Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Coba Cek, Anda Termasuk Tipe "Multitasking" atau "Focusing"

6 Mei 2019   19:44 Diperbarui: 8 Mei 2019   16:49 2240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.upsidelearning.com

Sejak remaja saya kagum dengan teman satu kelas, teman di kepanduan, yang terampil mengerjakan beberapa tugas dalam waktu bersamaan. Hanya beberapa teman yang sanggup bermain, belajar ataupun melakukan tugas sekaligus bersamaan.

Ketika di sekolahkan untuk menjadi guru bahasa Inggris di LIA, entah mengapa, ada seorang mahasiswa teknik mesin yang masih berumur 21 tahun, selalu mencari saya dan ingin duduk di sebelah saya, mengikuti kuliah di Gedung Pusat Pendidikan Bahasa dari Lembaga Indonesia Amerika (LIA) di Jalan Pramuka, Jakarta Timur.

Mahasiswa ini ternyata lulusan kursus LIA di Jalan MT Haryono, Jakarta Pusat, dan ketika lulus Advance 4 (tingkat akhir) dia meraih outstanding student dan mendapat tawaran untuk melanjutkan studi ke jenjang Teachers Training Course, secara gratis, atau dapat bea siswa; melanjutkan bersama satu batch dengan saya yang diadakan di gedung pusat LIA di Jalan Pramuka, setiap malam, selama satu semester meliputi 6 mata kuliah dipresentasikan oleh guru-guru senior yang disebut Supervisors.

Ada maksud mengapa mahasiswa muda ini memilih duduk sebelah saya jika kuliah malam hari di LIA, atas pertanyaan saya dia menjawab "Saya suka bapak focus dalam mengikuti presentasi para pengajar."

Ternyata dia memanfaatkan saya karena setiap hadir di ruang kuliah LIA, duduk di samping saya, mahasiswa muda ini membuka catatannya dari kuliahnya pagi/siang hari atau dari hari sebelumnya dan mengerjakan tugas-tugas kuliahnya di teknik mesin, mengerjakan berbagai hitungan matematika dan ilmu gaya atau ilmu pasti lainnya.

Karena, pengajaran di LIA bersifat interaktif, sering semua pengikut kursus Teahers' Training yang dibatasi 12 atau 15 orang maksimumnya, setiap kali mendapat giliran menjawab petanyaan pengajar, bahkan harus maju untuk diskusi atau melanjutkan bagian materi yang dipresentasikan; ataupun mempraktekan dialog dengan kawan sekuliah atas bahasan materi yang sedang dipresentasikan.

Hebat sekali, mahasiswa teknik yang selalu duduk di sebelah saya; seluruh kuliah di LIA dapat dikatakan tidak diikutinya dengan memandang presentasi, hanya sekali-sekali melirik kedepan kelas ataupun membaca cepat buku/materi kuliah sore itu, lebih banyak waktunya untuk mengerjakan tugas kuliah ilmu matematika dan ilmu pasti lainnya dari fakultas teknik yang sedang diselesaikan dalam semester terakhir, ketika itu.

Hebatnya, bila mahasiswa muda ini diharuskan menjawab, meresponse permintaan pengajar, dia akan mengatakan: "Sebentar ibu atau bapak." Cepat kemudian dia bertanya dengan berbisik pada saya: "Pak ini...yang dimaksud?" Selalu benar apa yang ingin dijawabnya.

Saya pun membenarkannya, atau sekedarnya memberi sedikit perbaikkan, kemudian dia pastikan jawaban yang ditanyakan kepada pengajar ataupun dia bangkit dari duduknya karena memang diminta oleh pengajar untuk memperagakan "non-verbal communication in teaching".

Jadi, mahasiswa muda di samping saya itu cukup mendengarkan kuliah/presentasi di LIA, sambil otak dan tangannya tetap mengerjakan ilmu matematika dan ilmu teknik lainnya dengan jarinya menulis jawaban tugas di meja dengan buku dari kuliah pagi, di samping materi Teachers' Training disebelah atau bahkan dibawah buku matematikanya.

Mahasiswa muda ini saya anggap pandai "multitasking"; sebaliknya dia katakan bahwa saya bisa "focusing". 

Sungguh membanggakan dan menyenangkan karena kami berdua dinyatakan lulus bersama; walaupun ada 2 calon guru gugur mengikuti ujian akhir, dan1 orang dinyatakan harus mengulang -- tidak lulus.

Itu suatu contoh multitasking, sedang saya memang merasakan bahwa untuk menyelesaikan pekerjaan jenis apapun harus selalu fokus, mencurahkan perhatian atas pekerjaan yang ingin saya selesaikan.

Multitasking atau focusing secara ilmiah praktis dibahas dalam buku The Missing 40 Percent, Oleh Gde Suardhika (2019) sebagai materi pembelajaran Manajemen Produktivitas Diri (MPD); bukan maksud bahwa dengan mengikuti buku MPD ataupun ikut workshop/training MPD akan dapat juga "menjadi" seperti contoh ilustrasi dari pengalaman hidup diatas, menjadi seperti mahasiswa teknik mesin yang lulus menjadi guru bahasa Inggris LIA.

Namun, dengan membaca dan memahami buku "The Missing 40 Percent" akan mendapat manfaatnya, baik melaksanakan tugas-tugas di pekerjaan, maupun dalam usaha sebagai wirausahawan. Dihalaman 223--224 buku ini, akan menemukan pesan pentingnya yaitu:

  • Bayangkan tentang seorang yang produktif biasanya terkait dengan kemampuan mengelola beban kerja yang tinggi, bekerja dengan cepat, multitasking ataupun switching tugas dengan cepat dan sering bekerja dengan daftar tugas yang banyak.
  • Itulah ciri eksekutif yang berhasil, disayang Boss, disayang pemegang saham dan berhasil dalam karirnya.
  • Bila saudara penggemar metode Get Things Done dari David Allen, saudara tentu faham bahwa Allen cenderung melihat produktivitas dalam konotasi tersebut, yaitu tipe High Paced Productivity.
  • Seorang High Paced Productivity adalah seorang yang tetap mampu untuk focus, balanced, seimbang walau dalam tuntutan pekerjaan yang sangat tinggi
  • Selanjutnya buku "The Missing 40 Percent" membahas bahwa high paced productivity itu baru merupakan satu ujung dari kontinum pacing productivity.
  • Tingkat pacing mengacu pada tingkat beban dan kecepatan kerja. Dalam produktivitas diri, kerja ideal pacing kita menentukan sesuai kebutuhan kerja dan kebutuhan diri sendiri.
  • Karena kalau tidak, seseorang akan mendapat tekanan utuk mencapai pacing yang tinggi, kualitas kerjanya kemudian terkorbankan.

Dengan demikian, contoh pengalaman kuliah dalam satu kelas bersama mahasiswa muda; tidak benar bahwa seorang yang bisa multitasking tidak fokus; bahkan keistimewaan bisa multitasking karena dapat fokus tidak hanya pada satu masalah/tugas.

Walaupun tidak banyak orang bisa melakukan keduanya yaitu multitasking tetapi juga sekaligus jago focusing, tetapi bisa dilatih sejak awal bila menginginkannya.

Harus diakui tidaklah mudah, karena membutuhkan kemampuan konsentrasi yang tinggi, dan mampu mengelola pikiran, konsentrasi dan gerak tangan serta mata dan pendengaran untuk bekerjanya kedua hal itu.

Catatan, artikel kiriman dan sekaligus pengalaman dari seorang sahabat baik Ludwig Suparmo - Lead Trainer: Business English, Crisis Management & Compliance Management

YupG. 6 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun