Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jebakan Keikhlasan Dalam Memberi

15 November 2018   14:41 Diperbarui: 15 November 2018   14:50 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.secondhouse.club/the-power-of-giving-and-receiving/

I

Adakah pemberian yang dilakukan dengan ikhlas? Mungkin spontan Anda akan menjawab bahwa "tentu ada!" Kalau betul ada, seperi apakah bentuk pemberian yang ikhlas itu?  Seorang teman yang sangat pragmatis dan sekarang hidup di sebuah negara yang menagungkan pragmatism, setengah beteriak, berkata "Maaf ya, di dunia ini tidak ada yang namanya pemberian yang ikhlas itu, tidak ada pemberian yang tanpa pamrih, semua orang memberi karena memiliki harapan menerima imbalannya!"

Seorang teman mengirimkan pesan buat saya, sekalian meminta pendapat dan nasehat dengan mengatakan bahwa "saya terjebak dalam kata keikhlasan saat saya memberi".  Kisahnya sederhana saja, ditempatnya seseorang teman kerja mengalami kesulitan besar dan dia tergerak untuk memulai mengajak teman-teman sekantor untuk memberikan bantuan dengan ikhlas hati. Dan dia mulai dengan memberi angka rupiah tertentu, dan yang lain juga satu persartu memberikan.

Namunm, dia sangat kecewa karena teman-teman yang diajak, mereka memberikan dengan angka-angka yang sangat kecil dan cenderung "mengejek dan menghina", sehingga dia bertanya dengan nada protes "koq kecil sekali sumbangannnya?". Teman-teman kantornya menjawab, "lho, kan yang diminta memberi dengan ikhlas!".

Walaupun sangat kecewa dangan teman-temannya itu, tetapi dia akhirnya pasrah dan merasa "kejebak dengan keikhlasan memberi". Betulkah bahwa memberi dengan ikhlas itu sebuah jebakan? Jawabannya sangat relatif banget dan tergantung dari sisi si pemberi itu sendiri maupun juga dari sisi yang menerimanya.

II

Kata memberi atau give, giving selalu diikuti oleh kata menerima. Ada orang yang memberikan dan pasti ada orang yang menerima. Ini hukum alam relasi sosial manusia. Aktifitas memberi dan menerima terjadi dalam konteks relasional antara sesama manusia.

Seseorang yang memberikan pasti memiliki alasan tertentu yang hanya sei pemberi yang faham betul makna yang hakiki ketika dia memberi itu. Pada sisi lain, seseorang yang menerima pemberian, juga pasti memiliki alasan tertentu yang hakiki yang hanya dia yang sangat memahami mengapa dia lalu menerima sebuah pemberian itu.

Artinya juga, tidak mungkin terjadi pemberian tanpa penerima. Tidak mungkin orang dipaksa memberikan dan orang lain tidak bisa dipaksa untuk menerimanya. Setipa orang tidak harus memberi, dan karenanya juga seseorang tidak selalu harus menerima pemberian itu.

Pemamahaman ini mau menegaskan bahwa pemberian itu tidak terjadi tanpa alasan tertentu yang kuat dn hakiki. Perimaan pemberian juga tidak mungkin terjadi tanpa alasan yang sangat kuat dan hakiki untuk diterima.

Sangat mungkin alasan antara memberi dari sisi pemberi, dan alasan menerima dari sisi penerima, tidak selalu harus sama persis. Bahkan dalam kenyataan, transaksi memberi dan menerima itu, terjadi begitu saja tanpa si pemberi harus menjelaskan alasan dia memberi, demikian juga sebaliknya, si penerima tidak harus menjelaskan mengapa dia harus menerimanya.

Memang tidak bisa dihindari sebuah kenyataan bahwa si pemberi selalu tangannnya di atas, lalu si penerima selalu tangannya dibawah. Sebab kalau dua-duanya tangannya diatas, atau dua duanya tangannya dibawah, tidak akan terjadi pemberian dan penerimaan itu, hehe!. Tapi yang mau ditegaskan adalah bahwa si penerima selalu dalam keadaan membutuhkan, sedang susah, sulit dan mungkin sedang menderita hidupnya dan keluarganya. Untuk si pemberi selalu kondisinya sebaliknya, secara material ekonomi sedang berkelebihan, berkecukupan hidupnya dan keluarganya.

Lalu, dimana jebakan keikhlasan memberi itu terjadi?

Memberi dengan keikhlasan artinya memberikan dengan tulus, sukarela, tanpa pamrih, tidak mengharapkan balasan apa-apa sama sekali.

Apabila yang dimaksud adalah balasan yang sifatnya material ekonomi sangat mudah difahami, karena sesungguhnya pemberian dalam konteks ini sangatlah dibatasnya pada yang sifatnya material dan bukan nonmaterial. Orang yang menerima pemberian dalam bentuk materi sperti uang, atau barang, produk, kebutuhan sehari-hari dipastikan tidak mungkin akan dibalsa oleh si penerima dalam bentuk barang atau uang juga.

Jadi, ketulusan yang dimaksud dalam memberi adalah yang sifatnya material ekonomi. Ini betul 100%!. Tetapi apaka betul secara non material? Artinya, si pemberi tidak mengharapkan sesuatu sama sekali? Inilah jawaban  dari "alasan dasar dan hakiki mengapa seseorang memberikan.  Keyakinan saya mengatakan pasti ada "balasan" yang diharapkand an ditargetkan.

Sebutkan satu alasan umum dan standar mengapa orang rela memberi, membantu orang yang susah dan lemah, miskin dan marginal, tersisihkan bahkan terbuang dari sitem sosial kemasyarakatan, yaitu merasa bahagia, lega dan damai sejahtera.

Memberi dengan membantu orang lain yang sedang membutuhkan akan terjadi transformasi bagi si pemberi, yaitu merasa ada kelegaan, bahkan bisa menjadi lepas dari sebuah beban hidup yang lama di pendam dan disimpan habis-habisan.

Dan ketika seseorang memberikan maka dia merasa terbebas dari beban itu, dan mencapai sebuah suasana psikologis yang sungguh menyenangkan. Sebutkanlah itu sebagai kebahagian sejati.

Dalam banyak keyakinan spiritual, keadaan itu dianggap sebagai puncak kenikmatan hidup bersama dengan Sang Khalik, nan Pencipta Alam semesta ini. Untuk mencapai ini, maka orang harus memapu melakukan pemberian yang dimimpi-mimpikannnya.

Jadi, sesungguhnya tidak ada pemberian yang ikhlas. Yang ada adalah pemberian karena alasan yang hakiki dan diharapkan oleh si pemberi. Sehingga, ketika Anda mengatakan ikhlas pemberiannya, sesungguhnya disana ada jebakan. Ketika orang tidak memberikan sesuai yang dengan diharapkan, itu artinya alasan hakikinya tidak terpenuhi sehingga dia tidak akan memberikan seperti yang orang lain bayangkan.

III

Konsep memberi atau memberikan, give atau giving merupakan terminology yang sangat familiar ditelinga semua orang dimuka bumi ini. Kata memberi selalu muncul ketika ada orang laing, komunitas lain atau negara lain yang membutuhkan pertolongan dan bantuan karena berbagai sebab. Apakah karena bencana alam, bencana kecelakaan, atau bahkan bencana kemanusiaan lainnya.

Konsep memberi menjadi pemersatu manusia dari berbagai latar belakang yang beragam dan berbeda. Dan semua memahami bahwa disana ada kekuatan dalam memberi itu. Bisa menyatakan orang yang berkonflik sekaligus, bahkan permusuhan bisa  diselesaikan dengan program memberikan itu.

Mengapa kata memberi itu memiliki makna magis ditelinga orang? Karena memberi ini menyentuh langsung dasar hakikat kemanusiaan siapapun dia. Ketika memberi bisa dilakuksan maka disana akan terjadi rekonsiliasai, akan terjadi penyatuan kemanusiaan manusia itu, akan membobol tembok tembok keegoisan, kotak-kotak primordialisme akan dihancurkan dengan kekuatan memberi.

Itu artinya, ketika memberi tanpa kata dan teriakan maka kemanusiaan itu sedang bersatu dalam alam spiritual yang dalam dan mendasar yang tidak membutuhkan kata-kata dan kalimat menjelaskannnya lagi. Cukup dengan mengulurkan tangan, maka spiritual yang universal mendapatkan bentuknya yang konkrit.

Dalam sebuah artikelnya yang berjudul What Really Happens When You Give More Than You Receive, Raphael Zhang, menidentifikasi ada 5 alasan mengapa harus memberi, yaitu :

  1. Saat orang memberi maka semua orang juga akan menerima
  2. Saat memberi, Anda ditolong untuk belajar merasa cukup
  3. Saat memberi, Anda meyakini adanya pemeliharaan Tuhan
  4. Saat mampu memberi akan menuntun Anda memahami siapa Tuhan itu
  5. Saat mampu memberi, Anda yakin hidup itu anugerah Tuhan.

Kelima hal diatas, yang merupakan refleksi pengalaman pribadi si penulis, mencerminkan pengalaman mendalam bagamana seseorang menghayati makna hidupnya selagi memiliki nafas, ditengah-tengah dunia ciptaan Tuhan yang penuh dengan ketidakpastian, dan keyakinan bahwa apapun yang ada dibumi dan dijagada raya ini adalah dibawah kendali Tuhan.

Memahami Sang Pencipta Langit dan Bumi hanya bisa dicapai ketika kita mampu memahami semua ciptaannya yang ada di bumi ini setiap hari. Interaksi antar sesama manusia mengajarkan kepada kita bagaiman sesungguhnya makna hidup dalam konteks saling membutuhkan, saling mendukung, dan saling menjaga, memproteksi dan memilihara.

Pesan besar itulah yang sesungguhnya diinginkan oleh Tuhan Sang Maha Pencipta kepada setiap manusia dibumi ini untuk menjada dan memeliharanya demi kebahagiaan bersama, kedamaian bersama dan kemajuan bersama.

Dengan demikian, maka pemberian yang ikhlas bukan lagi dalam konteks harus mengharapkan balasan yang sama dengan pemberiannya. Tetapi terjadinya keseimbangan kehidupan yang  dijalani oleh setiap orang.

Orang yang memberikan akan sungguh mengalami metaformasi atau transformasi ketika dia pernah berada pada posisi membutuhkan pemberian dan begitu mahal dan bermaknanya pemberian itu saat di butuhkan.

Hidup manusia dimuka bumi ini, tidak selamanya selalu hanya memnerima pemberian. Tetapi suatu saat akan berada pada posisi untuk memberikan kepada orang lain.

Pesan bijaksananya adalah "hendaknya saling memberi dan saling memperlengkapi agar selalu tersedia persediaan makanan dan minimunan bagi siapa saja yang membutuhkan".

It's not how much we give but how much Love we put into giving -- Mother Teresa
 

 Suatu ketika Sang Guru berkata kepada murid-muridnya bahwa, adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima. Dengan pesan makna yang hakiki bahwa hidup yang dimiliki sekarang merupakan anugerah Tuhan yang harus bertumbuh dan berguna bagi kehidupan yang dititipkan oleh Tuhan sendiri kepada setip orang.

Jadi, hidup yang bertumbuh dan berguna adalah hidup yang selalu berorientasi memberikan dan bukan menerima saja. Sang Guru sudah terlebih dahulu memberikan maka muruid-murid juga harus berlatih untuk memberikan.  Tentu, ada waktu untuk memberi dan melayani, dan ada waktu untuk menerima dan beristirahat. Anda harus dan  perlu menggunakan hikmat  Tuhan yang telah berikan dan diterima untuk mengelola segala hal yang di miliki dengan bijak.

Dengan demikian maka sesungguhntya, ketika Anda mampu memberi maka itulah hak istimewa yang diberikan Tuhan buat Anda. Jadi, memberilah dengan sukacita, dan bukan dengan sedih hati atau karena paksaan.

Yupiter Gulo, 15 November 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun