Keberadaan LSM dan  CDO, Communtiy Development Organization, sesuatu yang tidak bisa dihindari kehadirannya karena sesungguhnya organisasi ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan juga perusahaan.
Sebutkan saja program CSR yang dimiliki oleh perusahaan, yang menyisihkan sekian % keuntungaan tahunannya untuk pengembangan masyarakat, harus dilakukan dengan LSM atau NGO yang ada. Preusahaan yang memiliki CSR, Corporate Social Responsilities, membutukan LSM NGO untuk bisa melaksanakannya di tengah-tengah masyarakat.
Community Development Organization (CDO) juga disebut sebagai Community Development Corporation (CDC) yang di Amerika oleh Conoco Phillipes merupakan organisasi dengan biaya tinggi dalam pelestarian biota laut yang sangat disegani.
Kemudian, di Phillipines dan Pakistan ada juga organisasi yang dibiayai berbagai perusahaan ternama dalam pengembangan sekolah bagi anak-anak kaum marjinal dengan membangun rumah sederhana bagi masyarakat tidak mampu yang dinamakan CDC for Housing.
Non Govermental Organization (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menggunakan dana dari perusahaan dan mereka memberdayakan masyarakat pedesaan, biasanya di daerah tertinggal, tanpa menyebutkan nama perusahaan dari mana dana diperoleh. Apa yang dilakukan oleh BRI dan Bank Mandiri dengan membuka sentra pelatihan dan pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) juga merupakan bentuk CDO.
CDO merupakan bentuk asli Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikenal sejak tahun 1980an. Proyek-proyek CDO dilaksanakan dilokasi perusahaan beroperasi; terutama dilakukan oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang energi, pertambangan, kehutanan, maritim dan perkebunan.
Karena daya guna CSR dirasakan langsung oleh banyak publik sasaran, program yang mulia ini juga diadopsi oleh perusahaan di luar usaha bisnis yang berhubungan dengan lingkungan alam.
Misalnya saja, perusahaan sepatu olah raga Amerika terkenal Nike, mendanai sebagian kemitraan berbagai proyek berbasis CDO terutama yang berbasis di Indonesia.
Perusahaan asal Korea misalnya juga menyelenggarakan CDO sebagai wujud CSR perusahaan dalam pengembangan pelatihan menjahit, menjahit sepatu bagi wanita-wanita penduduk di sekitar lokasi pabrik. Mereka yang lulus pelatihan dapat dipekerjakan sebagai tenaga out-sourching di pabrik Korea yang membuat sepatu Nike berlokasi dekat desa mereka.
Berdasarkan pengalaman dalam memberikan pelatihan untuk program CSR perusahaan, nampak bahwa program CSR mereka berupa pembinaan PAUD di daerah kumuh: Cilincing. Pt. Akzo Nobel Indonesia mendapat dana dari kantor pusat di Nederland; dan bergerak secara etis dengan ketentuan mereka tidak mau (dan tidak boleh) menyiarkannya di media; ini merupakan faham etika perusahaan global mereka.
Sedang konsep CSR yang terbuka seharusnya perlu di publikasikan. Namun faham pucuk pimpinan Akzo Nobel, sebagai perusahaan ternama di dunia, sesungguhnya menunjukkan model kepemimpinan faktor X.