Memasuki revolusi industri 4.0, yang dibutuhkan bukan sekedar tenaga kerja yang hanya memiliki ijazah bahkan gelar akademik tertinggi. Ijazah yang dimiliki hanya sebagai backup atas gelar akademik yang dimiliki. Dunia industri manufaktur ataupun jasa membutuhkan lebih dari selembar ijazah dan sekedar gelar akademik. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah mereka yang memiliki kompetensi sesuai yang dibutuhkan oleh dunia industri.
I. Revolusi Industri 4.0
Revolusi industri 4.0 sudah berjalan dan setiap negara sedang menjalaninya. Tidak ada suatu negarapun yang bebas dari revolusi industri ini. Sesuatu yang tidak bisa dihindari untuk diikuti, diantisipasi, diresponi, dimanfaatkan dan dikembangkan  terus menerus.
Artinya pula bahwa bukan lagi mempersoalkan industri 4.0 ini benar atau tidak benar, berguna atau tidak berguna, bisa dilakukan atau tidak bisa dilakukan, siap atau tidak siap. Tetapi bagaimana agar semua stakeholders menyadari, memahami, dan menanggapi serta melakukan sesuatu untuk beradaptasi dengan segala bawaan dari revolusi industri 4.0 ini.
Dipastikan hanya mereka-mereka yang melakukannya dengan cepatlah yang bisa memanfaatkan dan memimpin perubahan yang dibawa dengan cepat dan kencang oleh era industri 4.0 ini. Lihat dan cermati, hanya negara yang cepat bereaksi dan mengimplementasikan tuntutan dari revolusi industri yang mendapatkan kemajuan yang cepat pula.Â
Demikian sebaliknya, negara yang lambat memanfaatkannya, sangat mungkin akan menjadi penonton dan menjadi makanan empuk sebagai market dari negara lain.
II. Teknologi Robot dan Teknologi Informasi Digital
Secara semantik terminologi industri 4.0 muncul pertama kali di Jerman pada tahun 2011. Dan oleh Angela Merkel, Kanselir Jerman menjelaskan dalam sebuah acara World Economic Forum bahwa Revolusi Industri 4.0 merupakan sebuah sistem yang mengintegrasikan sistem dunia online dengan sistem produksi industri.
Revolusi yang terjadi ditandai dengan pengoperasian teknologi robot dalam menjalankan sistem produksi dalam indutri manufaktur. Pekerjaan-pekerjaan yang selama ini dikerjakan oleh manusia, kemudian digantikan oleh tenaga-tenaga robot. Sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan penggunaan tenaga manusia.
Tidak hanya penggunaan teknologi robot saja, tetapi ditimpali dengan penggunaan teknologi internet, digital dalam menjalankan semua robot robot yang digunakan. Sehingga semuanya sistem teknologi robot ini dapat dijalankan dengan teknologi informasi yang sangat canggih. Bisa dibayangkan, sebuah pabrik besar yang menghasilkan atau memproduksi mobil selama 24 jam tanpa henti oleh tenaga robot.
Dengan demikian, maka sistem produksi industry manufaktur akan berjalan dengan tingkat efiensi yang tinggi, jumlah waktu produksi yang singkat, bahkan biaya yang rendah, tingkat kesalahan yang terjadi semakin rendah, bisa mencapai akurasi yang sangat canggih, dan tentu saja pada akhirnya kualitas produk akan sangat mewah.
III. Ijazah dan Gelar Vs Kompetensi
Memahami revolusi industri yang bertemakan penerapan teknologi robot, aplikasi sistem teknologi informasi berbasis internet, dan pengelolaan data bahkan big data untuk bisa menjalankan sistem produksi yang, memakasa terjadinya transformasi dalam penyediaan sumber daya manusia atau tenaga-tenaga kerja yang dibutuhkan.
Tak bisa dihindari lagi bahwa kebutuhan SDM yang memiliki kompetensi tinggi menjadi tuntutan dasar bagi idnustri saat ini. Transfirmasi yang harus terjadi adalah bahwa ketrampilan SDM yang dibutuhkan adalah berbasis teknologi informasi. Tugas tenaga kerja fokus pada pengelolaan dan penganalisaan data-data yang bersifat digital.
Dengan demikian, setiap tenaga kerja tidak bisa diandalkan lagi sekedar memiliki selembar ijazah dan sebuah atau sejumlah titel gelar akademik yang dicapai, karena itu semua bukan jaminan mampu menjalankan sistem produksi insdutri yang berbasis robot dan teknologi informasi, digital.
Yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang memiliki sejumlah kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri yang dimasuki. Sebagai contoh, industri pasar modal membutuhkan tenaga kerja yang memiliki kompetensi dibidang pemasaran efek, portfolio investasi, analisa resiko efek. Sehingga kompetensi yang dituntut oleh pelaku industri pasar modal adalah yang memiliki WPPE, MWI, WPEE dan WPPE Pemasaran.
IV. Otonomi Kurikulum Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi saat ini harus berubah sejalan dengan revolusi industri 4.0. Kalau tidak mau merevolusi dirinya maka perguruan tinggi tinggal nama saja karena dia akan menjadi museum yang tidak berguna lagi bagi dunia industri.
Peringatan keras dan tegas ini disampaikan oleh Dr. Ir Illah Sailah MS, Kepala LL Dikti Wilayah III DKI Jakarta, dalam Seminar Nasional bertema Peluang Kerja di Indistri 4.0. Kolaborasi Perguruan Tinggi Dan Industri Pasar Modal Di Era Disrupsi, pada Sabtu 8 Desember 2018, di Kampus Trisakti School of Management.
Dr Illah menegaskan bahwa saatnya setiap kampus segera berbenah untuk berubah mengadaptasi dengan kebutuhan industri sesuai tuntutan revoluasi industry 4.0 ini. Yang diinginkan adalah agar Sistem KBM dapat diinovasi dengan baik agar lulusannya tidak sekedar mendapatkan selembar ijazah dan gealr akademik, tetapi juga dan utamanya kompetensi yang dibutuhkan.
Pengembangan secara kreatif dan inovatif SKPI, Surat Keterangan Pendamping Ijazah menjadi pintu yang baik bagi setiap perguruan tinggi untuk membangun basis kompetensi yang dimiliki secara khas oleh setiap perguruan tinggi. Tidak perlu semua kompetensi dikuasai tetapi fokus pada kompetensi yang menjadi center excellent program studi yang dimiliki.
Mahasiswa tidak bisa lagi hanya mengandalkan untuk cepat selesau studi lalu mendapatkan selembar ijazah dan gelar dan juga mendapatkan transkrip nilai saja. Tetapi harus berusaha mengambil kompetensi-kompetensi yang menjadi kebutuhan dari industry lapangana kerja yang akan dimasuki.
Saat ini, sesungguhnya setiap kampus memiliki kebebasan dan otonomi untuk membangun kompetensi basenya sesuai visi dan misi lembaganya. Karena hampir 70% mata kuliah yang disajikan dan dikelola merupakan arena dan kawasan otonomi perguruan tinggi masing-masing.
Kompetisi mutu dan kompetensi berada di arena seperti itu. Sehingga kalau perguruan tingginya tidak bermutu, itu karena kesalahan dari kampus itu sendiri yang tidak mampu kreatif dan inovatif dalam membaca dan memenuhi kebutuhan industri.
Seminar Nasional ini sangat komplit, karena pembicaranya dari Perguruan Tinggi, dan juga dari pelaku industri Pasar Modal langsung, yaitu PT Indo Premier Sekuritas dan TICMI, lembaga edukasi, trainning dan sertifikasi pasar Modal.
Menarik sekali sharing pengalaman dari TSM, oleh DR. Nurwanti Dewanto, Ketua Jurusan Manajemen TSM, yang sudah sangat jauh melangkah dengan mengintegrasikan kurikulum dari beberapa konsentrasi, yaitu Keuangan, MSDM dan Pemasaran. Saat ini STIE Trisakti ini telah bekerja sama dengan TICMI sehingga mata kuliah PUPM dan Portofoli Investasi, mahasiswanya selain bisa lulus mata kuliah tersebut, tetapi mendapatkan Sertifikasi Kompetensi dibidang Pasar Modal.
Demikian juga dengan Manajemen Resiko, mahasiswa dapat mendapat sertifikasi kompetensi dibidang RSA dan CRP. Sehingga dengan biaya yang relatif sangat murah mereka memiliki bekal yang sangat bagus untuk bekerja dalam industri Pasar Modal. Hal yang sama dengan konsentrasi pemasaran, mahasiswa mendapatkan sertifikasi kompetensi dibidang marketing.
Ini sebuah tantangan yang sangat menarik untuk dijadikan acuan oleh banyak perguruan tinggi. Terutama untuk membangun jaringan dan kerjasam dengan Lembaga Standar Profesi dan Badan Sertifikasi Nasional sebagai jaminan kualifiksi kompetensi yang diberikan kepada mahasiswa.
Kesempurnaan seminar nasional ini menjadi sangat lengkap karena TICMI memaparkan berbagai program pendidikan, latihan serta sertfiikasi yang sudah dikerjakan bersama dengan puluhan bahkan ratusan perguruan tinggi di Indonesia. Ini pekerjaan besar, seperti yang disampaikan oleh Poppy Kutra, Kepala Program TCIMI yang terus meningkatkan gerakan kerjasama dengan semua Pwerguruan Tinggi dalam bentuk TOT. Dengan program ini, maka alumni dari TOT Ticmi ini telah menembus angka 1000an orang, dan dosen yang sudah di TOTkan menembus angka 400an orang.Â
Kedepan akan menjadi barometer untuk memproduksi sebanyak-banyaknya tenaga profesional di bidang Pasar Modal. Dengan harapan besar agar Pasar Modal Indonesia menjadi tuan rumah bagi masyarakat Indonesia sendiri.
V. Era Disrupsi
Merespons semua dinamika dalam menjalani industri 4.0, tidak ada lagi sebuah formulasi baku bagi setiap perguruan tinggi untuk mengejar kemajuan yang sedang ditawarkan. Karena formulasi yang lama sudah tidak bisa lagi menjawab perubahan yang ada.
Keberanian untuk mencoba dan mencoba semua cara untuk mampu beradaptasi dengan dinamika perubahan, bukan sesuatu yang haram, tetapi sesuatu yang dibutuhkan. Tidak ada lagi garis lurus nan linier adanya, tetapi garis disrupsi nan patah-patah. Yang penting masalah bisa diatasi, dan hasil akhir sesuai dengan ekspektasi.
Yupiter Gulo, 9 November 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H