Garam merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang tidak bisa dihilangkan. "Betul, makanan tanpa garam ibarat langit tiada bintang". Sama halnya dengan kebutuhan gula pasir yang selalu dibutuhkan oleh manusia.Â
Menurut para ahli, manfaat garam untuk kesehatan begitu banyak, sehingga tidak boleh diabaikan, antara lain : garam bisa sebagai obat tenggorakan gatal, membuat gigi menjadi putih, meredakan sakit mata, membuat sikap gigi menjadi awet, obat kumur sebagai pencuci mulit, mencegah hidrasi, detoksifikasi kunci organ, menghilangkan rasa lelah, menjaga tekanan darah. Â Secara umum garam dibutuhkan (i) untuk konsumsi, dan (ii) untuk kebutuhan industri.
Data-data terakhir yang dirilis oleh pemerintah maupun asosiasi pengelola garam, Indonesia membutuhkan garam kurang lebih 2,6 juta setiap tahun. Secara umum juga kebutuhan garam nasional untuk konsumsi bisa mencapai 1,7 juta ton setiap tahun, dan untuk kebutuhan industri bisa mencapai 2,1 juta ton pertahun. Setahun yang lalu Indonesia sempat mengimport garam hingga 2,2 juta ton pertahun.
Masalahnya sungguh jelas, bahwa peluang pasar garam di Indonesia masih sangat terbuka lebar. Disisi suplai, Indonesia hanya mampu memproduksi tidak sampai separohnya, angka bervariasi muncul mulau ratusan ribu ton sampai 1,7 juta ton pertahun. Tetap masih kurang produksi bila dibanding dengan kebutuhan.
Sementara itu, sesungguhnya Indonesia kaya akan lahan produksi garam. Sebagai contoh saja di Kabupaten Sampang, salah satu area produksi garam terbesar di Indonesia memiliki 4.200 Hetare milik petani dan 1100 Hatare milik PT Garam. Pertanyaannya mengapa Indonesia masih import garam ?Â
BPPT mengidentifikasi ada 6 masalah dasar dalam produksi garam di Indonesia yang menyebabkan Indonesia tidak mammpu memenuhi kebutuhannya maupun untuk export. Keenam masalah itu adalah (i) masalah teknologi yang masih tradisional, (2) teknis produksi yang masih terbelakang, (3) masalah iklim Indonesia yang hanya sekitar 5 bulan saja musim kemarau untuk bisa produksi garam, (4) produktivitas lahan yang rendah karena tidak pernah direvitalisasi, (5) kualitas produksi yang sangat rendah sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan standard internasional, dan (6) sarana dan prasarana yang sangat sangat kurang. Bila masalah-masalah ini dapat diselesaikan dengan fokus, serius dan dibackup secara penuh maka Indonesia sangat mungkin bisa mengeksport garam ke luar negeri.
Ini harus menjadi agenda besar Indonesia untuk mengembangkan petani garam, yang sekarang ini lebih banyak berada di Jawa. Penguatan petani garam, secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi pintu masuk untuk bisa mengangkat kesejaahteraan petani yang jumlahnya puluhan ribu orang, dan bila petani garam meningkat kesejahteraan mereka maka pada akhirnya akan mampu menjadi salah satu pilar memperkuat daya tahan ekonomi Indonesia.
Agar  usaha untuk memperkuat petani garam di Indonesia, tidak ada jalan lain selain harus dibuat  Undang-undang khusus yang mengatur petani garam ini. Dengan begitu ada yang menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk mengembangkan dan memperkuat petani garam ini. Seluruh hak dan kewajiban petani garam maupun jaringan bisnis garam akan dilindungi oleh undang-undang. Termasuk pemerintah untuk mengalokasikan sejumlah budget (APBN) untuk memperkuat petani garam ini.Â
Harapan besarnya adalah bukan saja agar Indonesia mampu memenuhi kebutuhan nasional akan garam baik konsumsi maupun dan utamanya kebutuhan Industri, tetapi mampu mengeksport ke negara lain, bahkan bisa menjadi salah satu negara penghasil garam terbesar di kawasan Asean.Â
Ini tidaklah selalu mustahil, tetapi sesuatu yang sangat feasible, karena market ada, bahan baku ada, sumberdaya manusia ada, mungkin teknologi masih lemah tetapi bila pemerintah memberi perhatian extra maka petani garam bisa menjadi kuat dan ekonomi Nasional akan menjadi kokoh pula.Â
Yupiter Gulo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H