Gawai diakui memang sangat bermanfaat pada era digital sekarang ini namun harus diakui ada banyak efek sampingan yang kalau tidak dikendalikan dan dikelola akan membawa malapetaka yang tidak diinginkan.Â
Peran OrangtuaÂ
Fenomema gawai ditengah-tengah kehidupan keluarga di Indonesia memang sesuatu yang baru. Perubahan dan kemajuan yang terjadi begitu cepat terjadi sehingga masyarakatpun seakan tidak siap untuk menerima teknologi ini untuk membawa perubahan yang lebih baik, dalam hal meningkatkan produktivitas dalam pekerjaan. Umumnya orang lebih banyak memanfaatkan sebagai gaya hidup dan hiburan semata-mata.
Dikalangan anak-anak juga demikian, walaupun ada sekolah yang mendorong anak-anak memanfaatkan untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah bahkan untuk melakukan ujian atau test online dan tentu saja ini sangat baik. Namun sangat mungkin jumlah sekolah seperti itu tidaklah banyak, dan adanya di kota-kota besar. Bagaimana dengan diluar kota besar? Sangat mungkin permasalahannya akan menjadi lebih runyam ya dan juga dampaknya yang lebih serius.
Masalah serius yang sangat ditakutkan adalah dampak negatif penggunaan gawai oleh anak-anak di tengah keluarga. Temuan kementerian Komunikasi dan Informasi awal tahun 2018 menunjukkan bahwa 63,34% pengguna internet adalah anak-anak usia 9 -- 15tahun, yang berarti anak-anak usia sekolah SD sampai SMU.Â
Kemudian hasil jajak pendapat kompas memperlihatkan bahwa ada kekuatiran dari orangtua apabila anak-anaknya terkena dampak buruknya, Â khususnya konten dari internet yang mereka buka atau akses, yaitu 62,3% dampak pornografi, 14,25 dampak informasi tentang kekerasan, 8,5% dampak gaya hidup konsumtif, bahkan gim daring sebesar 34,3% sebagai dampak negatif.
Melihat kondisi seperti ini, mau tidak mau, peran orangtua menjadi penting bahkan vital untuk melakukan pengawasan bahkan pengendalian yang super ketat. Bukan persoalan jumlah anak banyak atau sedikit, tetapi seorang anakpun yang menjadi korban dari dampak penggunaan gawai itu menjadi besar efeknya. Sebab anak-anak memiliki entitas yang sama untuk dijaga dan dikembangkan dan dijauhkan dari efek negatif apapun. Anak-anak menjadi pemilik masa depan kehidupan suatu bangsa, negara dan kebudayaan.
Harus difahami bahwa keberadaan setiap keluarga dan setiap orangtua memiliki heterogenitas  yang tinggi, baik dari status sosial, status ekonomi dan tingkat pendidikan, budaya, bahkan tingkat literasi tentang gawai, sehingga menjadi penyebab tinggi rendahnya kemampuan menangani masalah dampak penggunaan gawai ini.
Manarik melihat hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuli Irmayati (2018) tentang "peran orngtua dalam mendampingi penggunaan gawai pada anak usia prasekolah" menemukan bahwa :
- Peran orangtua dalam mendampingi penggunaan gawai pada anak prasekolah memiliki perbedaan antara peran ayah dan peran ibu. Peran ibu lebih besar dalam mendampingi penggunaan gawai pada anak.
- Mayoritas ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung menemukan cara-cara yang menarik untuk mendampingi penggunaan gawai pada anak prasekolah yaitu dengan cara turut bermain gawai bersama anak dengan mengarahkan anak untuk membuka konten yang bermanfaat bagi pembelajaran anak dan menerapkan batasan durasi serta aturan-aturan bagi anak dalam bermain gawai sehingga dapat menstimulasi kemampuan literasi dan menambah pengetahuan anak prasekolah. Sedangkan ibu yang memiliki pendidikan rendah cenderung mengalami hambatan dalam menemukan cara-cara yang menarik untuk mendampingi penggunaan gawai pada anak prasekolah, sehingga membuat anak anak mulai mengakses konten-konten negatif yang kurang bermanfaat bagi pembelajarannya.
- Faktor pendukung peran orangtua yaitu pengetahuan ayah dan ibu mengenai dampak penggunaan gawai bagi anak prasekolah.
- Faktor penghambat peran orangtua berasal dari ayah karena keterbatasan waktu dan kendala dari pihak ibu lebih banyak pengendalian emosi pada anak dan rendahnya tingkat pendidikan.
Walaupun tidak terlalu representative karena sampel yang sangat terbatas dan penelitian kualitatif yang dilkakukan, namun hasil penelitian ini menarik untuk ditindaklanjutin, karena pembicaraan diranah publik marak tentang issue perlunya literasi yang lebih intens dilakukan kepada orangtua yang memiliki anak-anak dibawah usia.
Artinya pula, perlu studi intensif oleh Kantor Kementerian terkait untuk memetakan situasi empiric yang ada. Literasi teknologi gawai harus fokus kepada keluarga yang sangat rentan dampak negatef penggunaan gawai itu. Seperti keluarga yang orangtuanya sibuk bekerja dan level pendidikannya rendah seperti temuan penelitian diatas.