Pesan moral yang sangat penting dan mendasar ini menjelaskan bahwa menanam benih sama saja "menguburn"-ya didalam tanah, yang maknanya bahwa benih itu harus mati dahulu dengan berada didalam bawah tanah yang gelap gulita dan dalam jangka waktu tertentu, benih ini akan berubah, menumbuhkan tunas, dan tunas itu akan menembus tanah naik keatas dan menjadi sebuah kehidupan baru yang menghasilkan buah-bauhnya.
Menanam benih, menguburnya dalam tanah dalam waktu panjang, menegaskan bahwa menanam itu merupakan tahapan awal kehidupan yang membutuhkan pengorbanan. Harus ada yang dikurbankan dahulu sebelum ada kehidupan dan menghasilkan buah-buah yang menjadi sumber hidup. Tanpa pengorbanan, benih tidak akan pernah tumbuh apalagi menhasilkan buah. Tanpa kemampuan mengorbankan sesuatu benih maka niscaya akan memperoleh hasil dan kehidupan.
Menanam itu Tindakan Orang Beriman
 Belajar dari seorang petani tidaklah terlalu sulit, namun yang sulit adalah memahami makna hakiki dari pekerjaan seorang petani, khususnya menanam, menanam dan terus menanam benih. Apakah yang petani lakukan ketika ia memiliki ladang tandus yang tidak menghasilkan apapun? Apakah petani ini mengeluh, menyesal, marah-marah? Tidak, petani sama sekali tidak pernah mengeluh.
Yang petani lakukan adalah mulai menanam benih, karena petani sangat mengerti bahwa tidak akan terjadi apa-apa sampai dia mulai menanam benih. Langkah awal adalah "bekerja menanam benih", dan bukan untuk menesali tandusnya tanah yang dimiliki. Yang penting tanam dahulu. Tentu saja si petani ini bisa mendoakannya, tetapi itu tidak akan menghasilkan panen. Karena yang mengasilkan panen adalah pekerjaan menanam beinh, itu sebabnya Ia harus mulai menanam benih.
Sesungguhnya tindakan petani untuk menanam benih itu merupakan tindak orang yang beriman kepada Tuhan yang diyakininya. Petani menyadari bahwa tidak mungkin akan Tuhan datangkan dari langit panen yang dibutuhkan tanpa dia mulai menanam benihnya. Ini menjadi sangat penting dan vital. Karena banyak orang merasa beriman tetapi tidak penah menanam benih. Yang dilakukan adalah berdoa terus meminta hasil panen dari Tuhan. Ini salah sama sekali.
Artinya begini, mungkinkah Anda berpikir Andalah yang menunggu Tuhan. Anda berpikir Anda sedang menunggu Tuhan untuk mewujudkannya. Anda berpikir Anda sedang menunggu Tuhan untuk mengirimkan Anda pasangan hidup.Â
Anda berpikir Anda sedang menunggu Tuhan untuk rezeki nomplok. Tetapi Tuhan berkata, "Engkau sedang menunggu-Ku? Aku yang sedang menunggumu! Aku sedang menunggumu untuk menanam benih." Segala sesuatu dalam hidup ini dimulai dari sebuah benih, apakah itu menyangkut hubungan, pasangan hidup dan pernikahan, hubungan atau relasi bisnis. Tidak akan ada yang terjadi sampai benih itu ditanam.
Tanpa Pengorbanan Kehidupan Tidak Ada
Tidak mudah mencari dan menemukan orang yang belajar dengan tekun seperti seorang petani yang selalu setia menanam benih. Zaman sekarang ini didominasi oleh sikap yang pragmatisme, dimana setiap orang hanya mau melakukan sesuatu yang bermanfaat secara ekonomi bagi dia secara instan saja. Mau menanam benih ?, hmm tunggu dulu, karena itu butuh waktu yang lama, butuh biaya besar, butuh waktu yang lama dan belum tentu hasilnya  ada dan mencukup kebutuhannya dan keturunannya.
Era sekarang yang disebut era digital dan disrupsi, ditunjukkan oleh sikap orang yang mau taat kepada sebuah proses, tetapi langsung ke hasilnya saja. Akibatnya adalah kecenderungan setiap orang untuk "melakukan apa saja, bahkan menghalalkan segala cara untuk memanen seketika". Â Bila perlu mengorbankan kepentingan orang lain, demi bisa memanen seketika.Â