Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Makna Prabowo sebagai "Champion of Democracy" oleh SBY

22 Mei 2019   10:08 Diperbarui: 23 Mei 2019   04:58 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nasional.kompas.com

Hasil rekapitulasi nasional Pilpres 2019 sudah diumumkan oleh KPU pada Selasa 21 Mei 2019 pada pukul 01.40, lebih awal sehari dari jadual yang direncanakan semula yaitu Rabu 22 Mei 2019. Dan menimbulkan reaksi yang sifatnya pro dan kontra atas cara KPU mengumumkan pada dini hari yang dianggap waktu senyap, ketika semua orang sedang terlelap tidur dan mimpi indah.

Publik memuji taktik KPU mengumumkan lebih awal, sebab isu tentang adanya aksi turun jalanan dari salah satu kubu Capres sudah begitu merisaukan masyarakat ibu kota Jakarta. Sehingga, aksi yang hari ini di lakukan tidak lagi begitu berarti. Bahkan ada yang mengatakan aksinya seperti omponng tidak bisa menggigit. 

Dan hal itu sudah bisa disaksikan  dengan aksi yang sudah mulai di gelar lebih awal, massa pada siang hari hingga melewati tengah malam di depan kantor bawaslu dan lanjut ke wilayah tanah abang.

Saya pikir yang lebih melegakan adalah pernyataan sikap dari kubu Prabowo-Sandi yang merespons pengumuman hasil rekapitulasi nasional pemilu oleh KPU itu. Yang intinya ada dua point, yaitu 

(i) menolak semua hasil perhitungan suara pilpres yang diumumkan oleh KPU, dan sikap ini konsisten dengan pernyataan sikap yang sudah disampaikan pada acara akbar pada Selasa 14 Mei 2019 di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, dan 

(ii). Menggugat hasil rekapitulasi nasional oleh KPU ke jalur hukum yang konstitusional melalui jalur Mahkamah Konstitusi, sebagai perjuangan terakhir membuktikan penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil.

https://nasional.kompas.com
https://nasional.kompas.com

Oleh karena itu, sesuai dengan apa yang pernah kami sampaikan pada tanggal 14 Mei 2019 yang lalu di Hotel Sahid Jaya, kami pihak paslon 02 menolak semua hasil penghitungan suara pilpres yang diumumkan oleh KPU pada tanggal 21 Mei 2019 dini hari tadi," kata Prabowo.

Selain itu, lanjut Prabowo, pihaknya melakukan seluruh upaya hukum sesuai konstitusi dalam menyikapi hasil pilpres. Adapun langkah yang diambil adalah mengajukan gugatan sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Sikap kami ke depan hukum dan upaya konstitusional lainnya itu akan kami laksanakan untuk membuktikan kebenaran bahwa kami sungguh-sungguh benar-benar menjunjung tinggi kehidupan hukum dan kehidupan demokrasi," ucap Prabowo.

Sikap yang sudah disampaikan ini sangat melegakan masyarakat karena sangat bertolak belakang dengan apa yang selama ini, secara terus menerus diberitakan bahwa kubu Prabowo-Sandi tidak akan membawa gugatan kecurangan pemilu ini ke MK dan juga menolak hasil KPU. Dan mereka lebih memilih untuk jalur jalanan melakukan aksi dan aksi di depan kantor KPU dan Bawaslu.

Kelegaan ini berarti memberikan kepastian dan ketenangan kepada negeri ini, bahwa kubu Capres 02 sekarang akan menuju ke kantor MK membawa segala gugatan dengan bukti-bukti yang dimiliki agar bisa dinilai apakah penyelenggaraan Pemilu ini jujur dan adil atau betul-betul curang.

Berperkara dan bersengketa di jalur MK berarti bukan lagi jalur aksi jalanan yang aksi massa besar-besaran. Itu juga berarti, medan pertempuran terakhir kubu Capres 02 adalah berjibaku dengan bukti-bukti hukum yang sah dan diterima secara undang-undang yang ada.

Kini menjadi giliran semua orang di negeri ini untuk ikut mengawal proses gugatan ini bersama dengan tim kubu Prabowo-Sandi. Ini bukan lagi menjadi soal atau masalah Prabowo-Sandi berdua, atau untuk urusan Jokowi-Amin berdua, tetapi menjadi concerns atau keprihatinan dari semua rakyat Indonesia.

Maksudnya adalah bahwa siapapun yang akan terpilih menjadi RI -1 dan RI-2, yang nanti akan ditetapkan oleh KPU, maka semua harus menjamin bahwa mereka terpilih secara demokrasi yang diselenggarakan pada 17 April 2019 yang lalu. Rakyat Indonesia tidak mau Presiden yang memimpin selama 5 tahun kedepan adalah presiden yang terpilih karena kecurangan.

Oleh karenanya, mari bersama dengan Tim Prabowo Sandi bersama-sama mengawal proses ini hingga tuntas. Hal ini sesungguhnya sejalan dengan apa yang diingat oleh Prof Yusril Ihza Mahendra bahwa siapa yang saja yang menuduh pemilu itu curang harus membuktikannya secara hukum. Dan ketika MK memproses gugatan itu, maka semua masyarakat harus mengawal dan mengawasi pekerjaan MK agar dilakukan secara adil dan benar.

https://nasional.tempo.co/read/1207020/yusril-ihza-yang-tuduh-pemilu-curang-wajib-buktikan-lewat-hukum?fbclid=IwAR3_s9Bohg58ihq138IoDouRBYsMVcU0d9YZjmfI_6CGxWx_pMFYkoI7CsM
https://nasional.tempo.co/read/1207020/yusril-ihza-yang-tuduh-pemilu-curang-wajib-buktikan-lewat-hukum?fbclid=IwAR3_s9Bohg58ihq138IoDouRBYsMVcU0d9YZjmfI_6CGxWx_pMFYkoI7CsM

Menurut Yusril, pada akhirnya nanti, majelis hakim lah yang berwenang memutuskan apakah kecurangan yang didalilkan dan dibuktikan itu terbukti secara sah dan meyakinkan atau tidak, berdasarkan alat-alat bukti yang sah sesuai hukum acara yang berlaku.

Pengadilan dimaksud, dalam sistem ketatanegaraan adalah Mahkamah Konstitusi (MK), yang putusannya dalam sengketa Pilpres adalah bersifat final dan mengikat. "Jadi, tidak bisa seseorang menyatakan ada kecurangan secara sepihak dengan menunjukkan alat-alat bukti dan saksi-saksi serta ahli secara sepihak dan menyimpulkan bahwa kecurangan memang ada dan terbukti," katanya.

Namun, kata Yusril Ihza, jika ada pihak menganggap tak ada gunanya membawa dugaan kecurangan ke MK karena tidak fair dan memihak kepada pasangan capres dan cawapres, Joko Widodo - Ma'ruf Amin, maka kewajiban semua pihak di negara ini, bahkan dunia internasional, untuk sama-sama mengawasi MK agar tetap obyektif, adil, dan tidak memihak dalam mengadili sengketa Pilpres.

Apa yang disampaikan oleh SBY didalam sebuah pemberitaan melalui Youtube Demokrat bahwa dia lega dan menempatkan seorang Prabowo Subianto sebagai seorang Demokrat Sejati. Alasan SBY adalah karena Prabowo akhirnya tidak melakukan aksi jalanan dan meminta seluruh pendukungnya untuk tertib dan taat hukum, karena Prabowo akan menempuh jalur hukum konstitusi ke MK menggugat hasil Pilpres oleh KPU.

"Pak Prabowo, apapun hasil dari gugatan Bapak ke Mahkamah Konstitusi nanti, sejarah akan mencatat Bapak sebagai seorang yang konstitusionalis serta seorang yang menghormati pranata hukum, juga champion of democracy, sebuah legacy yang akan dikenang dengan indahnya oleh generasi mendatang," kata SBY.

Masyarakat pasti sangat setuju tentang perspektif yang diletakkan oleh SBY untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilpres di MK. Artinya, ini bukan soal menang atau kalah sebagai Capres, tetapi ini menyangkut masa depan dari bangsa dan negara ini yang akan diwariskan kepada generasi berikut, yaitu generasi milenials yang akan menjadi penggerak pembangunan dan kemajuan Indonesia menuju 100 tahun Indonesia merdeka pada tahun 2045.

Bayangkan, kalau misalnya Prabowo tidak menerima hasil pemilu 2019, dan juga tidak menempuh jalur hukum atas kecurangan yang dilihat, maka sejarah akan mencatat itu sebagai preseden yang buruk bagi kualitas demokrasi negeri ini kepada generasi anak dan cucu kita pemilik bangsa Indonesia ini kedepan.

Dengan memanfaatkan jalur hukum ke MK, maka apapun hasilnya itu menjadi tidak penting. Tetapi yang terpenting adalah bahwa segala sesuatu harus diselesaikan secara hukum dan aturan perundang-undangan. Apa jadinya bangsa ini termasuk nomor 4 atau 5 besar didunia dengan populasi 269 jutaan dengan keberagaman yang luar biasa, kalau tidak ada hukum dan undang-undang maka yang terjadi adalah chaos, kekacauan dan menjadi hutan yang dikendalikan oleh hukum rimba.

Bahwa kekalahan membawa kesedihan dan kesakitan secara psikologis, itu betul. Tetapi menjadi bagian dari proses demokrasi, yaitu sparing partner dari capres menjadi memiliki nilai historis yang sangat mahal dan berharga. Sebab sesungguhnya, tidak semua orang mau dan memenuhi syarat menjadi Calon Presiden Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun