Rupiah Melemah Terus
Nilai rupiah semakin tertekan dan melemah terhadap dollar AS. Siang ini pada pukul 11 menyentuh angka Rp. 15.260 per dollar AS, naik cukup signifikan sejak seminggu yang lalu yaitu Rp.15.025 per dollar. Apa yang saya tulis pada artikel sebelumnya bahwa kemungkinan pertama yang sangat kuat akan terjadi, yaitu rupiah semakin tertekan dan melemah terhadap dollar.
Isu melemahnya nilai rupiah pada hari ini, tidak seheboh seminggu yang lalu, ketika menembus angka 15.000 rupiah perdolar AS, karena itu dianggap sebagai angka psikologis, seperti angka sebelumnya yaitu 14.000, 13.000 dan 12.000.Â
Seperti biasanya, kalau angka psikologis sudah lewat, biasanya menjadi terbiasa, dan marketpun tidak sangat reaktif. Angka psikologis berikutnya adalah pada 16.000 perdolar AS.
Tapi tertekannya nilai rupiah terhadap dolar hari ini, menjadi menarik karena sedang berlangsungnya peristiwa besar dunia di Bali, yaitu IMF-World Bank Annual Meeting yang berlangsung di Bali sejak dua hari yang lalu, 8-14 Oktober 2018.Â
Sidang tahunan IMF-WB ini diikuti oleh sekitar 189 negara dan puluhan ribu peserta. Sidang kali ini menurut kabar merupakan sidang tahun terbesar setelah yang pernah diadakan.
Penyebab Rupiah Tertekan
Tekanan terhadap nilai rupiah saat ini dan beberapa waktu ke depan, dipastikan akan didominasi oleh pengaruh ekonomi global yang sampai sekarang sangat kuat. Dan dengan demikian, bukan saja nilai mata uang rupiah yang melemah, tetapi semua mata uang, terutama di emerging market atau mata uangnya negara-negara sedang berkembang, yang pada umumnya ekonominya "tergantung" dari dinamika ekonomi dari negara-negara kuat dan besar, seperti USA dan China.
Adalah faktor kekuatan ekonomi Amerika yang menjadi pendorong dinamika ekonomi dunia saat ini, terutama  gerakan dari nilai dollar yang terus-menerus naik selama tahun 2018 ini.
Adalah Managing Director of International Monetary Fund, Christine Lagarde menjelaskan tentang kemungkinan besar akan ada kebijakan The Fed untuk menaikkan lagi rate dollar, sehingga kemungkinan genap 4 kali rate dollar dinaikkan dalam 2018, setelah berturut-turut pada Maret, Juni,September yang baru saja dengan 25 bps, dan (mungkin) desember 2018.Â
Sesuatu yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk oleh BI. Sejauh kebijakan ini akan terjadi, maka kecenderungan nilai mata uang di sejumlah negara akan terus tertekan,termasuk rupiah sendiri.
Mengapa AS terus menaikan rate dollarnya? Publik di seluruh dunia paham bahwa perbaikan ekonomi dalam negeri AS semakin kuat, menyebabkan dia terus menggunakan kebijakan pengetatan ketimbang pelonggaran nilai dollarnya, sebagai upayanya untuk mengatasi krisis keuangan yang terjadi.
Penguatan ekonomi dalam negeri AS juga tidak bisa dipisahkan dengan "perang dagang" yang sedang dihadapi dengan negara China saat ini dengan kebijakan saling menaikkan tarif pajak import masing-masing. Persaingan dagang antar kedua negara besar ini dipastikan berdampak langsung kepada perekonomian global, termasuk Indonesia sendiri.
Nampaknya, situasi ini akan mendorong semua negera-negera di dunia untuk melakukan berbagai upaya, taktik dan strategi untuk tidak terjebak dan kejeblog dengan dampak yang dari perubahan kurs mata uangnya masing-masing. Akan ada berbagai kebijakan yang dikeluarkan untuk melindungi ekonomi dalam negerinya.
Kemampuan setiap negara berkembang untuk menghadapi, mengantisipasi dampak yang akan dialami tentu akan berbeda-beda. Tergantung kekuatan dari fundamental ekonomi yang dimiliki.
Pada bulan September yang lalu Indonesia meyakinkan publik bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih sangat kuat dan solid, sehingga tidak perlu takut atas melemah atau terdepresiasinya nilai rupiah terhadap dollar AS.Â
Yang ditakutkan adalah ketika angka defisit neraca perdagangan negatif yang dimiliki Indonesia. Walaupun angkanya minus 3,04%, tetapi karena capital-inflow sangat kencang maka defisit ini bukan ancaman yang ditakutkan. Angka defisit yang lebih rendah dari itu pernah terjadi namun tidak menjadi problem dan bisa diatasi.
Masih ada 3 bulan menuju akhir tahun 2018, dan The Fed akan (kemungkinan) menaikkan lagi rate dollar AS, maka menarik untuk dicermati bagaimana kekuatan ekonomi Indonesia untuk menahan laju pelemahan nilai rupiah itu.
Seberapa mungkin rupiah akan menembus angka psikologis berikutnya, yaitu 16.000 rupiah per dollar.
Siapa yang Untung?
Ketika rupiah melemah dan tertekan terus maka nilai barang yang akan diimpor akan semakin mahal dari sisi rupiah ketika harus dibayar nilai impor itu sendiri. Sedangkan nilai ekspor akan semakin besar nilainya ketika menerima pembayaran dalam bentuk dollar AS.
Ini artinya, yang paling diuntungkan dengan melemahnya nilai rupiah terhadap dollar adalah para pengusaha ekspor yang menjual produknya ke luar negeri. Dari sisi eksportir, semakin melemahnya nilai rupiah, bila perlu menembus angka 18.000 rupiah, maka mereka akan semakin senang dan bangga karena keuntungannya akan semakin tinggi.
Sementara, para pengusaha yang mengimpor barang-barang atau bahan baku dan komponen-komponen produksinya akan semakin mahal nilainya ketika dibayar dengan rupiah saat dibeli dengan dollar.Â
Biaya produksinya akan semakin mahal, dan mendorong mereka untuk menetapkan harga barang semakin mahal. Kalau harga semakin mahal, maka konsumen akan membayar mahal dan akibatnya akan terus menjadi mata rantai yang tidak terputus.
Tugas pemerintah adalah menjaga agar nilai ekspor harus terus lebih besar dari nilai importnya, agar neraca perdagangannya tidak menjadi deficit adanya.Â
Keseimbangan antara impor dan ekspor akan menjadi area yang harus dikawal agar gejolak ekonomi dalam negeri tidak terganggu dan masyarakat akan tetap aman-aman dan damai-samai saja tanpa kepanikan secara ekonomi.
Dampak Pertemuan Tahunan IMF-WB
Rapat atau pertemuan tahunan antara IMF dan Kelompok Bank Dunia di Bali yang sedang berlangsung, merupakan momen raksasa dan bergensi karena tidak semua negara mampu dan dipercaya untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraannya. Â
Hingga hari kedua berlangsung sampai tanggal 14 yang akan datang, menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih sangat kuat dan mampu melakukannnya.
Ini tentu prestasi yang luar biasa, setelah keberhasilan Indonesia menyelenggarakan Asian Games 2018 dengan sangat sukses dan mendapat pujian luar biasa dari seluruh dunia. Dan sekarang sedang berlangsung Asian Para Games 2018 yang juga sangat meriah dan sukses.
Nilai yang sangat besar dan mahal dan berdampak besar bagi Indonesia adalah bahwa disana ada trust, ada kepercayaan dunia internasional kepada pemerintah dan rakyat Indonesia sebagai sebuah negara "besar", yang mampu melakukan hal-hal besar. Di sana, Indonesia sedang  memainkan peranan penting dalam dunia global dan internasional.
Perhelatan dunia ini, juga menjadi promosi kuat dan besar-besar bagi Indonesia agar investor global masuk Indonesia. Berdasarkan catatan yang bisa dibaca di berita, akan ada nilai investasi sebesar sekitar 200 Triliun rupiah akan masuk ke Indonesia dalam bentuk pembangunan infrastruktur diberbagai sektor, dan akan segera di tanda tangani MOUnya.
Nampaknya, ini bukan main-main nan isapan jempol atau mimpi di siang bolong saja. Bukan, tetapi sungguh-sungguh nyata akan masuk di negeri yang kaya kemajemukan ini. Indonesia sedang menjadi perhatian dunia untuk lebih maju dan lebih baik.
Pertanyaannnya kini adalah apakah masyarakat Indonesia siap menerima trust dunia dan global ini ini? Artinya, apakah publik dalam negeri Indonesia masih terus harus melemahkan pemerintah yang sedang terus berjuang untuk meletakkan dasar infrastruktur yang kuat agar negeri ini bisa "terbang" menuju mimpi, cita-cita luhur pendiri bangsa ini?
Jakarta, 10 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H