN Prabowo-Sandi, bahwa menempuh jalur hukum ke MK adalah atas kehendak rakyat.
Menarik untuk mengetahui bukti-bukti apa yang sudah disiapkan oleh kubu BPN Prabowo-Sandi untuk datang ke MK? Dan publik semakin gamang dan ragu karena dari informasi yang beredar di media, terungkap bahwa terdapat 51 bukti yang sudah disiapkan dalam laporan sebanyak 37 halaman di sertai lampiran untuk menggugat hasil Pilpres oleh KPU.
Mengapa publik menjadi ragu akan keberhasilan tim hukum BPN ini? Karena pengalaman  kegagalan mereka menggugat kecurangan Terstruktur Sistematis dan Masif penyelenggaraan Pilpres ke Bawaslu. Hasilnya sangat menyakitkan karena hasil sidang Bawaslu menyatakan menolak gugatan kecurangan yang TSM itu karena buktinya tidak cukup secara hukum karena hanya berisi daftar link berita saja.
Mungkinkah nasibnya sama dengan perjuangana kubu BPN ke MK yang disebut "mahkamah kalkulator" itu ?
Kalau hanya dengan bukti-bukti yang juga diberitakan sebagian besar adalah link berita lagi, maka perlu strategi lain untuk memenangkan pertarungan terakhir di MK. Dan strategi itu adalah "Strategi menekan MK".Â
Kalau jalan pikiran ini benar, maka alasan memilih strategi menekan Mahkamah Konstitusi adalah karena bukti-bukti yang dibawa jauh dari mencukupi. Lalu, apa bentuk implementasi dari Strategi Menekan MK ini?
dari langkah yang sudah dilakukan oleh BW selaku Ketua Tim hukum BPN, akan lebih banyak dalam menggiring dan membangun opini opini dalam sebuah framing seperti yang di kemukakan oleh Maruarar Siahaan. BW sudha mulai sibuk dengan opini-opini yang terus mengalir tentang MK, rezim yang korupsi, dan lain-lain. Sangat mungkin kedepan, akan terus rame untuk membahas opini opini sehingga tidak lagi fokus pada perdebatan bukti-bukti yang bisa menyanggah hasil rekapitulasi secara nasional Pilpres 2019 yang sudah dilakukan oleh KPU.
Pertanyaan yang menggoda dan menarik adalah efektifkan strategi ini? Atau malah mungkin akan menjadi bumerang bagi kubu BPN Prabowo-Sandi?
Jawabannnya pasti akan dapat disaksiskan pada hari-hari mendatang melalui persidangan dalam Mahkamah Konstitusi !
YupG, 26 Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H