Namun ada juga yang belum masuk "kotak suara" sudah stres: "mau pipis -- buang air."
Di TPS tempat saya nyoblos, di bagian belakang rumah pak RT ada petunjuk panah menuju Toilet (wah, hebat pak RT siapkan semuanya!).
Bagi saya, karena sempat menunggu dan memang kalau pagi hari harus sering buang air kecil, begitu selesai mencoblos langsung ke toilet.
Wah, harus menunggu toilet terpakai, ya disabari. Keluar dari toilet bertemu seorang ibu rambut putih. "Bapak yang tinggal di rumah sebelah Barat?" Jawab saya: "Bukan ibu, ibu siapa?" Â Ibu itu menjawab. Ya, ampun, saya tidak mengenal kembali ibu ini, perubahan fisiknya drastis, setelah ditinggal suaminya meninggal dunia tiga tahun lalu
(jadi saya tidak bertemu dengan keluarga mereka dalam kurun waktu setelah penguburan suamiya! Inilah minusnya tinggal dalam komplek perumahan di kota besar!)
Ini kisah di dalam kotak pencoblosan. "Wah, yang mana harus saya coblos? Nak, nak...tolongi ibu bawa HP ibu kemari!" Seorang gadis cepat-cepat meraihkan dengan tangannya kedepan dari luar kotak suara HP ibunya.
Ibu itu lalu berseru perlahan: "Nah, ini sudah di save, nama caleg dan nomor partai, Alhamdulillah!"
Tersenyum ibu yang di sebelah kotak suara saya. Saya ikut tersenyum sambil meneruskan pencoblosan.
Setelah selesai dari kotak suara dan masukkan surat suara ke masing-masing kotak yang disediakan, harus memasukkan jari ke tinta.
Tiba-tiba ada yang berseru: "Loh, salah kok jempol yang saya celup. Wah saya punya pencoblosan berlaku nggak? Atau saya harus ulangi pencoblosan?"
(Terikat dengan visualisasi di TV contoh jari manis atau kelingking yang harus dicelupkan!).