Semula gerakan aksi 22 Mei memiliki nilai strategis, paling tidak untuk membangun kembali pemahaman publik agar kubu Prabowo tidak kehilangan muka atas kemungkinan besar kalah dalam Pilpres 2019 ini. Namun, dengan keputusan Bawaslu hari ini, yang menolak gugatan BPN itu, menihilkan nilai perjuangan akan dilakukan mulai hari ini sampai hari rabu dan hari-hari selanjutnya.
Profesor Yusril Ihaza Mahendra (tempo.co) dalam pemberitaan sejak kemarin menegaskan bahwa siapa saja yang menuduh Pemilu itu curang, maka dia harus membuktikannya secara hukum.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, mengatakan tuduhan kecurangan dalam Pemilu 2019 wajib dibuktikan secara fair, jujur, dan adil melalui sebuah proses hukum. "Pihak yang dibebani untuk membuktikan kecurangan adalah pihak yang menganggap atau menuduh adanya kecurangan itu. Siapa yang menuduh wajib membuktikan. Itu dalil umum dalam hukum acara," kata Yusril dalam siaran tertulisnya, Ahad, 19 Mei 2019.
Mungkinkah ada kemungkinan agenda lain yang hendak diperjuangkan? Segalanya mungkin saja, misalnya membuat KPU tidak legitimate dalam menghasilkan Capres dan Caleg yang akan memimpin bangsa ini 5 tahun ke depan. Ini pun agak sulit bagi tim Prabowo melakukan itu.
Publik berharap, bahwa hasil kerja KPU akan menjadi klimaks pesta demokrasi yang sungguh sangat melelahkan dan menyita energi masyarakat dan bangsa ini yang sangat tidak produktif karena menghadirkan ketegangan, kekuatiran dan ketakutan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H