Hari ini, didalam kelas para mahasiswa saya meminta membahas  berita ter-"hot" nan viral di social media saat ini, tentang Pemimpin Pesimis versus Pemimpin Optimis. Saya sendiri sangat membatasi diri untuk tidak latah menanggapi video yang sangat popular ini, antara dua "candidate presiden" tahun 2019 di Negeri ini.  Namun, dalam "kajian akademik" saya membuka pembahasan ini diantara mahasiswa. Bahkan videonya diputar dan ditonton bersama-sama. Lalu masing-masing memberikan pendapat mereka sesuai kapasitas masing-masing.
Sunggung menarik karena, para mahasiswa mampu memberikan pendapat yang baik tentang dua pidato capres yang berapi-api ini. Tidak saja, statement dalam pdato itu, tetapi juga mereka mampu menelusuri "catatan latar belakang" keduanya. Bahkan mahasiswa bisa melihat jauh kedepan, dalam konteks Indonesia yang lebih baik. Â Diskusi ini menarik, karena para mahasiswa saya berusia antara 18 sampai 22 taon, adalah pemilik masa depan negeri ini.
Untuk mememberikan frame dan view berpikir mereka dan diskusi yang terarah, saya memberikan pemahaman tentang pengertian LEADERSHIP atau Kepemimpinan itu apa ?. Mengacu pada Referensi Utama kami, buku terbaru The LEADERSHIP Experience, karangan Richard L Daft,  Daft merumsukan secara sederhana bahwa  "Leadership is an influence relationship among leaders and followers who intend real changes and outcomes that reflect their shared purposes". Ada kemampuan memepengaruhi antara pemimpin dan pengikut, ada melibatkan banyak orang dalam  sebuah komunitas, dan ada tujuan  bersama yang harus dicapai-wujudkan.
Cara seorang pemimpin mempengaruhi pengikutnya agar tercapai tujuan bersama bisa berbeda-beda. Perbedaan cara itulah yang disebut dengan  Gaya Kepemimpinan atau Leadership Style. Antara lain yang popular adalah #1 Kepemimpinan Otokratis.  #2 Kepemimpinan Birokrasi. #3 Kepemimpinan Partisipatif. #4 Kepemimpinan Delegatif. #5 Kepemimpinan Transaksional. #6 Kepemimpinan Transformasional. #7 Kepemimpinan Melayani (Servant) #8 Kepemimpinan Karismatik.
Perlu diingat, PESIMIS atau OPTIMIS itu bukan Gaya Kepemimpinan. Tetapi, karakter ataupun jiwa seorang Leader. Â Inilah yang banyak dibuat dichotomi antara Capres P dan Capres J. Keduanya berpidato berapi-api yang satu SUPER PESIMIS dan yang satu SUPER OPTIMIS. Â Bila dilihat dari pemahaman Defenini Kepemimpinan, yang akan mempengaruhi dan mengarahkan pengikutinya kea rah tujuan maka seharusnya seorang pemimpin memiliki karakteristik atau jiwa optimis dan bukan pesimis.Apa jadinya kalua Anda memimpin orang tetapi Anda pesimis ? Bagaimana pengikut mau ikut Anda kalua Anda sendiri pesimis, putus asa, tiada harapan.
Banyak literature mencatat bahwa seorang pemimpin harus memiliki beberapa hal karakateri, antara lain, Â JIWA Â yang visioner, penuh gairah, kreatif, feksibel, penuh Inspirasi, inovatif, berani, imajinatif, suka mencoba, kencetuskan perubahan, kekuasaan pribadi. Kemudian seorang Leader harus memiliki PIKIRAN : rasional, berkonsultasi, persisten, menyelasaikan masalah, watak keras, analitikal, tersetruktur, tenang, menstabilisasi, kekuasaan posisi
Nampaknya, menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah. Apalagi saat seakrang dan dimasa depan. Mengapa ? Karena situasi yang dihadapi tidaklah sederhana lagi. Situasi berubah begitu cepat dan  turbulent sehingga tidak mudah mengantisipasi apa yang akan terjadi besok.Â
Oleh kareba itu, para ahli bersepakat bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik, tetapi juga tidak ada gaya kepemimpinan yang terjelek. Semua gaya kepemimpinan itu baik, tetapi juga jelek pada saat tertentu. Artinya, gaya kepemimpinan harus disesuaikan dengan situasinya. Ada gaya kepemimpinan yang hanya cocok untuk situasi tertentu dan gaya tertentu tidak cocok. Masalah akan muncul saat seseorang leader salah memilih gaya kepemimpinan.Â
Itu sebabnya, Pakar kepemimpinan Blake & Mouton mengusulkan kepemimpinan  dalam 2 dimensi (leadership grid)yaitu dimensi perhatian pada orang/karyawan dan  dimensi perhatian produksi atau tugas dan kegiatan yang harus dilakukan. Ya, ada pemimpin yang hanya focus pada karyawan atau pada orang dan mengabaikan tugas dan pekerjaan, ini tidak baik. Ada juga yang focus pada pekerjaan tapi mengabaikan manusia, itipun tidak baik karena tujuan tak tercapai. Yang terbaik adalah yang bisa menyeimbangkan antara perhatian pada manusia tetapi juga pada tugas.Â
Disinilah Seni Memimpin dibutuhkan.
Yupiter Gulo