Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Manusia Mencari Kebenaran

19 April 2018   10:44 Diperbarui: 19 April 2018   10:44 2393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sentilan Roky Gerung beberapa minggu yang lalu yang mengatakan bahwa "Kitab Suci itu Fiktif" telah  menimbulkan diskusi yang berkepanjangan diberbagai ruang. Tidak saja di media cetak, itetapi lebih banyak lagi dimedia elektronik seperti televise, internet dan sosial media. Bahkan diskusi sangat hangat dan memuncak sehingga dibawa juga ke ranah politik, sampai pada "penyerangan" pribadi dengan opini-opini yang sangat ekstrim ditengah masyarakat. Diskusi yang terjadi sangat dibutuhkan untuk membelajarkan masyarakat tentang nilai-nilai kebenaran.

Diruang kelas seorang mahasiswa saya bertanya dan meminta pendapat saya tentang pandangan Roky Gerung bahwa Kitab Suci itu Fiktif. Lalu saya memberi catatan kritis yang penting dalam ranah akademik, yaitu "manusia mencari kebenaran".  Artinya, pernyataan apakah betul kitab suci itu mengusik kemapanan berpikir tentang sebuah kebenaran. Karena kebenaran dibutuhkan oleh manusia untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya. Didalam kebenaran terdapat "values" atau nilai yang diyakini oleh seseorang dan dijadikan pandu dalam mengisi hidupnya.

Sesungguhnya eksistensi manusia itu adalah "rasa ingin tahu", yang membedakannya dengan makhluk lain, binatang misalnya. Manusia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sebab dari rasa ingin tahu inilah manusia berusaha untuk mencari jawaban atas apa yang dia ingin tahu, atau atas apa yang terus dia pertanyakan. 

Jawaban yang didapatkan oleh manusia terhadap rasa ingin tahu itu, akan menjadi dasar baginya untuk membuat keputusan, untuk melangkah dan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam perjalanan hidupnya. Sehingga, kata kuncinya adalah "KEBENARAN" yang harus dicara-dipegang-dipedomani-dan dijaga serta dikembangkan terus menerus.

Namun demikian, harus difahami pula bahwa manusia memiliki cara yang berbeda-beda untuk mencari tahu atau untuk mengeahui,  atau untuk berpengetahuan.  Charles Peirce dalam bukunya Fred N. Kerlinger  berjudul Azas-azas Penelitian Behavioral  mengemukakan bahwa ada empat metode untuk pengetahuan  atau Method of Knowing, yaitu :

Method of Tenacity, yaitu sesuatu dianggap kebenaran karena keyakinan dan kepercayaan kepada kekuatan supranatural dan dipegang teguh sebagai hal kebenaeran.

Method of authority, yaitu sesuatu dianggap sebagai kebenaran karena disampaikan oleh yang memiliki otoritas.

The a priori method, yaitu sesuatu dianggap kebenaran karena "pokoknya percaya, karena self evident", yah sesuai dengan penalaran saja.

Method of science,  yaitu sesuatu kebenaran yang memiliki external permanancy; serta tak ada pengaruh pikiran sendiri.

Berbicara tentang kebenaran yang berisfat "iman", "keyakinan" dan "kepercayaan" terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, itu contoh konkrit dari method of tenacity. 

Sesuatu kebenaran yang sangat personal antara seseorang dengan Tuhan yang diyakinininya, dan tentu tidak mudah memubuktikannya secara "empiric"  langsung.  Sebetulnya, kebenaran inilah yang disentil oleh Roky Gerung, ketikaa dia mengatakan bahwa kitab suci itu fiktif. Banyak orang bereaksi menolak dan bahkan merasa dinista oleh pernyataan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun