Perubahan hanya bisa digapai dengan cara radikal, "oleh suatu pergerakan Rkayta-Jelata yang Radikal, yaitu oleh massa aksi". Dia meyakini bahwa pada saat itu, diseluruh dunia, tidak ada perubahan besar yang akan terjadi kalau tidak dilakukan dengan aksi massa yang sifatnya radikal dan mendasar dan menyeluruh, seperti yang terjadi di Perancis misalnya dalam Revolusi Perancis.
Kelima, Jembatan emas yang harus dibangun adalah kemerdekaan dan inilah target seluruh kelompok marhaen yang digagas dan dibentuk oleh Soekarno. Dan dia sangat yakin akan berhasil membangun jembatan emas ini. Menarik memahami jalan pikiran tokoh besar revolusi ini, karena Kelompok Marhaen yang diinginkannya adalah Marhaen Reformist.Â
Sebab, dia belajar dari apa yang terjadi di Perancis bahwa setelah terjadi revolusi maka yang menikmati jembatan emasnya adalah kaum borjuis dan berubah bentuk menjadi imperialisme baru bagi kesejahteraan rakyatnya. Dia tidak mau hal itu terjadi saat jembatan emas sudah dibangun.Â
Soekarno mengingatkan agar setelah kita jembatan emas itu ada berbagai cabang jalan. Ada yang kekiri dan ada yang kekanan. Pilihlah yang menunju pada kemajuan kesejahteraan rakyat dan jangan kelompok borjuis yang menguasai hajat hidup orang banyak demiki keuntungan kapital-kapital mesar dan massive. Sebab itulah bentuk penjajahan baru.Â
Bagi saya, apa yang sudah diingatkan oleh Soekarno pada Maret 1933 itu, lalu setelah Indonesia merdeka dan memasuki Orde Baru selama 32 tahun, nampaknya terasa sekali. Ketika Indonesia terus membangun dan membangun dengan dalih untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari Negara-negara Maju lainnya, maka strategi pembangunan menajadi "misleading".Â
Hal ini terjadi ketika modal atau kapital lebih banyak menguasai pengaturan ekonomi dan republik ini. Soekarno sudah mengingatkan itu 85 tahun silam. Karen pendekatan kapital besar pasti tidk pro kepada kesejaahteraan rakyat. Pendekatan modal pasti pendekatan business, dan pendekatan business pasti tujuannya keuntungan sebesarbesarnya bagi pemilik modal. Apakah ada kecipratan buat rakyat ? Ada tentunya, tetapi namanya saja "kecipratan doang".
Dan mungkin inilah yang terjadi pada tahun 1998, era reformasi, pemberontakan kaum yang "tertindas" terhadap penguasa Orde Baru. Walaupun kejadiannya dipicu oleh krisis  berkepanjangan yang terjadi saat itu. Kalau situasi tahun 1933 itu 12 tahun sebelum meredeka pada tahun 1945, artinya rakyat Indonesia saat itu sudah mengalami perjalanan panjang sejak dijajah oleh Hindia dan Belanda.Â
Menjadi puncak kekesalan Soekarno dan rakyat waktu itu sehingga memuncak menjelang tahun 1945. Artinya pula tahun 1933 sd tahun 1940 merupakan proses pemantangan kemerdekaan itu. Â Lalu, bisa jadi, yang terjadi 1998 juga merupakan puncak dari kekesalan rakyat terhadap "penguasa orde baru" sehingga apapun yang terjadi Harus Ganti Presiden.
Pelajaran mahal yang harus dipetik dari perjalanan bangsa ini sekian puluh tahun sejak merdeka, harusnya lebih dari cukup untuk tidak kembali lagi pada pola lama yang menelantarkan kesejahteraan rakyat, yang membuat susah kehidupan rakyat dan merasa bukan pemilik dari Republik ini. Apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk membangun semuanya demi kesejahteraan rakyat tidak boleh dihalangi.Â
Bahwa itu membutuhkan modal, tetapi modal yang digunakan untuk kepentingan masyarakat pada umumnya, dan bukan untuk kepentingan satu kelompok, satu wilayah apalagi hanya satau "keluarga".
Selamat Hari Pancasila - Jayalah Negeri Indonesia - Majulah Republik ini. Karena NKRI sudah final !