Akhirnya semua terungkap karena "diungkapkan" semua fakta-fakta kecurangan penyelenggaraan Pilpres 2019 oleh kubu Prabowo-Sandi dengan tim teknis Badan Pemenangan Nasional, dan berdasarkan pengungkapan fakta-fakta itu, Prabowo sebagai Calon Presiden RI 2019-2024 mengambil sikap yang tegas yaitu (i) Menolak hasil pemilu 2019, dan (ii) Tidak akan mengajukan proses hukum ke MK atas semua kecurangan penyelenggaraan Pemilu 2019.
Itulah yang bisa dirumuskan sebagai hasil dari hajatan akbar yang di gelar oleh kubu Prabowo pada Selasa 14 Mei 2019 yang lalu di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta dengan tema besar "Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019".
Publik juga menunggu dengan penasaran apa saja kecurangan yang sudah dikumpulkan oleh tim teknis BPN itu, tetapi yang muncul adalah narasi-narasi yang lebih cocok sebagai opini dan penilaian, seperti yang diberitakan oleh kompas.com
"Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019" tersebut, tim teknis BPN menyampaikan pemaparan mengenai berbagai kecurangan yang terjadi sebelum, saat pemungutan suara, dan sesudahnya. Antara lain, terkait permasalahan daftar pemilih tetap fiktif, politik uang, penggunaan aparat, surat suara tercoblos hingga salah hitung di website KPU. "Kami tidak bisa menerima ketidakadilan dan ketidakjujuran," kata Prabowo.
Kesimpulan di atas hendak mengirimkan pesan yang sangat serius kepada masyarakat negeri bahwa Prabowo dengan semua anggtoa tim pemenangannya telah dicurangi dalam penyelenggaraan Pemilihan Presiden 2019 ini, dan tentu saja dia merasa kecewa, keberatan dan diperlakukan tidak benar serta tidak adil, sehingga baginya tidak ada lagi gunanya untuk melanjutkan proses ini, termasuk upaya menempuh jalur hukum atas kecurangan yang dialaminya.
Pertanyaan yang harus dijawab adalah (i) Apakah benar Prabowo sudah dicurangi dalam penyelenggaraan Pilpres 2019?, (ii) Siapa gerangan yang melakukan kecurangan terhadap kubu Prabowo itu?, dan (iii) Bagaimana menyelesaikan semua kecurangan yang ditemukan dan telah diungkapkan oleh tim teknisnya BPN Prabowo -- Sandi?
Inilah antara lain pertanyaan-pertanyaan reseh dan konyol yang terus menerus menggerogoti psikologis masyarakat yang mengikuti dan menunggu dengan harap-harap cemas akan hasil akhir RC KPU yang akan diumumkan pada Rabu 22 Mei 2019, minggu depan.
Kecurangan Pilpres
Penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres dimana saja selalu diwarnai dan diramaikan dengan berbagai isu kecurangan yang dilakukan dengan berbagai bentuk, cara, waktu, oknum, dan tempat tertentu. Bahkan isu ini sudah diangkat untuk dibahas terus menerus diberbagai forum, media, tempat dan peristiwa.
Jadi bukan sesuatu yang aneh, bahkan telah di antisipasi dengan berbagai cara oleh pihak penyelenggara dan juga masyarakat serta melalui peraturan dan hukum perundang-undangan yang ada. Sebab, kualitas penyelenggaraan pemilu salah satunya adalah tentang jurdil dengan seminal mungkin kecurangan terjadi.
Melihat apa yang disampaikan oleh tim teknis BPN Capres 02 Prabowo -- Sandi, sesuatu yang biasa-biasa saja, dan juga proses penyelesaiannya sudah tersedia untuk membuktikannya.
Bentuk-bentuk kecurangan yang disebutkan oleh BPN antara lain "terkait permasalahan daftar pemilih tetap fiktif, politik uang, penggunaan aparat, surat suara tercoblos hingga salah hitung di website KPU," menjadi penting untuk dinfollowup secara hukum dan bukan hanya diteriakin saja apalagi digiring kejalan-jalan yang hanya semakin keluar dari isu utama kecurangan itu sendiri.
Kesimpulan ini menjadi sangat umum, karena sesungguhnya bukan hanya kubu Capres 02 yang mengalami kecurangan itu, tetapi juga oleh Capres 01, dan bahkan Caleg-caleg diseluruh Indonesia. Yang nampaknya, semua yang merasa dicurangi dan dirugikan sedang terus mempersiapkan laporan kecurangan ke lembaga terkait dan berwenang menangani itu, baik pihak Bawaslu, Polri dan lainnya.
Tapi, sesungguhnya yang menjadi pertanyaan yang jauh lebih penting adalah "siapa yang akan menentukan dan menetapkan bahwa sesuatu temuan fakta itu dianggap kecurangan atau bukan?". Benarkah Prabowo dengan tim teknis BPN nya yang memutuskan Prabowo dicurangi?
Koq menjadi tidak bisa diterima dengan nalar kalau mereka sendiri yang menentukan kebenaran itu, dan lalu dengan penilaian itu lalu mereka membuat sikap terhadap hasilnya.
Sementara pada hasil perhitungan RC oleh KPU masih belum selesai, dan juga belum tahu siapa yang akan memenangkan pertandingan. Sejatinya, keberatan hasil akhir KPU disampaikan setelah diumumkan kepada jalur hukum yang tersedia yaitu MK.
Lalu, ini sepertinya menggada-ada saja kubu Prabowo tentang kecurangan itu sendiri. Dan hanya menciptakan provokasi publik yang tidak sehat bagi iklim demokrasi yang berwibawa dan bermartabat.
Jadi, kalau Prabowo merasa dicuranginhingga saat ini, sepertinya hanya sebuah mimpi sebelum hasil KPU diumumkan, dan bukti kecurangan diproses secara hukum ke MK.
Siapa Pelaku Kecurangan
Menarik mengikuti hasil keputusan sidang Bawaslu hari ini tentang kekacauan pada Situng KPU. Yang akhirnya Bawaslu membuktikan bahwa KPU melakukan pelanggaran terhadap cara memasukkan atau menginput data dalam Situng KPU tentang hasil perhitungan pemilu. Dan atas pelanggaran itu, KPU diminta memperbaikinya.
Ini sebuah kasus yang bagus, bahwa kalau KPU bersalah ya harus dihukum sesuai kesalahannya, yang sifatnya prosedur dan administrasi.
Menarik untuk menunggu dari pihak kubu tim BPN Prabowo-Sandi untuk mengungkapkan siapa saja yang menurut mereka sebagai pelaku atau otak intelektual dari kecurangan yang dilakukan dengan fakta-fakta yang sudah diungkapkan itu.
Yang musti dicermati adalah apakah benar fakta-fakta kecurangan yang dimiliki tim teknis BPN itu? Jangan-jangan sama dengan hasil QC internal BPN pada tanggal 17 April 2019 yang lalu, yang di pasok ke Prabowo angka 62% bagi kemenangan.
Kemudian, angka ini menurun lagi menjadi 54% yang diumumkan pada Selasa yang lalu. Kalau ini tidak benar, bukankah ini juga kecurangan internal BPN kepada Prabowo sendiri?
Sesungguhnya publik mengikuti dan memahami, bagaimana suasana kebatinan dan ketegangan habis-habisan yang dialami oleh kubu Prabowo yang menginginkan kemenangan sebagai RI-1.
Dan karenanya, orang-orang yang sangat merasa benar dengan data yang dimiliki, disuplai sebagai dasar kesimpulan kemenangan yang dicapai.
Jadi, secara jujur, siapa yang berlaku jurang sesungguhnya?
Situasinya menjadi tidak jelas ketika Prabowo merasa dicurangi, tetapi proses perhitungan hasil oleh KPU belum selesai, namun sudah mengklaim di curangi. Mengapa harus mendahului memproklamirkan kecurangan sebelum hasilnya diumumkan, dan bagaimana kalau, misalnya, KPU menghitung bahwa Capres 02 menang? Apakah lalu tidak mau menerima hasil KPU?
Bagaimanapun ini Indonesia, negara hukum yang harus semuanya berjalan di jalurnya hukum dan bukan jalur jalanan. Termasuk kecurangan yang dilakukan oleh siapapun terhadap hasil-hasil Pemilu serentak 2019, harus dikawal hingga ada proses dan ketetapan hukum akan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Agar negeri ini tidak tersandera dengan agenda-agenda reseh yang diotaki oleh sejumlah tokoh yang tidak mau negeri ini maju.
Penyelesaian sengketa, kecurangan Pemilu pilihannya hanya satu yaitu jalur hukum di Mahkamah Konstitusi sebagai gerbang terakhir bagi siapa saja yang mencari keadilan yang seadil-adilnya di negeri ini.
Menggunakan jalur jalanan untuk mengawal dan membongkar kecurangan pemilu hanya membuat rakyat akan berhadaphadapan satu dengan yang lain, dan sangat mungkin akan terjadi konflik dan benturan yang sama sekali tidak akan memberikan kebaikan bagi bangsa dan negera ini sekarang dan dimasa depan.
Mari kita mengawal hasil-hasil pemilu hingga pengumuman tanggal 22 Mei 2019 oleh KPU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H