Berapa Miliar Harga Diri Anda ?
Kalau pertanyaan ini diajukan kepada Neneng Hasanah Yasin, Bupati Kabupaten Bekasi, dia akan mengatakan bahwa harga dirinya Rp 13 miliard, dan minta dibayar dulu Rp 7 miliard agar di bisa memberikan izin-izin pembebasan tanah dalam pembangunan raksana mega proyek superblock Meikarta.
Coba tanyakan kepada Setyo Novantoberapa harga dirinya? Lalu dia akan menjawab bahwa harga dirinya sebesar Rp. 574,2 miliar atau sekitar 11% dari Rp. 5,9 miliad total nilai proyek e-KTK yang dikorupsi sekitar 49% oleh berbagai pihak.
Kemudian yang paling baru, kasus OTT KPK ke 100 orang pada Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, kira-kira berapa harga dirinya, dan dia akan mengatakan sebesar Rp 100 juta hingga Rp 200 juta untuk mutasi pejabat.
Begitulah harga diri para bupati dan pejabat negera di republic ini, yang dapat dibeli dengan sejumlah uang tunai agar mereka mengikuti dan menuruti keinginan dari si “pembeli” harga dirinya itu. Ada yang besar tetapi ada juga yang harganya kecil. Kasus OTT KPK di Kota Malang Jawa Timur misalnya, anggota legislatif atau DPRD disana ketangkap tangan hanya dengan uang sebesar antara rp 10 juta hingga 3oan juta rupiah, sehingga 41 orang anggota dewan “terhormat” ini harus pindah ke “hotel prodeo” bersama dengan Bupatinya.
Besarnya Nilai Berbeda-beda
Bila direnungkan dan dicermati dengan seksama dan mendasar tentunya, maka hidup didunia ini tidaklah sesulit yang banyak orang bayangkan ketika memahami dan mengerti dengan benar arti dari apa yang disebut nilai atau value. Sebab, tanpa disadari seseorang beraktifitas dan melakukan sebuah pekerjaan, atau menekuni sebuah profesi atau memilih job tertentu, karena disana dia mencari dan merealisasikan apa yang disebut Nilai atau Values.
Nilai atau values itu menunjukkan sesuatu yang memiliki makna yang sangat penting bahkan hakiki dalam diri seseorang yang seterusnya akan menjadi patokan dan acuan untuk bertindak dan menjalani kehidupan kesehariannnya. NIlai atau nilai-nilai ini, atau sebut saja sebagai Sistem Nilai Pribadi atau the personal values system, menjadi panduan seseorang menjalani kehidupannnya dari kesehari.
Dipastikan bahwa setiap orang tidak sama sistem nilai yang dianut atau dimiliki dan dikembangkan. Dan memang seharusnya demikian, yaitu setiap orang bebas menentukan dan memilih sistem nilai masing-masing. Sebab, secara historis setiap orang berbeda dalam membentuk nilai. Historis ini dibangun dari latar belakang kehidupan keluarga dan rumah tangga, latar belakang pengalaman kerja, perjalanan hidup, lingkungan tempat bekerja, pengalaman manajerial, dan sebagimana.
Yang hendak ditegaskan sebetulnya adalah bahwa ketika seseorang memiliki sitem nilai maka semua gerakannnya, yang mendukung penguatan dan perwujudan nilai-nilai itu, akan menjadi pumpunan atau fokus keseharian hidupnya. Sebutkanlah misalnya mencari pekerjaan, maka cari dan pilihlah yang mendukung sistem nilai pribadi yang dimiliki. Hindari pilihan profesi yang bertentangan dengan sistem nilai yang dianut, karena itu akan bertabrakan dalam batin, hati dan pikiran, dan akan menyebabkan hidupnya menjadi tidak damai, tidak tenang, tidak fokus, tidak produktif. Bahkan bisa merusak dirinya sendiri, dan kinerjanya tidak pernah akan maksimal.
Terus menerus belajar dan melatih pencarian, penemuan dan pembentukan serta pengembangan nilai-nilai pribadi itu akan menjadi “agenda kehidupan seseorang selama dia masih hidup”. Something the like unifinish task for everyone and every body”. Disebut unfinish task, karena itulah dinamika yang harus terus dikelola oleh setiap orang hingga akhir hayatnya. Dan dengan demikian, hidup manusia itu menjadi tidak stagnan, tidak kaku, tetapi terus beradaptasi dengan semua perubahan yang dihadapi
Cara Menentukan Harga Diri Anda
Kasus-kasus OTT KPK terhadap ratusan kepala daerah dan kepala pemerintahan darerah serta para pimpinand annggota DPR/D memperlihatkan bagaimana mereka menetapkan harga bagi dirinya sendiri untuk dibeli oleh para penyuap dan transaksipun terjadi. Artinya, oranglah yang memberikan dan menentukan harga bagi dirinya.
Kasus OTT KPK merupakan contoh yang sangat bagus bagaimana seseorang salah dalam menentukan harga bagi dirinya sendiri. Bukan persoalan apakah nilainya rp 10 juta saja atau 500 miliar misalnya. Karena sesungguhnya, ukuran harga diri seseorang pada dasarnya tidak bisa diukur dengan rupiah. Mungkin ilustrasi yang diberikan oleh seorang Guru Besar akan membantu untuk Anda tidak keliru menentukan harga bagi diri Anda.
Di sebuah kelas mata kuliah Filsafat, seorang Guru Besar atau Profesor mengajukan sejumlah pertanyaan kepada mahasiswa dan mahasiswanya memberikan tanggapan yang sangat menarik sekaligus pembelajaran tentang nilai atau harga kehidupan bagi seseorang.
Pertanyaan pertama, "menurut kalian berapa harga selembar kertas?" Kemudian tak lama seorang mahasaiswanya memberikan jawaban, "...sangat tergantung dari apa ISI kertasnya Prof!. Artinya, apabila kertas itu berupa surat cek/giro yang BERISI nominal dengan jumlah yang banyak, tentu kertas itu akan menjadi sangat berharga.".
Pertanyaan kedua, kemudian si Profesor melanjutkan pada pertanyaan berikut dan bertanya lagi, "Sekarang menurut kalian, sebutkan berapa harga sebuah kanvas?"Lalu, seorang mahasiswa lain menjawab demikian, "...menurut saya Prof, harga sebuah kanvas itu sangat tergantung dari siapa pelukis kanvas itu!". Jawab seorang mahasiswa di bangku depan. Dan sang Guru Besarpun tersenyum sebagai tanda dia puas akan jawaban mahasiswa tersebut, sehingga dia melanjutkan pada pertanyaan yang berikut.
Pertanyaan ketiga, baiklah para mahasiswa, saya punya pertanyaan berikut yang juga sangat sedeerhana, yaitu "...menurut Anda semua, sesungguhnya berapa harga sebuah buku?". Mahasiswa lain memberikan mengangkat tangan dan memberikan jawaban, "...menurut saya, harga sebuah buku itu sangat ditentukan dan tergantung siapa penulisnya". Lagi sang professor tersenyum mewah sebagai petunjuk dia senang dengan respon mahasiswa yang satu ini, bahkan suasan kelaspun menjadi hangat dan aura semangat sangat terasa. Saya memiliki pertanyaan berikut agar diberi jawaban yang baik, demikian Sang Guru Besar meloanjutkan kuliahnya.
Pertanyaan keempat, "...menurut kalian, yang sering meninton, berapa harga sebuah film?". Karena mahasiswa berebut menjawab, Profesor menunjuk seorang mahasiswi untuk memnjawabnya. Mahasiswi ini menajwab "...menurut saya Prof, harga sebuah film sangat ditentukan oleh siapa pemain dan sutradaranya". Demikian sahut mahasiwa yang diikuti senyum dan ketawa kecil para mahasiswa lain didalam kelas kuliah Filsafat ini.
Profesorpun betul-betul puas dan menarik nafas panjang-panjang, lalu berkata kepada mahasiswanya, baiklah kalau demikian, saya punya pertanyaan yang terakhir untuk dijawab, agar diperhatikan dengan seksama dan baik-baik.
Pertanyaan kelima, "bila kalian merenungkan dengan sungguh-sungguh, maka menurut kalian, berapa harga sebuah KEHIDUPAN Anda, berapa harga diri Anda?" Rupanya pertanyaan terakhir ini tidaklah mudah dan diluar dugaan dari para mahasiswanya. Suasana kelaspun menjadi hening karena tidak ada yang langsung merespons pertanyaan terakhir dari Sang Guru Besar kuliah Filsafat ini.
Mengapa menjadi hening dan tidak spontas dijawab oleh mahasiswa, karena yang sedang ditanyakan oleh sang professor ada bukan barang, bukan buku, bukan film, bukan kertas, dan bukan harga makanan. Ini adalah harga diri si mahasiswa yang dimiliki saat ini dan saat mendatang hingga ajal menjemputnya. Akhirnya professor memecahkan keheningan kelas denga menjawab.
"sesungguhnya tidaklah sulit jawabannya, karena harga diri manusia itu, harga diri Anda dan harga diri kita sangat tergantung dari bagaimana manusia itu, Anda, Saya dan kita sebagai manusia MENGISI dan MENJALANINYA setiap hari. Sebab, dalam keseharian hidupnya manusia itu, sering kali nilai dirinya di mata orang lain itu dinilai rendah bahkan tidak memiliki nilai".
Disinilah permasalahan diri yang dihadapi oleh seseorang, yaitu ketika nilai atau harga dirinya ditentukan orang lain sangat rendah bahkan tak bernilai, maka dia merasa hidupnya juga tak berarti dan tidak berharga. Bila ini terjadi, maka bisa fatal akibatnya, misalnya orang itu menjadi lemah semangat hidupnya, putus asa, bahkan bisa lebih fatal lagi bunuh diri.
Ini salah dan keliru, karena yang menentukan harga dirimu bukan orang lain tetap Anda sendiri. Andalah yang mengisi hidup Anda sesuai dengan hal-hal yang memiliki nilai abadi dan kekal, dan bukan nilai yang fana, material yang habis dan hilang, tetapi yang tidak pernah akan hilang dari dalam diri Anda dan sekaligus sebagai alasan mengapa Anda hidup, mengapa Anda melakukan sesuatu karena nilai yang Anda isikand alam hidup Anda.
Hidup Singkat, Isi dengan Benih Kebaikan
Dan kelas mata kuliah Filasafat ini benar-benar menjadi hening, sebagai indikator bahwa mahasiswa sedang berada pada level perenungan tentang makna dan harga diri bagi dirinya sendiri. Mereka merenungkan apa yang dilihat, diamati dan terjadi disekitarnya tentang praktek-praktek jual beli harga diri oleh para pejabat dan oknu.
Mahasiswa sangat faham bahwa menjual harga diri dengan murah sesungguhnya tidaklah sulit, apalagi bila harga rendah, pasti kosumen banyak. Tetapi mereka juga faham dan merasakan bahwa hidup ini tidaklah sekedar nilai rupiah saja, yang tidak kekal dan abadi. Rupiah ini bisa dicari banyak tetapi juiga akan habis banyak. Merekaa faham bahwa harga dirinya, harga kehidupannnya ada ditangannya kini dan seterusnya.
Dalam keheningan kelas ini, “... lalu sang profesor memberikan makna terakhir bawa, jangan pernah biarkan orang lain menentukan harga bagi kehidupan Anda, BIARKANLAH, biar anjing menggonggong tetapi kafilah tetap berjalan, biarkan penonton pergi meninggalkan Anda tetapi the show must go on.
Hidup Anda harus terus bergerak dan berjalan kedepan dan bukana kebelakang. Sebab sejatinya diri Andalah yang faham betul nilai hati dan nilai perbuatan Anda, BUKAN orang lain. Artinya pula bahwa apabila Anda menabur dengan setia benih-benih yang baik, niscaya hasil tuaiannya pun pasti akan menghasilkan kebaikan, dan hasil karya Anda akan bernilai tinggi dimata setiap orang”
Nilai dari kebaikan itu adalah ditentukan oleh karakter, integritas, kejujuran dan ketulusan hati Anda.
Yupiter Gulo, 27 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H