Kondisi ini menjadi sangat menarik, karena dari pada masa itu, mahasiswa sebagian besar adalah pekerja, baik pekerja swasta tetapi lebih banyak pegawai negeri mulai dari pegawai kecamatan hingga pegawai kantor gubernuran. Sehingga, dipastikan usia mereka sudah tidak mudah lagi saat memulai kuliah.
Kedua, dengan keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan untuk menjadi mahasiswa, semangat mereka unutuk belajar mampu mengalahkan segala keterbatasan yang ada tanpa harus mencari kambing hitam, atau mengeluh dan putus asa. Ketika kesulitan muncul maka semangat untuk bahu membahu menyelesaikannya sangat tinggi.
Ketiga, masyarakat Papua sangat memberi apresiasi yang sangat tinggi kepada lembaga pendidikan dan keagamaan atau gereja. Gereja dan pendidikan mempunyai makna sangat vital dan penting dalam kehidupan masyarakatnya. Sehingga, tidak mengherankan di kalangan masyarakat Papua, seorang pendeta menjadi sangat dihormati, demikian juga dengan seorang guru/dosen memiliki nilai sosial yang sangat dalam dan tinggi. Bisa dipahami pula kalau pada saat itu secara kuantitatif populasi penduduknya didominasi oleh warga gereja.
Dinamika kehidupan yang sangat agamis di tanah Papua sungguh-sunggu saya nikmati selama menjadi dosen tamu di sana. Terutama hari Sabtu dan hari Minggu, menjadi kesempatan yang indah menikmati kebaktian yang sangat baik dan inspiratif.
Menikmati alunan suara paduan suara dan berbagai grup vokal dengan suara khas dan musik Papua yang selalu menghiasi dan meramaikan setiap kali kebaktian diadakan di mana-mana, baik di gereja maupun di kelompok-kelompok persekutuan.
Dan inilah perekat utama bagi warga Papua sehingga memiliki cohesiveness yang sangat kuat dalam dinamika kehidupan sosialnya.
Gaya hidup orang Papua
Bagi saya, orang-orang Papua tidaklah asing sama sekali, bukan saja karena saya sudah bekerja selama 6 bulan di sana. Tetapi selama bermahasiswa di Kampus UKSW Salatiga, saya bergaul dengan intens dengan banyak teman dari Papua, baik yang berada dalam satu fakultas maupun dari fakultas lain. Bahkan dengan komunitas Papua yang ada di Salatiga pada waktu itu.
Intensitas pergaulan seperti inilah yang membantu saya memahami gaya hidup orang Papua, baik itu gaya yang baik maupun yang kurang baik.
Tentang yang baik, cukup sangat banyak dan Anda boleh menyebutkan apa saja, misalnya, suka bergaul dan cepat akrab dengan siapa saja dan ketika sudah berteman bahkan bisa lebih dari saudara sendiri. Fun dan cenderung bergembira setiap saat seakan-akan tidak ada masalah dalam hidup ini, walaupun beban sesungguhnya sangat berat. Suka bernyanyi dan suka olah raga.