Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Giliran Titiek Soeharto Memimpin Aksi Demi Prabowo, Demo Tanpa Kekerasan!

18 Mei 2019   05:06 Diperbarui: 18 Mei 2019   14:48 2836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Titiek Soeharto akhirnya betul-betul turun gunung, tidak setengah hati apalagi malu-malu. Sebab Titiek yang juga "istri" dari Capres 02 ini akan langsung menjadi orang nomor satu yang berdiri di depan untuk memimpin aksi demo yang kelihatannya akan menggerakkan massa selama beberapa hari kedepan.

Rencana aksi ini yang akan di gelar  mulai tanggal 20 Mei 2019 hingga menjelang hari H pengumuman hasil RC KPU atas hasil Pemilu 2019, dipastikan akan menarik karena boleh saja di pahami sebagai upaya untuk mengawal hasil-hasil Pemilu agar sesuai dengan harapan masyarakat untuk sebuah demokrasi yang berkualitas demi masa depan bangsa dan negara yang sangat majemuk ini. Juga Titiek Soeharto yang putri mantan penguasa rezim Orde Baru, Soeharto yang sangat sensitif secara politik di tengah masyarakat, yang selama ini menjadi ditunggu tunggu.

Titiek Soeharto sebagai bagian dari Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi menjelaskan dengan detail aksi ini kepada publik pada Jumat 17 Mei 2019, yang menjadi targetnya adalah untuk mendiskualifikasi Jokowi-Maaruf Amin.

Terkait tujuan aksi ini, Titiek menyebut aksi ini digelar untuk menuntut lembaga pemilu mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf pada pilpres 2019. Dia meminta agar Jokowi didiskualifikasi karena merasa pihaknya dicurangi. "Harapannya didiskualifikasi, mana yang curang? Petahana yang curang. Ini harus didiskualifikasi," tegasnya.

Sesungguhnya aksi yang akan segera di gelar oleh massa pro kubu Capres 02 ini sudah bisa di duga sebelumnya, bahkan juga berbagai gerakan yang akan di gelar menjelang tanggal 22 Mei 2019, saat pengumuman hasil RC KPU. 

Sebab, aksi dan narasi yang digelar pada hari Selasa 14 Mei 2019, Prabowo sudah mengambil sikap (i) menolak hasil Pilpres 2019 oleh KPU, dan (ii) Tidak akan menempuh jalur hukum ke MK untuk memproses berbagai kecurangan penyelenggaraan Pemilu.

Kini targetnya adalah agar KPU dan lembaga terkait mendiskualifikasi pasangan Capres 01 Jokowi-Amin karena berbagai kecurangan yang sudah diungkapkan fakta-fakta nya pada pertemuan akbar kubu Prabowo pada Selasa yang lalu.

Kalau aksi massa yang akan di meriahkan oleh Titiek Soeharto ini tidak berhasil, mungkin demo berikutnya adalah untuk "membatalkan Pemilu 2019" dan melakukan pemilu ulang saja agar lebih bersih, jujur, adil dan lebih demokratis.

Secara psikologis perjuangan yang terus dilakukan oleh kubu Prabowo-Sandi dengan tim BPN nya sesuatu yang wajar dan lumrah demi sebuah perjuangan besar, yaitu Prabowo akan menjadi orang nomor satu di republik ini dan memimpin negara ini lima tahun kedepan dengan segala mimpi dan cita-cita yang selama ini sudah dirumuskan dengan sangat melelahkan.

Perjuangan seperti ini wajar saja, akan tetapi melihat prosesnya menjadi tidak wajar adanya, karena proses perhitungan RC oleh KPU belum usai, dan masih terus dilakukan untuk mengejar tenggak waktu 22 Mei 2019. Artinya hasilnya belum tahu apakah Capres 01 yang menang atau bahkan malah Capres 02 yang memenangkan pertandingan demokrasi ini.

Jadi, apanya yang mau di diskualifikasi oleh massa pro Prabowo yang di pimpin langsung oleh Titiek Soeharto  ini?

Seperti berkali-kali sudah dijelaskan oleh Ketua KPU RI Budiman, bahwa keberatan akan hasil Pemilu yang di buat oleh KPU akan diberi kesempatan untuk disengketakan melalui jalur hukum ke MK segera setelah pengumuman hasilnya pada hari Rabu 22 Mei 2019.

Apakah boleh diajukan sebelum itu keberatannya? Tentu saja tidak boleh. Karena hasilnya saja belum diketahui. Pun kalau mau mengadu ke MK sekarang, MK pasti akan bingung karena hasil belum diumumkan oleh KPU.

Nampaknya, pembentukan opini publik untuk melemahkan lembaga KPU yang gagal menyelenggarakan pemilu yang jurdil sangat kuat. Dan kalau opini ini terus menerus dibangun, sangat mungkin KPU akan ambruk. 

Isu ini menjadi penting, karena KPU merupakan representasi masyarakat untuk menyelenggarakan pesta demokrasi Pemilu serentak 2019 ini. Bukan pemerintah tetapi dari, oleh dan untuk rakyat.

Jadi, seharusnya semua masyarakat harus menjaga dan menguatkan lembaga KPU ini untuk bisa kita memilih Pimpinan negara ini secara benar. Bahwa ada banyak penyimpangan yang dilakukan oleh banyak oknum, harus di proses sesuai koridor undang-undang dan hukum yang sudah di buat oleh rakyat sendiri melalui lembaga legislatif.

Nah, bila saat ini sedang berada dalam  situasi komfrontatif, lalu semua tidak mau mengikuti aturan hukum yang sudah ada, maka yang ada adalah "hukum jalanan" yang hasil akhirnya pasti kekacauan dan korban yang akan terjadi adalah masyarakat sendiri. Dan ini semua orang tidak mau hal itu terjadi. Peristiwa Mei 1998 sungguh sangat menyakitkan.

Kembali kepada rencana aksi demo yang katanya aksi damai, tanpa kekerasan seperti yang dijelaskan oleh Titiek Soeharto, pasti akan menambah semangat untuk mengawal demokrasi yang berkualitas di Indonesia dan harus di apresiasi dengan semangat demokrasi juga.

"Tentunya kita akan kelihatannya demo damai, tanpa kekerasan. Mungkin kita duduk saja sampai aparat, ini kan selama ini kita kaya dicuekin saja nih. Kita sudah teriak-teriak pemilu curang, DPT ganda, DPT bermasalah, yang meninggal begitu banyak, kita sudah menyuarakan itu. Tapi kok kayanya dicuekin saja. Nah, ini bentuk protes kita. Kita nanti akan melakukan demo damai," ujar Titiek setelah menghadiri deklarasi 'gerakan kedaulatan rakyat' di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2019).

Percakapan dan opini publik yang terjadi di warung-warung kopi adalah apakah Jokowi-Amin atau pun Prabowo-Sandi bisa di diskualifikasi dalam Pemilu 2019 ini dan kalau bisa, siapa yang akan melakukan hal itu?

Ini menarik, di tengah-tengah masyarakat karena pertanyaan selanjutnya adalah apakah bisa Pemilihan Umum baik Pilpres dan Pileg 2019 dibatalkan? Dan kalau bisa dibatalkan siapa atau lembaga mana yang akan membatalkannya?

Di berbagai group whats-up (GWA) muncul analisis dan dialog dialog yang isinya kurang lebih seperti berikut :

Bolehkah Capres 01 dan 02 tidak menerima dengan hasil Pemilu dari KPU?. Jawabannya adalah "tentu saja sangat boleh!. Tapi apakah Capres 01 atau 02 boleh membatalkan hasil Pemilu, karena tidak terima dengan hasil Pemilu dari KPU ?. Jawabannya adalah "tentu saja tidak boleh, karena dia tidak punya legal standing untuk melakukan itu."

Kalau demikian, "siapa yang berhak menyatakan Pemilu itu batal ?" Jawabannya adalah "tidak ada satupun manusia dan lembaga apapun yang diberi kewenangan untuk itu." Bahkan, MK pun hanya boleh memutuskan kasus per kasus dugaan kecurangan, tidak punya kewenangan untuk membatalkan Pemilu."

Nah kalau ada bukti dugaan kecurangan , misalnya di 5 TPS, maka yang diproses oleh MK hanya 5 TPS tersebut. Kalau ada kecurangan, maka datanya diperbaiki sesuai dengan data yang bisa dibuktikan. Kemudian, hasilnya lalu di update ke perhitungan nasional. Hanya itu cara membuktikan ada dugaan kecurangan.

Tunggu dulu, apakah dari 5 TPS tersebut,  Capres yang keberatan bisa mengklaim bahwa semua TPS bermasalah ? Jawabannya, tentu tidak bisa, karena di MK tidak menerima klaim, tapi menerima bukti. Kalau ada 10.000 TPS yang curang, tapi yang bisa dibuktikan cuma 5 TPS, maka yang diputuskan cuma 5 TPS itu saja.

Kalau begitu apakah Capres bisa mengajukan gugatan dugaan kecurangan berdasarkan hasil Quick Count ?. Jawabannya adalah "tentu tidak bisa, karena yang di terima oleh MK adalah hasil dari Pleno KPU, bukan Pleno lembaga survey. Lagian, ada jadwalnya jika mau ajukan gugatan ke MK, tidak bisa sekarang.

Harus di pahami bahwa proses penyelenggaraan Pemilu 2019 kali ini menjadi pembelajaran demokrasi bagi Indonesia, yang menjadi referensi sangat berharga agar kualitas demokrasi semakin kuat dan semakin baik dari tahun ke tahun. Kesempurnaan tidak mungkin diraih hanya dalam waktu singkat tetapi harus melawati masa-masa sulit seperti sekarang ini.

Pertanyaan-pertanyaan mendasar yang terus berkembang di tengah tengah masyarakat harus mendapatkan ruang yang cukup untuk bersama sama mengembangkan wawasan dan memberdayakan masyarakat agar lebih melek politik dan memiliki tanggungjawab bersama demi masa depan bangsa ini.

Menjadi seorang Presiden atau anggota Legislatif bukan lagi segala-segalanya, karena mereka ada di sana juga hanya sementara saja, sesuai periode nya. Betul, mereka bukan segala-galanya, sebab merekalah yang terpilih untuk melaksanakan mandat yang dipercayakan oleh rakyat.

Tidak bisa ditawar lagi dan harus diikuti bahwa semua sengketa dan pertikaian di dalam bangsa ini harus di jalani dan diselesaikan pada wilayah dan koridor hukum dan aturan perundang-undangan yang ada. Bukan karena pertimbangan jalanan, people power, demo, memaksakan kehendak, karena semua cara itu hanya akan menciptakan kesusahan bagi rakyat dan semakin menjauhkan rakyat dari  mimpi menjadi bangsa yang besar dan berhasil.

Titiek Soeharto akan turun, dengan harapan publik memberikan warna dan kesejukan yang baik menuju hari H 22 Mei 2019.

YupG., 18 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun