Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sistem Penilaian Kinerja Karyawan, Antara Obat atau Penyakit

26 Juni 2018   11:16 Diperbarui: 25 Juni 2019   21:37 2696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penilaian Kinerja,  Antara Obat atau Penyakit

 Performance management system atau sistem manajemen kinerja, apakah berfungsi sebagai obat atau malah menjadi penyakit, merupakan pertanyaan tantangan yang dirumuskan oleh Richard Rudman dalam bukunya berjudul Performance Planning & Review: Making Employee Appraisals Work (2014). Pertanyaan ini menjadi kristalisasi dari pergumulan dan hasil pengamatan serta riset yang dilakukan di sejumlah perusahaan.

Penilaian kinerja karyawan apakah menjadi obat untuk menyelesaikan banyak masalah dalam suatu manajemen dan organisasi atau malah menjadi penyakit akut yang menjadi hambatan bagi kemajuan dan keberhasilan perusahaan, dan secara khusus untuk pengembangan kinerja karyawan sesuai dengan yang ditargetkan oleh perusahaan.

Hasil pengamatan yang dilakukan, Richard Rudman sampai pada kesimpulan besar bahwa selama ini terjadi kesalahan fatal dan terus menerus yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi dalam melakukan proses penilaian kinerja karyawan yang dimiliki.

Sehingga apa yang diharapkan dari proses penilaian kinerja itu tidak pernah tercapai dengan efektif. Bahkan yang terjadi sebaliknya, sistem penilaian kinerja menjadi beban bagi semua orang yang ada di dalam perusahaan itu sendiri. Lebih parah lagi, banyak orang yang berusaha untuk menghindari melaksanakan sistem penilaian kinerja itu.

Hasil penelitian dari Richard Rudman mengidentifikasi paling tidak ada 7 alasan mengapa banyak orang menghindari melaksanakan sistem manajemen kinerja yang sering dikemukakan oleh para manajer:

  1. Formulir dan prosedur yang digunakan perusahaan tidak masuk akal dan terkesan hanya sekedar tumpukan pekerjaan administrasi yang tidak ada tujuannya. Dan dianggap menghabiskan dan buang-buang waktu yang sia-sia belaka.
  2. Saya tidak punya waktu. Merasa jauh lebih bermanfaat mengerjakan hal lain daripada sekedar mengisi setumpuk formulir yang belum tentu dapat digunakan.
  3. Saya tidak suka bertengkar  atau menjadi lawan. Tidak bisa dihindari bahwa proses penilaian kinerja karyawan akan membawa ketegangan yang tidak produktif antara yang menilai dan yang dinilai. Terkesan untuk cari-cari kesalahan orang yang dinilai apalagi bila selama ini tidak memiliki hubungan yang baik dan harmonis.
  4. Saya tidak mau bermasalah dengan karyawan. Apabila karyawan yang dinilai kinerja nya tidak baik, sangat mungkin karyawan merasa tidak didukung atau dibenci oleh atasan maupun penilainya.
  5. Saya tidak nyaman dengan karyawan. Sangat tidak nyaman karena sikap saling curiga sangatlah kuat saat proses penilaian kinerja berlangsung.
  6. Susah bagi saya untuk memberikan umpan balik kepada karyawan. Tidak mudah untuk selalu memberikan solusi sebagai umpan balik bagi setiap karyawan yang dinilai.
  7. Saya tidak mungkin mengawasi karyawan setiap waktu. Sistem penilaian kinerja menyebabkan para manajer untuk terus menerus melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap setiap karyawan. Kalau tidak maka tidak bisa memberikan penilaian yang obyektif.

Ketujuh alasan-alasan yang dikemukakan oleh para manajer diatas merupakan pengalaman yang cukup lama dijalani sehingga sangat bisa dimengerti bila sistem penelitian kinerja itu dirasakan bukan sebagai obat bagi penyelesaian banyak masalah, tetapi malah menjadi beban, menjadi penyakit yang sangat mengganggu, dan kalau perlu dihindari atau tidak perlu dilakukan. Bagaimana dengan respons karyawan yang kinerja nya dinilai?

Paling tidak ada 7 buah alasan yang sering sekali dikemukakan oleh karyawan tentang sistem  penilaian kinerja di dalam perusahaan, yaitu:

  1. Karyawan mempunyai pengalaman buruk dengan sistem manajemen kinerja. Pengalaman buruk ini hingga membuat trauma yang tidak sehat dalam melakukan pekerjaannya. Merasa tidak banyak membantu mereka dalam bekerja lebih baik atau meningkatkan kinerja yang diharapkan.
  2. Karyawan mempunyai pengalaman buruk dengan manajernya. Manajer dianggap sebagai hakim terhadap semua kelemahan yang mereka alami selama bekerja.
  3. Manusia tidak suka diawasi. Hanya karyawan-karyawan yang malas saja yang bisa bekerja dengan pengawasan yang super ketat. Sementara, banyak karyawan tidak bisa bekerja apabila pengawasan yang dilakukan sangat berlebihan.
  4. Manusia tidak suka dikritik. Kritikan yang diberikan kepada karyawan pada umumnya lebih banyak menurunkan moral kerja serta kinerja mereka, karena sesungguhnya manusia itu sangat tidak nyaman terhadap kritik.
  5. Manajer tidak memberikan umpan balik. Kritik tanpa umpan balik yang membangun semangat kerja akan menjadi soal yang serius bagi karyawan. Kritik boleh saja asalkan diikuti dengan jalan keluar yang nyaman bagi si pekerja.
  6. Karyawan tidak tahu apa yang diharapkan. Ketidakjelasan tujuan, target dan sasaran pekerjaannya menjadi trauma ketika penilaian diarahkan pada capaian yang tidak pernah cukup.
  7. Karyawan tidak tahu untuk apa sistem manajemen kinerja dilaksanakan.

Pendapat dan pandangan yang dikemukakan diatas merupakan fakta dan realitas yang ada di dalam perusahaan ataupun organisasi. Sangat bisa dipahami mengapa cenderung ada penolakan terhadap penilaian kinerja itu.

Situasi ini menjadi kritis, dengan demikian apakah organisasi atau perusahaan tidak butuh penilaian kinerja bagi karyawan? 

Saya pikir, semua sepaham bahwa Performance Management and Performance Appraisal masih sangat dibutuhkan oleh organisasi. Karena tanpa penilaian kinerja bagaimana mungkin seseorang karyawan dinyatakan berhasil atau gagal, hebat atau lemah, dipromosikan atau di kembangkan lagi, gajinya dinaikkan atau diturunkan ? Semua jawaban ini hanya bisa dibuat kalau ada hasil penilaian kinerja yang dilakukan.

Pengertian Manajemen Kinerja

Performance Management atau manajemen kinerja adalah suatu pendekatan sistematik untuk meningkatkan kinerja individu atau tim dalam mencapai tujuan organisasi target organisasi yang sudah ditetapkan (Hendry, Bradley and Perkins, 1997). Ini berarti bahwa tujuan akhir Performance Management adalah mendapatkan kinerja terbaik karyawan dan organisasi untuk mencapai keuntungan dan pertumbuhan sambil mengembangkan kompetensi karyawan dalam menghadapi tugas-tugas yang menantang.

Pemahaman ini menjelaskan dengan sangat sederhana bahwa manajemen kinerja sesuatu yang sangat vital dan mendasar dalam mengelola suatu perusahaan. Menjadi dasar untuk mengembangkan karyawan mencapai kinerja terbaik mereka dari waktu ke waktu. Bukan mencari kejelekan karyawan semata-mata tetapi mencari kelemahan karyawan untuk menjadi dasar pendidikan dan pengembangan dimasa yang akan datang.

Richard Rudman mencatat sejumlah instrumen dan proses yang perlu ada dalam sebuah manajemen kinerja, yaitu perencanaan kinerja, termasuk di dalamnya perencanaan tujuan dan obyektif, baik berupa strategic directions Perusahaan.

SOP maupun tujuan-tujuan pribadi pekerja; komunikasi tentang performa dan kinerja yang berkelanjutan; pengumpulan data, pengamatan dan dokumentasi; pertemuan untuk membahas kinerja; pelatihan untuk peningkatan kinerja.

Bahkan agar proses yang panjang ini tidak sia-sia belaka, serta untuk mendapatkan manajemen kinerja yang baik, ada hal-hal yang harus dipenuhi, yaitu standar dan pengharapan yang jelas, baik pada proses seleksi, penerimaan dan pelatihan pegawai; atasan yang mau berfungsi sebagai coach; atasan yang memberikan feed back seawal mungkin, dalam konteks yang jelas; memiliki bahasa dan pemahaman yang sama tentang standar kinerja dan tingkah laku kerja; feed back perlu dipahami sebagai peristiwa sehari-hari, seperti seorang atlit mendapatkan feed back saat bermain, atau aktor saat berakting; Sedapat mungkin feed back bersifat dua arah; dan pelatihan dan pengembangan pekerja yang searah dengan standar yang diharapkan dan diukur.

Implementasi Penilaian Kinerja

Pola tradisional dalam melaksanakan penilaian kinerja karyawan harus ditinggalkan karena cenderung menjadi penyakit ketimbang menjadi obat bagi penyelesaian masalah yang ada. Secara tradisional pelaksanaan penilaian kinerja sangat tidak melekat dengan proses manajemen secara keseluruhan, bahkan terkesan pelaksanaannya hanya dilakukan sekali setahun, itupun kalau tidak lupa. 

Bahkan dilakukan bukan di akhir tahun buku kerja perusahaan, tetapi setelah memasuki awal tahun buku berikutnya. Praktis, semuanya akan sangat mungkin sudah kadaluarsa, sehingga 7 ungkapan manajer dan karyawan diatas menjadi indikasi kuat lemahnya sistem pelaksanaan penilaian kinerja.

Rudman menawarkan Performance Planning and Review yang dilakukan secara holistic dan bukan secara terpisah-pisah. Holistik dimaksudkan bahwa penilaian kinerja itu sudah mulai dirancang sejak Job Description dilakukan terhadap setiap posisi atau job yang ada dalam perusahaan. 

Job description menjadi acuan dasar untuk melakukan penilaian kinerja seorang karyawan sejak dia duduk pada posisi pekerjaannya sampai melakukan kerja setiap hari. Semuanya direkam dengan instrumen penilaian kinerja yang mapping dengan target target yang sudah di tetapkan.

Cara ini menolong setiap karyawan untuk melihat setiap saat apakah target kerjanya tercapai atau tidak, karena tertuang dengan sangat jelas, lengkap dan tersistim dalam dokumen job description yang ditetapkan oleh manajemen perusahaan. Indikator capaian kinerja sama-sama dipegang oleh karyawan maupun manajernya. Evaluasi dilakukan setiap saat dan dengan sistem yang tidak mengganggu ritme pekerjaan mereka sepanjang tahun. 

Briefing atau short meeting setiap hari, atau setiap akhir percakapan, atau setiap akhir bulan menjadi arena bagi manajemen dan karyawan untuk melakukan penilaian kinerja karyawan. Sekaligus memilih alternatif tindakan untuk menyelesaikan masalah yang muncul disetiap bidang pekerjaan. Manajemen by Objective secara holistic, partisipastif dan mengacu pada goal bersama.  Cara ini menolong karyawan untuk menjadi pekerja yang mandiri dan professional dengan pengendalian yang minimalis.

Richard Rudman menekankan kata Review menjadi kata kunci dalam melakukan penilaian kinerja karyawan. Review berarti bersama-sama melihat apakah semua SOP yang ada dilakukan secara benar atau tidak benar, dan melihat indikator target setiap simpul pekerjaan yang ada. 

Karyawan akan mampu melakukan self-assesment terhadap kinerja sendiri, dan mampu mengidentifikasi way-out yang efektif untuk itu. Manajer sekedar memberikan support, empowerment, and approvement.

Richard Rudman menekankan pentingnya Planning dan Review, agar Making employee appraisal work, artinya karyawan bisa melakukan penilaian terhadap pekerjaannya sendiri. Inilah yang disimpulkan sebagai Performance Appraisal System sebagai Obat dan bukan Penyakit !

Yupiter Gulo, 26/06/2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun