Filsafat Descartes berupaya mencari kepastian dengan cara meragukan semua yang ada, termasuk orang tidak harus menerima kebenaran-kebenaran yang telah diungkapkan pemikir-pemikir lain. Orang harus menemukan kebenarannya sendiri, melalui pemahaman dan keyakinan pribadi.
Ini menunjukkan sifat keragu-raguan Rene Descartes, namun dia  mengikuti suatu metodologi, menguji penalaran dan pemikiran untuk mendapatkan kepastian. "Aku ragu-ragu maka aku berpikir, karena aku berpikir, maka aku ada." Inilah makna "Cogito Ergo Sum" yang menjadi sangat terkenal  mengajarkan pemikiran sistimatis.
Mari  bertanya bagi kita yang hidup dan bisa memasuki abad 21 yang lazim dan mudah dikenal dengan zaman-now dan generasi milenial dalam ramainya dunia politik dan kepentingan pencapaian materialistik, bukankah lebih baik kita mengikuti faham "Cogito Ergo Sum" ini ?
Terminologi Cogito berarti aku berpikir, yang memberikan dan  membawa kepastian. Karena cogito jelas dan terpilah-pilah (Claire et distince) maka cogito adalah sebuah kebenaran, dan karenanya kebenaran menjadi sebuah kepastian.
Dengan menemukan kepastian itu, Descartes seakan-akan memberikan kepastian secara metafisik bagi seluruh sistem filsafatnya sebagai lanadasan berpijak dan bergerak lebih lanjut. Dari kepastian ini dibangunlah logika yang sesuai dengan semangat ilmu eksakta.
Menurutnya ilmu pengetahuan haruslah mengikuti jejak ilmu pasti. Ilmu pasti selain dapat dijadikan sebagai contoh bagi cara mengenal atau mengetahui yang sudah maju, juga dapat dipandang sebagai penerapan yang paling jelas mengikuti metode ilmiah.
Descartes tidak pernah menerima begitu saja sebagai hal yang benar bila tidak mempunyai dasar pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya.
III. Bersama dengan Descartes, mari mencoba mengeksplorasi secara sederhana dimensi benar dan kebenaran itu baik dari sisi etimologinya maupun sisi estimologinya.
Secara umum dan sederhana, dari aspek estimologi bahasa kata "benar" mempunyai arti:
- Tidak salah, lurus ataupun adil
- Sungguh-sungguh; tidak bohong
- Memang demikian halnya
- Sangat; sekali.
Namun pemahaman benar atu tidak benar sesungguhnya seperti kisah beberapa orang tuna netra yang dipersilahkan mendiskripsikan seekor gajah, dan menyimpulkan apa itu gajah yang sesuai kenyataan yang dirasakannya.
Seorang dituntun memegang taring gajah: gambarannya binatang gajah itu "runcing".
Seorang lain dibawa merasakan telinga gajah, dikatakan oleh orang ini "gajah itu lebar". Â
Seorang lain diantarkan memgang kaki-kaki gajah dan di beritahu itu kaki binatang yang kita ingin tahu pendapat saudara; jawabnya: "binatang ini mustinya binatang yang kuat".
Seorang lain dituntun merasakan perut gajah dari depan kebelakang: "Ini binatang gendut".
Itulah ilustrasi mendeskripsikan susahnya menyatakan "kebenaran". Dengan ilustrasi gajah diatas, pertanyaan mendasarnya adalah gajah itu apa? Siapa yang benar diantara semua orang buta itu? Ketika mereka menyatakan kebenaran sesuai dengan fakta yang dirasakannya, sesungguhnya mereka semua benar dan tidak ada yang salah.