IV
Hari ini saya sungguh berterima kasih, saya bahagia dan bersyukur pada Allah bertemu dan diajak mendengarkan pesan-pesan Allah agar hidup ini berdampingan, dan dapat menjadi sekelumit bukti yang dipesankan oleh rubrik Kompas: tentang "toleransi beragama di Indonesia, tinggi."
Nampaknya, kesimpulan-kesimpulan yang mengatakan bahwa negeri ini sudah terkikis toleransinya, sesungguhnya masih harus diuji secara empirik. Nampaknya kesimpulan-kesimpulan itu cenderung menjadi komoditi politik yang merusak ketenangan dan kedamaian yang sesungguhnya hidup dan terus hidup bertumbuh ditengah-tengah masyarakat.
Apa yang saya alami berjumpa dan berkomunikasi selama satu jam dengan Pengemudi Angkot itu, merupakan bukti dan representasi dari apa yang sesungguhnya ada ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia yang lebih 80%nya kelas menengah kebawah, sesungguhnya mereka merasakan toleransi yang sangat kuat dan kental antara satu orang dengan orang yang beragam latar belakang mereka.
Keberagaman itulah yang menjadi pemersatu mereka untuk saling mendukung dan menopang dalam menghadapi kerasnya kehidupan ini, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, menjaga kesehatan dan keamanan satu dengan lain, bahkan dalam berbagai permasalah sosial, mereka saling membantu. Dan inilah yang disebut oleh tolerasi antara warga negeri ini yang diikat dan dikokohkan oleh NKRI.
Catatan : Dikisahkan dan ditulus oleh sahabat baik saya, Ludwig Suparmo, pelaku bisnis pelatihan Isu, Risiko dan Manajemen Krisis, Manajemen Konflik, Manajemen Tidak Stres dan Manajemen Karakter.
Jakarta, 8 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H