Warga Negara Yang Baik adalah Yang Menggunakan Haknya Untuk Memilih !
Salah satu issue hangat dalam obrolan memasuki Pilkada Serentak 2018 adalah kewajiban atau keharusan menggunakan Hak Pilih dalam Pilkada ataupun dalam Pemilu di Indonesia. Isunya adalah bagaimana agar masyarakat jangan menjadi tidak memilih atau GOLPUT alias Golongan Putih. Biasanya semakin tinggi jumlah Golput berarti semakin menurun tingkat pasrtisipasi masyarakat dalam pemilu.
Berdasarkan data yang ada, secara Nasional Golput itu semakin meningkat dari tahun ke tahun seperti yang nampak dalam tabel berikut ini (https://assets.rappler.com). Hingga Pemilu Presiden tahun 2004 banyak Golput sudah sampai pada angka 29,1%. Angka yang tentu saja sangat tidak sehat dalam berdemokrasi suatu bangsa dan negara.
Pada saat Indonesia berhasil memulai menyelenggarakan Pilkada Serentak seluruh Indonesia pada tahun 2015 dengan 829 pasangan calon yang berjuang bersaing dan memperebutkan voters untuk wilayah 9 provinsi dengan jumlah kapupaten 224 sementar 36 walikotamadia, menunjukkan tingkat Golput sampai 30%. Dan salah satu yang paling banyak Golputnya adalah Medan di Sumatera utara karena hampir 75% lebih menjadi Golput. Sangat ironis !
Ini ironis karena masyarakat tidak peduli dengan Pimpinan tertinggi didaerahnya. Padahal setelah terpilih nantinya, selama lima tahun akan menentukan bagaimana arah pembangunan daerah di wilayahnya. Artinya pula bahwa masyarakat yang tidak ikut memilih yang seharusnya memiliki hak, dia sendiri tidak bertanggungjawab terhadap kemajuan yang hendak dicapai didaaerahnya.
Ikut memilih dalam pilkada atau pemilu merupakan hak setiap penduduk yang memiliki KTP yang sah. Hanya saja memang tidak ada sanksinya bagi warga yang tidak ikut memilih, apapun yang menjadi penyebab atau alasannya. Coba kalau ada sanksinya yang berarti, saya pastikan semua orang akan datang untuk memilih.
Sebagai warga negara yang bertanggungjawab atas masa depan negaranya, harusnya setiap warga yang memiliki hak pilih harus memilih. Bukan karena tidak ada sanksi lalu tidak harus memilih, tetapi karena sesungguhnya kemajuan suatu masyarakat hanya akan terwujud apabila tingkat partisipasi warganya tinggi selalu. Â Kemajuan yang dimaksudkan disini sebetulnya adalah kemajuan jangka panjang dan bukan kemajuan dan perkembangan yang seketika atau instan.
Apapun kondisinya, pembangunan suatu bangsa dan negara hanya bisa dinikmati oleh masyarakatnya dalam jangka waktu yang sangat panjang, katakanlah 10 tahun, 20 tahun bahkan 30 tahun kedepan baru nampak hasilnya. Konsekuensinya adalah yang menikmati hasil pembangunan adalah generasi berikutnya dan bukan generasi sekarang.
Bagian inilah yang menjadi asalan yang sangata mendasar dan kuat, serta lebih menjadi tanggungjawab moral ketimbang tanggungjawab hukum atau aturan atau undang-undang sekaligus. Yaitu, demi kebaikan dan kemajuan anak, cucu dan cicit kita yang lebih maju dikemudian hari. Kesadaran inilah yang harusnya menjadi concern dan agenda ketat dari setiap pemangku kepentingan didalam Negeri Indonesia ini. Tanpa pertimbangan semacam ini maka republik tidak akan beranjak dari kondisi keterpurukan selalu.
Mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam mengikuti Pilkada berarti menurunkan tingkat Golput, dan artinya keasadaran moral dan tanggungjawab warganya semakin meningkat. Ini bisa berarti bahwa masyarakatnya akan semakin maju karena peduli kepada pimpinan yang akan dipilih. Dan kalau ini yang akan terjadi maka masyarakatnya, daerahnya, wilayahnya dan bangsanya akan menjadi kuat dan sangat kuat. Ini akan menjadi fondasi kokoh bagi suatu bangsa menjadi bangsa yang bertumbuh berkembang dan maju sertaa menjadi yang terbaik.
Harus didukung dan dikawal keseriusan KPU dan Bawaslu untuk mendorong daerah-daerah pemilihan untuk berlomba meningkatkan partisipasi rakyat memilih dan melawan dan menurunkan tingkat Golputnya. Pada Pilkada DKI yang lalu, tingkat Golput turun sangat drastic sebesar 10% dribandingkan Pilkada sebelumnya, dari 42,2 % menjadi 32,2 % pada saat Anis dan Sandiaga Uno terpilih. Memang masih jauh dari target yang diinginkan oleh KPU DKI sebesar dibawah 20% Golput.
Bagaimana dengan Pilkada Serentak 2018? Apakah ada kemajuan untuk menurunkan Golput secara Nasional maupun per daerah pemilihan. Kita akan menantikan hasilnya sampai minggu ini.
Apabila Anda sudah menggunakan hak pilih Anda hari ini, itu berarti Anda sudah melakukan tugas dan tanggungjawab moral dan kemanusiaan Anda bagi masa depan bangsa Indonesia ini. Artinya pula Anda tidak akan membiarkan Negeri ini dikendalikan oleh mereka yang hanya memanfaatkan kesempatan gara-gara Anda menjadi Golput.
Semoga hasil Pilkada Serentak 2018 memberikan bukti baru bahwa Indonesia sudah berubah lebih maju dan lebih baik dalam melaksanakan demokrasi. Dan akan menjadi acuan bahkan referensi bagi negara dan bangsa lainnya yang di bumi yang fana ini !
Yupiter Gulo, 27 Juni 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H