Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menata Pikiran agar Hati Tertata dan Jernih

15 Mei 2019   11:00 Diperbarui: 15 Mei 2019   16:12 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/search?q=dalai+lama&safe=strict&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj2itXD1ZziAhVp73MBHa-pARkQ_AUIDigB&biw=1366&bih=625#imgrc=DF7-I1W8zNVqFM:

If you think you are too small to make a difference, try sleeping with a mosquito ~ Dalai Lama

Anda tidak mendadak menjadi dewasa dalam berpikir dan memiliki hati yang tertata dengan jelas. Semuanya harus dimulai dari nol, bertumbuh pelan-pelan dan akan menemukan bentuknya masing-masing untuk setiap orang.

Banyak kekacauan dalam kehidupan ini, khususnya dalam kehidupan sosial karena pikiran yang tidak tertata, hati yang tidak jernih dan perilaku yang melompat-lompat tanpa jelas arahnya.

Pikiran yang Bertumbuh

Ketika remaja 12 tahun saya faham kata "organisasi" sebagai kata benda bentuk kumpulan yang teratur, menujukan kerapian dan berdisiplin.

Di kepanduan itu adalah organisasi remaja untuk bermain sambil menempa berbagai keterampilan, dari disiplin baris-berbaris, menghormat bendera, belajar mengirimkan berita dengan peluit dan bendera semafor, termasuk juga memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).  

Tampaknya nyaman bila semua rapi, dan itulah organisasi.

Setelah lebih besar dikenalkan ketika di jalan-jalan utama melihat kegiatan organisasi buruh, yang saya rasakan mengatur sesuatu tuntutan dengan berdemonstrasi, tampaknya sebagai pengorganisasian dengan disiplin keras dan agak memaksa.

Tentu dalam belajar bahasa dan menulis kita diajarkan pula mengorganisasikan kata, kalimat dan paragraf, agar tulisan dan karangan rapi sesuai kaidah tata bahasa; dan enak dibaca.

Demikian pula dalam mata pelajaran Tata Buku, Kimia, Aljabar dan Ilmu Ukur semuanya harus terorganisir, agar sesuai aturan rumus dan formula agar soal dapat dipecahkan.

Belum diarahkan dan tidak perduli mengenai mengatur, atau mengorganisir otak atau pikiran. Sewaktu muda, dirasakan bahwa "it goes on its own" jalan dengan sendirinya.

Tidak pernah terpikirkan bahwa otak dan pikiran harus ditata; meskipun saya diberi pelajaran dari rumah dan tentu juga di sekolah melalui pelajaran agama dan budi pekerti bahwa pikiran kita harus bersih (dan waktu kecil hingga remaja tidak mengerti mengapa ada "otak kotor", mengapa ada orang berbuat jahat yang kata guru dimulai dari pikiran dan dari dalam hatinya!)

Menanjak dewasa, serasa dengan sendirinya saya memperoleh pembelajaran sopan santun dan beretika.

Melihat contoh kehidupan orang dewasa sekeliling, terlihat dan terasakan keluarga dan orang yang bermartabat karena beretika dan  menjalankan kaedah hidup baik, dan  sangat relatif arti kata "baik" itu.

Kemudian mulai mengerti bahwa "otak" atau "pikiran" dalam bahasa Inggris disebut "brain" dan "mind".

Ada frase "mind you" yang diartikan sebagai "ingatlah kamu" atau "pikirkan baik-baik" atau singkatnya "hati-hati". Kemudian ada kata "remind" artinya "ingatkan". Semuanya memakai kata "mind".

Baru ketika bekerja di perusahaan Public Relations untuk penulisan Press Release atau artikel lainnya perlu memulai dengan "mind mapping". Cara berpikir dengan "mind mapping" harus lebih dikuasai ketika diajag mengajar Adavance Classes dan Business English.

Menanjak lebih tua baru bertemu buku-buku dan orang yang menjadi teman yang belajar atau mengajarkan Neuro Linguistic Programming (NLP), dipertemukan dengan istilah "mind set" dan  "mind-reframing"; yang merupakan cara merubah pikiran dari negatif ke positif.

Dari pengalaman hidup ini lebih sadar atas kata "mind". Sedang kata organisasi dalam manajemen dapat kita temukan definisinya antara lain bahwa fungsi pengorganisasian dalam manajemen adalah proses mengatur tugas, wewenang dan tanggungjawab setiap individu dalam manajemen. 

Menata Pikiran

Tergugah minat memperdalam apa arti "The Organized Mind" ketika membaca buku The Missing 40 Percent (2019), yang merupakan artikel kumpulan blog pemikiran dari Gde Suardhika.

Disana ditegaskan tentang pentingnya mengembangkan executor dan performer dalam organisasi perusahaan. Dan untuk mencapai itu perlu budaya kerja yang sesuai, antara lain:

  1. Menghargai inisiatif, bersedia menanggung risiko terhadap kesalahan yang timbul karena inisiatif dan usaha.
  2. Menghargai perbedaan dan mengelola dinamika perbedaan yang ada.
  3. Menghargai kinerja diatas senioritas.
  4. Mengupayakan sebuah disain pekerjaan/jabatan yang menantang dan menarik.
  5. Memperhatikan minat karyawan dan membantu karyawan untuk menyalurkan minat dan passion dalam kerjanya se optimal mungkin.
  6. Menghargai kepentingan individu karyawan dan mendorong fleksibiltas waktu se optimal mungkin

Perhatian untuk meningkatkan efektivitas organisasi perusahaan menurut Deniel Levitin dalam bukunya berjudul The Organized Mind, terdapat 4 (empat) komponen kunci sistem: moda melamun, moda sentral eksekutif, penyaring perhatian dan switching perhatian, yang mengalihkan antara moda melamun, waspada atau konsentrasi pada suatu tugas tertentu.

Menurut hasil penelitian ilmu neuroscience, dengan menggunakan hasil MRI otak yang diteliti, dalam perhatian dan mengerjakan tugas, terdapat bagian-bagian otak yang berbeda dalam menanggapi ke empat komponen tersebut.

Dalam penelitian lain yang lebih menarik, ditemukan juga bahwa multitasking memberi efek lebih jelek dari ganja terhadap kinerja kognitif manusia. Sesuatu yang harus disikapi secara serius dalam menata kegiatan diri.

Dengan pemahaman yang demikian maka difahami bahwa Multitasking secara fisik dan mental akan sangat melelahkan dan dapat menimbulkan disorientasi setelah waktu tertentu. Dan tentu saja untuk jangka panjang tidak menguntungkan bagi seseorang yang memiliki tipe multitasking ini

Di dalam buku The Missing 40 Percent disadari dan ditemukan bahwa apa yang dikatakan tentang Multitasking versus Focusing telah menjadi perhatian serius dan sangat luas dikalangan banyak ahli manajemen human capital. 

Dalam banyak kajian yang sudah dilakukan ditemukan sejumlah pesan-pesan penting yang bisa dijadikan acuan mengelola diri, pikiran, hati dan perilaku, antara lain :

  1. Stop Multitasking. Otak tidak seharusnya bekerja demikian; biasakan menyelesaikan satu tugas; single activity or task.
  2. Write things down. Ini kebiasaan sebaiknya diajarkan sejak remaja. Dari pengalaman penulis artikel ini kemudian meniru manajer-manajer senior, dan mendapatkan manfaatnya. This will help to prioritised the tasks you have to do. Sebaiknya menulis catatan penting itu dengan menggunakan tangan dan pena, karena gerakan otot dan hubungan syaraf ke otak akan meningkatkan kerja otak untuk mengingat dan memilah yang terbaik. Jadi cara zaman now dengan tapping atau mengetik di gadjet/laptop kurang nilainya.
  3. Take Breaks. Tentu tidak berlebihan untuk beristirahat sewaktu aktif menyelesaikan suatu pekerjaan. Namun sungguh terbukti, bila rapat manajemen untuk membentuk gagasan baru atau menganalisa suatu masalah dan ingin mendapatkan hasilnya dipaksakan dalam waktu yang intense dan berjam-jam, malahan tidak memberi hasil yang optimal. Otak memerlukan restorative time breaks; bahkan ketika melakukan break 20 menit misalnya, pada akhir 20 menit itu timbul gagasaan baru yang fresh. Dahulu orang percaya, dengan break keluar ruang rapat, atau keluar dari kamar kerja untuk merokok, menenangkan pikiran. Cara demikian betul, namun tidak perlu harus merokok; seperti kita ketahui merokok lebih banyak efek jeleknya.

Pikiran ditata, Hati Jernih

Tanpa mempersoalkan mana yang duluan, apakah hati duluan baru pikiran, atau pikiran yang duluan baru kemudian hati.

Pesan kuncinya bagi pengelolaan diri adalah pikiran-pikiran kita harus ditata dengan benar agar fokus dan memberikan hasil yang optimal disetiap kesempatan yang ada. Sebab pikiran yang terorganisir dengan baik, akan menuntun tindakan, action dan perilaku lebih terarah dan jauh dari mubazir.

Bagaimana dengan hati? Dengan pikiran yang tertata, hanya bis dicapai apabila hati itu tetap jernih untuk mampu merasakan secara hakiki mana yang baik dan benar untuk diteruskan menjadi tindakan nyata dalam menjalani keseharian hidup.

Pemahaman tentang perilaku dan kerja dalam konsep The Organized Mind adalah melakukan aktivitas yang ada di sweet spot dengan optimal, sehingga dalam jangka pendek ataupun jangka panjang dapat menjadi aktivitas ekonomi. Aktivitas demikian akan memberi hasil finansial yang cukup berarti yang dibutuhkan oleh hidup yang terus berlanjut.

Betul, dengan pikiran yang menata pikiran maka pada saat yang bersamaan hati menjadi jernih dan bersih sebagai wilayah yang dibangun dan dikembangkan untuk melakukan semua aktifitas diri moment to moment.

Catatan, Idea dan bahan baku artikel menarik ini disiapkan oleh Ludwig Suparmo, Seorang senior Lead Trainer tentang Crisis, Issue, and Risk Management

YupG., 15 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun