Hari ini menjadi sangat penting bagi seluruh umat Kristiani diseluruh dunia karena  Minggu 10 Maret 2019 ini dimulai Pra Paskah-1. Ibadah sepanjang hari ini penting sebab umat mulai merenungulangkan perjalanan penderitaan yang pernah dialami oleh Yesus.Â
Sebuah buku akan menjadi sumber refleksi dalam menyediakan bahan dalam memahami konteks aktual, khususnya tentang kekuasaan dan kepemimpinan yang sedang dihadapi oleh bangsa ini.
Prof. Verne H. Fletcher, Ph.D dilahirkan di Massachusetts, USA, 3 Juni 1922. Tahun 1963-1969 mengajar teologi dan etika di Sekolah Tinggi Theologia Duta Wacana, Yogyakarta. Tahun 1969- 1985 beliau mengajar di Beirut, Lebanon, kembali mengajar di Yoga tahun 1986-1990.
Dari pengalaman mengajar di Yogya, beliau menulis 2 buku akademik, kemudian di tahun 1990 melahirkan buku Lihatlah Sang Manusia! Diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia (2007). Buku setebal 532 halaman memuat banyak kutipan para ahli termasuk 4 buku Franz Magnis Suseno.
Dalam Kata Pengantarnya, Fletcher juga berterimakasih pada Romo Weitjens, S.J pustakawan di Kolese St. Ignatius, Yogyakarta. Dari lebih kurang 300 buku referensi yang memperkaya karya tulisnya itu, juga dapat dibaca kutipan buku Etika Kristen yang sangat terkenal ditulis oleh Verkuyl yang juga pernah menjadi pengajar di Indonesia.
Namun ada juga buku-buku tulisan orang Indonesia seperti, Wahono, Nitiprawiro F, Teologi Pembebasan (1987), dan buku Sidjabat, W.B, Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini (1964), juga buku karangan Singgih, E Gerrit, Dari Israel ke Asia (1982). Sebagian kutipan yang hendak dan ingin dibagi pada teman-teman adalah tulisan Martin Hengel, Christ and Power (1977), yang dimuat dalam buku Lihatlah Sang Manusia! oleh Fletcher di halaman 497 - 504.
Sesungguhnya ingin juga saya baca buku referensi Martin Hengel lainnya: Was Jesus a Revolutionist? Disini ingin membagi bacaan ini karena beberapa tahun lalu, ditantang oleh seorang yang lebih tua umurnya, seorang yang lain percaya adanya Allah Sang Pencipta, tetapi memiliki faham bahwa semua agama itu "ingin menangnya sendiri". Teman yang lebih tua itu berpendapat bahwa Jesus dihukum mati karena Dia seorang politikus yang revolusioner.
Tanpa harus melayani perdebatan agama, namun merasa perlu untuk memperkaya pengetahuan dan meneguhkan iman melalui diskusi yang sehat. Baru sekarang ini berkesempatan menemukan ulasan mengenai kisah hidup Jesus Kristus dari sudut pandang politik zaman itu.
Yesus dari Nazareth dan kekuasaan-kekuasaan pada zamanNya, oleh: Martin Hengel (kutipan bagian yang penting). Gambaran mengenai kegiatan Yesus harus dilihat dengan mengingat suasana sosial politik yang makin tegang pada masa itu. Sungguh sangat berbeda dengan pandangan sentimental dan idealis yang memalsukan gambaran Yesus pada abad-abad belakangan ini.Â
Ia dihukum mati sebagai seorang penjahat politik diatas kayu salib, sama seperti ribuan orang Yahudi pada masa itu; Ia dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi oleh penguasa-penguasa Romawi, kepada siapa Dia diserahkan oleh para pemimpin kaum Saduki. Ia dianggap hina oleh ahli Taurat dan orang-orang saleh, Ia bahkan ditinggalkan oleh murid-muridNya.
Disini tidak dapat membuat uraian yang panjang tentang proklamasi dan karya Yesus, namun demikian hanya akan memperhatikan dua unsur saja daripadanya, namun keduanya ini sungguhlah mendasar.