Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gaji CEO Selama 4 Tahun Hanya Rp 19.917, Mungkinkah?

16 April 2019   19:30 Diperbarui: 17 April 2019   16:01 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang No.1 di  Tweeter Jack Dorsey bergaji hanya 19.917 rupiah, tidak sampai 20.000 rupiah selama 4 tahun menjadi viral di media netisen, seakan-akan semua orang tidak percaya, mungkinkah?

Jaringan sosmed yang terbesar dari Amerika ini, koq sama saja dengan tidak menerima gaji, padahal perusahaan tweeter ini memperoleh keuntungan yang sangat besar setiap tahun, karena memang kekayaan bersihnya saja mencapai angka 5.000.000.000 dolar Amerika. Bisa dibayangkan berapa triliun nilai perusahaan tweeter ini.

Pemahaman tentang gaji banyak orang salah memahaminya dengan benar. Betul, bahwa secara sederhana gaji itu diartikan sebagai balas jasa dalam bentuk sejumlah uang yang diberikan kepada seseorang oleh karena dia sudah melakukan pekerjaan tertentu dalam konteks dan waktu serta ruang tertentu sesuai dengan kesepakatan.

Artinya pula bahwa sesungguhnya gaji itu diberikan dan dibayarkan kepada mereka yang disebut sebagai employee atau karyawan dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Ketika seseorang berstatus sebagai karyawan maka dia memiliki hak untuk menerima gaji. Jadi, gaji itu identik dengan karyawan. Karyawan bekerja dan mendapatkan gaji.

Kalau begitu, apakah CEO Tweeter statusnya sebagai karyawan sehingga menerima gaji? Bukan soal besar atau kecil gajinya, tetapi prinsip gaji itu adalah status. Kalau betul dia bergaji maka dia adalah seorang karyawan di Tweeter dengan jabatan CEO Tweeter.

Mari sedikit berselancar mencari faktanya. Jaringan sosemed Tweeter itu didirikan oleh beberapa orang yaitu  Jack Dorsey, Noah Glass, Biz Stone, Evan Williams, dan diperkirakan mereka semuanya adalah juga pemilik dari perusahaan sosial media ini. Dan didalamnya Jack Dorsey sebagai CEO.

Artinya Jack Dorsey itu adalah owner atau pemilik dari Tweeter, dan sekaligus dia berstatus sebagai CEO, orang nomor 1 dalam mengendalikan perusahaan yang hebat ini.

Harusnya dia terima gaji besar sebagai CEO, tetapi dia tidak melakukan itu. Dia menggunakan status kepemilikannya untuk mendapatkan penghasilan, bukan dari gaji yang bisa saja dia tetapkan untuk dirinya sendiri sangat besar.

Mari sedikit berhitung kira-kira berapa penghasilannya sebagai salah seorang pemilik terbesar dari perusahaan tweeter ini. Dengan nilai kekayaan bersih sebesar  5 miliar dolar Amerika Serikat, dan sebutkan saja mendapatkan keuntungan bersih pertahun sebesar 10% dari Nilai Kekayaan Bersihnya. Angka ada di 10%x5 miliar dollar AS sama dengan 500 juta dolar Amerika. Hitung berapa nilai rupiahnya dalam setahun itu dengan kurs rupiah Rp 14.000 per-1 dolar  Amerika.

Jadi, gaji yang diterima sebesar  rp 19.971 atau setara dengan 1,4 dolar AS selama 4 tahun hanya simbol bahwa dia kayawan dengan posisi CEO.

Bagian ini menjadi menarik sekali dan menjadi pembelajaran yang mahal yang harus ditiru oleh banyak CEO di Indonesia yang sekaligus sebagai pemilik perusahaan yang dikelolanya sendiri.

Dalam berita yang beredar itu, Jack Dorsey  mengungkap alasan di balik keputusan untuk tidak memanfaatkan kesempatan mendapatkan gaji besar sebagai CEO, tetapi sebagai bukti komitmen dan keyakinannya terhadap potensi penciptaan nilai jangka panjang bagi perusahaan jasa sosial media Twitter.

Pelajarannya ada dua yaitu

  1. Dengan tidak menerima gaji yang sangat besar berarti mengurangi biaya perusahaan sehingga perusahaan menjadi hemat dalam pengelolaan, dan pada akhirnya berdampak pada keuntungan bersih yang pasti naik karena pengurangan biaya gaji karyawannya.
  2. Hendak membuktikan bahwa kalau pengelolaan perusahaan itu efisien maka perusahaan itu akan menjadi sehat, dan perusahaan yang sehat opersionalnya akan kencang, dan nilai perusahaan akan terus meningkat, khususnya dalam harga sahamnya di pasar.

Efek panjangnya adalah meningkatnya keyakinan konsumen pada perusahaan, dan konsumen akan menjadi loyal dan terus menerus menggunaka jasa perusahaan, dan pada akhirnya keuntungan perusahaan akan terus meningkat.

Dan kalau keuntungan perusahaan terus meningkat, maka bagian profit yang menjadi haknya sebagai pemilik juga akan terus meningkat. Dan perusahaan akan terus terjaga untuk jangka panjang. Perusahaan akan menjadi awet dan kuat.

Bagian inilah yang sulit ditemukan di sejumlah perusahaan di Indonesia. Yang terjadi dilapangan adalah perusahaan didirikan oleh pemiliknya dengan menaroh modalnya sebagai penyertaan bagi perusahaan.

Kemudian pemilik itu mengangkat dirinya sebagai CEO, dan kalau perlu semua pemilik terbesar sekaligus menjadi CEO atau juga sebagai Dewan Komisaris. Ini sah-sah saja secara hukum perseroan yang berlaku.

Dan dengan demikian, sebagai CEO atau Dewan Komisaris menetapkan gaji atau kompensasi bagi mereka, karena pada dasarnya mereka adalah karyawan dalam perusahaan. Kalau perusahaannya berhasil mereka akan menetapkan gaji dan fasilitas lainnya yang mahal dan lengkap.

Kalau perusahaan masih untung diakhir tahun buku, sebagai pemilik perusahaan masih menerima jatah sebagai bagian profit yang dibagikan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham, RUPS. Jadi, mereka semakin kaya, tetapi sesungguhnya akan menjadi perusahaan tidak sehat, dan secara filosofis tidak benar karena tidak ada keadilan bagi karyawan lainnya yang bukan pemilik.

Nah, praktek semacam ini sering sekali menjadi pintu besar bagi kemajuan dan bahak kehancuran perusahaan itu sendiri.

Apa dipertontonkan leh Jack Dorsey sungguh menjadi sangat elegan dan mulia, dan menjadi pembelajaran sikap CEO dan pemilik yang tidak hanya memikirkan diri sendiri dn seketika tetapi juga orang lain dan untuk jangka panjang.

Jadi, mungkinkah seorang CEO gajinya hanya Rp 19.971 atau hanya 1,4 dolar Amerika dalam 4 tahun ? Jawabannya mungkin saja, karena dia ambil peran sebagai karyawan. Tetapi hanya berlaku bagi mereka yang sekaligus sebagai pemilik perusahaan yang dikelolanya.

Bagaimana kalau seorang Capres dan Cawapres mengatakan bahwa dia tidak mau menerima gaji kalau terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden suatu negara itu perlu menjadi kajian. Mengapa karena dia diangkat sebagai karyawan pada posisi Presiden dan Wakil Presiden karena ada hukum dan undang-undangnya.  Sebab, Negara itu bukan miliknya saja, tetapi milik semua masyarakat !

Yupiter Gulo, 16 April 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun