Sebagai kelanjutan dari tulisan saya bulan lalu (Freeport Terjepit Di Tengah Masa Sulit) , Freeport McMoran Inc. (NYSE : FCX) kemarin berhasil mencapai kesepakatan untuk menjual saham mereka di tambang Morenci, Arizona dengan nilai transaksi sebesar USD 1 milyar untuk porsi kepemilikan 13% saham mereka yang ada saat ini. Saham tersebut dijual kepada pihak Sumitomo Metal Mining Arizona Inc. (SMMAz) , partner lama mereka yang sebelumnya sudah memiliki 15% saham disana. Dengan demikian porsi kepemilikan saham FCX di tambang Morenci yang baru menurun menjadi hanya 72% dari sebelumnya 85% dan Sumitomo bertambah menjadi 28%.
Aksi korporasi ini sejalan dengan apa yang telah disampaikan sebelumnya terkait langkah strategis perusahaan untuk mengurangi porsi hutang mereka yang tinggi yang telah membebani kas perusahaan terutama disaat harga komoditas yang sedang turun dan disaat kondisi harga minyak yang sedang menukik drastis saat ini.
Tercatat di akhir tahun 2015, FCX memiliki porsi kepemilikan hutang sebesar USD 20 miliar lebih yang menimbulkan tingkat eksposur yang tinggi dari Rasio Hutang atas Ekuitas mereka (Debt to Equity Ratio). Angka ini menimbulkan kekhawatiran sebagian investor yang meminta manajemen perusahaan untuk segera mengambil langkah langkah strategis yang diperlukan untuk mengatasi keadaan dan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi.
Sementara itu, beberapa hari sebelumnya (12/2), lembaga pemeringkat S&P dilaporkan telah menurunkan rating saham FCX sebanyak 2 notches menjadi BB (junk) dengan outlook negatif terkait prospek penurunan penerimaan perusahaan di tengah pelemahan harga komoditas dan tingginya tingkat hutang.
"Valuasi Tambang Morenci"
Tahun 2015 tambang Morenci Mine di Arizona ini mencatat total EBITDA sebesar USD 824 juta dengan produksi sekitar 1 miliar pound tembaga. Cadangan Morenci  diperkirakan sebesar 14 miliar pounds tembaga (menggunakan disclosure dalam laporan konsolidasi FCX atas pengakuan cadangan mereka disana yang  sebesar 12 miliar pound per posisi 31/12/2015). Dengan asumsi harga tembaga rata-rata USD 2 per pound dan cash cost sebesar USD 1.4 per pound, tambang ini diperkirakan masih berpotensi  menghasilkan EBITDA sekitar USD 600 juta per tahunnya. Artinya perhitungan market fair value untuk asset disana dengan jangka waktu 6 tahun diperkirakan berada pada kisaran angka USD 3.5-4 milyar. Dengan demikian penilaian atas 13% saham mereka tadi melalui valuasi asset diatas menghasilkan besaran angka USD 450-500 juta.Â
Keberhasilan mereka menjual 13% kepemilikan saham mereka disana diatas nilai pasar yang wajar, yakni dengan nilai transaksi USD 1 miliar, pada masa sulit seperti saat ini merupakan sebuah prestasi. Transaksi ini nantinya masih memerlukan persetujuan regulator disana dan direncanakan akan ditutup pada bulan Maret 2016.
Pemasukan dari transaksi penjualan ini akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk melunasi hutang mereka kepada kreditor yang tertuang dalam perjanjian fasilitas revolver credit serta sekaligus dapat memberikan keuntungan pajak dengan cara mengoffset kerugian dari transaksi ini.
Rencana penurunan tingkat hutang ini tampaknya akan terus berlanjut seiring dengan dorongan investor untuk memperbaiki struktur neraca perusahaan yang dianggap timpang saat ini. Mereka mengharapkan tambahan pemasukan sebesar USD 4-9 miliar lagi dari hasil penjualan asset mereka yang dianggap kurang strategis untuk membayar hutang mereka kepada kreditor.
"Divestasi Saham PTFI"
Di sisi lain rencana divestasi saham FCX di PTFI tengah berjalan dan diperkirakan akan berjalan alot. Menteri Keuangan Bambang Bojonegoro telah mengisyaratkan bahwa pemerintah tidak memiliki uang untuk mendanai transaksi ini yang berasal dari APBN. Sebelumnya pihak FCX telah memberikan angka penawaran sebesar USD 1.7 miliar untuk porsi kepemilikan sebesar 10.64% dan pemerintah tengah menggodok hal itu serta akan memberi tanggapan dalam waktu dekat.
Beberapa BUMN seperti ANTAM, Inalum mulai bicara menanggapi hal ini namun tampaknya hal ini dapat diperkirakan ujungnya akan berakhir seperti seperti apa.
Saham divestasi yang ditawarkan ini diperkirakan berasal dari PT Indocopper (sebagai pemegang 9.36% saham PTFI) yang awalnya milik Bakrie yang kemudian beralih ke Bob Hasan (melalui PT Nusamba Minerals yang kepemilikan sahamnya diwakili 10% Bob Hasan, 10% Sigit Soeharto dan 80% milik 3 yayasan di era Soeharto) sebelum akhirnya kembali ke FCX sebagai penjamin pinjaman pada tahun 1997. Dari total 10.64% rencana divestasi saham tadi, sisanya yang sebesar 1.28% murni diperkirakan berasal dari divestasi saham FCX.
Kemanakah kira kira langkah pemerintah dalam hal ini dan pelajaran apa yang dapat dipetik dalam transaksi Morenci diatas ? Â Bagaimana valuasi yang tepat yang harus dilakukan dalam konteks ini? Semua orang tengah menunggu bagaimana hasil akhirnya. Apapun hasilnya nanti kita semua berharap akan memberi hasil yang win-win bagi kedua belah pihak. Semoga...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H