Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Seksinya Golput: Dirayu, Dihujat, Bahkan Diharamkan

3 April 2019   12:29 Diperbarui: 4 April 2019   06:59 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angka 20 jutaan orang inilah yang membuat golput menjadi seksi, jadi rebutan, menjadi penentu kemenangan para capres dan juga caleg.

Golput sebagai Indikator Demokrasi
Mereka yang memutuskan untuk tidak menggunakan hak pilih, tidak mencoblos dengan berbagai alasan, merupakan hak warga negara yang dijamin oleh Undang-undang. Seseorang tidak bisa dipaksakan untuk memilih. Ini tidak hanya berlaku di Indonesia saja. Bahkan hampir semua negara di dunia.

Dengan demikian, masalah golput bukan hanya masalah negeri ini. Bahkan di negara adidaya Amerika saja, jumlah yang disebut golput sangat besar, bisa mencapai angka 40%-an. Jadi Indonesia tidak perlu menjadi heboh dan kebakaran jenggot adanya.

Yang hendak diingat dan dipahami terus menerus adalah bahwa keikutsertaan masyarakat dalam pemilihan umum itu menjadi indikator dari demokrasi yang berkualitas di suatu negara. Sebuah hipotesis misalnya bisa digunakan untuk memahami ini, yaitu semakin tinggi partisipasi pemilih maka demokrasinya semakin tinggi. Sebaliknya juga demikian.

Nah, kalau hipotesis ini bisa diterima, maka seharusnya yang dikerjakan oleh penyelenggara negara dan Pemilu adalah bagaimana agar kualitas pengelolaan negara ini menjadi baik agar masyarakat ikut merasa memiliki tanggung jawab di dalamnya.

Mari memahami apa yang sesungguhnya dirasakan oleh masyarakat, yang disebut sebagai undicided voters itu. Pada umumnya ada sikap apatis masyarakat terhadap politik, karena merasakan tidak ada manfaat langsung bagi mereka. Hidup tidak berubah. Bahkan malahan tambah susah.

Sulit mencari pekerjaan yang baik. Gaji semakin rendah daya belinya. Kesejahteraan mereka tidak berubah. Sehingga ketika mereka mengatakan, ganti presiden dari tahun ke tahun tetapi nasib kita tidak berubah. Inilah salah satu penyebab utama mengapa tidak peduli dengan kegiatan pollitik semacam Pemilu ini.

Sejauh dinamika politik yang disajikan oleh para elit poliitk di lembaga legislatif dan juga perangai para birokrasi yang beritanya melulu korupsi dan penyelewengan dan penyimpangan, maka angka yang disebut golput itu akan terus menerus meningkat.

Keadaan ini menjadi pergumulan dan tanggung jawab bersama semua stakeholders bangsa dan republik ini. Karena Indonesia tidak mungkin terus menerus begini saja tetapi harus berubah dan maju lagi sebanding dengan negara maju lainnya di muka bumi ini.

Pemilu itu "Pesta" Demokrasi
Di masa Orde Baru, di mana lahirnya yang disebut golput telah menciptakan trauma yang sangat dalam bagi negeri ini. Saat Orde Baru berkuasa, dengan penguasa satu partai, angka partisipasi pemilih sangat tinggi, karena ada semacam ketakutan bagi rakyat kalau tidak memilih akan berhadapan dengan penguasa republik.

Akibatnya, mencoblos, tetapi bukan partainya yang dicoblos, tetapi ruang putih di dalam kertas suara yang dicoblos sehingga tidak sah. Itu sebuah protes dari mereka yang disebut golput. Karena semua sudah paham siapa yang akan memenangkan pemilu itu sendiri. Jadi, demokrasi betul-betul hanya semu adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun