Mohon tunggu...
muhammad yunus
muhammad yunus Mohon Tunggu... -

advokat pada Yunus&mitra, Bandarlampung.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

JRK Advokasi Putusan Bebas Satono

26 Desember 2011   11:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:44 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyikapi putusan bebas perkara korupsi dengan Terdakwa Hi. Satono (Bupati non-aktif Kab. Lampung Timur), Jaringan Rakyat anti Korupsi (JRK) Lampung telah melakukan salah satu dari rangkaian kegiatan advokasi yang mereka rencanakan, yaitu melakukan sharing data hasil eksaminasi publik atas putusan tersebut. Menurut Muhammad Yunus, Koordinator JRK Lampung, JRK telah menshare data eksaminasi kepada beberapa lembaga kompeten di Jakarta. "kami telah memberikan data eksaminasi publik putusan bebas Satono ke Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, ICW, Komisi Kejaksaan, Komisi III DPR RI, Komisi Ombudsman, Jamwas Kejagung, dan KPK" ujarnya.

"kegiatan sharing data ini kami maksudkan agar lembaga-lembaga tersebut ikut mengawal proses penangan perkara ini sesuai dengan fungsi dan kewenangannya" lanjut Yunus. Kegiatan sharing data tersebut dilakukan sejak tanggal 14 sampai dengan tanggal 16 Desember 2011. Selama proses advokasi tersebut, JRK mendapat informasi bahwa ICW dan Komisi Yudisial juga sedang melakukan eksaminasi terhadap putusan bebas atas Terdakwa Hi. Satono. Advokasi dilakukan karena JRK menilai bahwa putusan bebas atas diri Satono sungguh sangat melukai hati masyarakat dan menginjak-injak rasa keadilan, ditengah-tengah semangat bersama untuk melakukan pemberantasan korupsi.

"dalam sessi diskusi singkat di ICW, Tama S Langkun menyatakan kepada kami bahwa mereka (ICW) saat ini juga sedang giat menelaah beberapa putusan bebas atas perkara korupsi" ungkap Yunus. Selain itu, menurut Yunus, Komisi Yudisial juga telah membentuk Tim untuk mempelajari kemungkinan adanya pelanggaran kode etik dari Majelis Hakim yang memutus bebas perkara Satono.

Selama di Jakarta, JRK juga menyebar press release kepada beberapa media lokal dan nasional. Dalam releasenya, JRK menyatakan bahwa hasil eksaminasi publik terhadap putusan bebas Satono ditemukan beberapa masalah dari putusan tersebut, antara lain:

1. Saksi kunci (Layla Fang, Indawati, Sianthi, dan Junini Eka Putri) tidak dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim mengenyampingkan keterangan mereka (BAP) yang dibacakan oleh JPU.

2. Keterangan saksi ahli dari JPU banyak yang direduksi oleh Majelis Hakim dalam pertimbangannya.

3. Majelis Hakim dalam mengambil putusan sangat mendasarkan pada asas Batas Minimum Pembuktian dan tidak memeriksa tuntas motif Terdakwa.

4. Majelis Hakim keliru dalam menafsirkan unsur Perbuatan Penyalahgunaan Wewenang yang dilakukan oleh Terdakwa.

5. Majelis Hakim salah dalam menerapkan hukum.

Selain itu, JRK juga menilai bahwa sejak mula perkara Satono digulirkan, perlakuan istimewa terhadap dirinya memang sudah berjalan. Mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan pengadilan; tidak satu pun para hamba hukum yang terlibat dalam proses tersebut menggunakan hak subyektifnya untuk melakukan penahanan terhadap diri terdakwa. Bahkan penyidikan sempat dihentikan sementara waktu, untuk memberikan kesempatan kepada tersangka mengikuti proses pemilihan kepala daerah. Sungguh, dalam kaitannya dengan proses penanganan perkara Satono, JRK tidak melihat adanya cara pandang dari penyidik, jaksa, maupun hakim perihal korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa. Untuk kasus ini, proses penegakan hukum seperti sedang mempertontonkan sebuah ironi. Puncak dari ironi tersebut, terjadi saat Majelis Hakim memutus bebas murni (vrijpraak) atas diri terdakwa.

Berdasar fakta di atas, maka dalam releasenya Jaringan Rakyat anti Korupsi (JRK) Lampung menyatakan sikap dan menuntut:

1. Mendesak Mahkamah Agung RI untuk menilai dan memutuskan secara adil dan transparan di tingkat Kasasi terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan mendesak untuk menghukum seberat-beratnya terhadap pelaku tindak pidana korupsi.

2. Mendesak agar Komisi Yudisial Republik Indonesia segera melakukan investigasi atas kemungkinan terjadinya pelanggaran Kode Etik dari majelis hakim yang memeriksa perkara dimaksud;

3. Mendesak Komisi Kejaksaan untuk melakukan investigasi atas adanya kemungkinan dari sikap JPU yang bertindak secara tidak profesional selama proses penuntutan;

4. Mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan upaya-upaya penyelidikan untuk mencari kemungkinan adanya perbuatan korupsi dari para penegak hukum yang terlibat dalam proses perkara dimaksud;

5. Mengajak kepada seluruh element masyarakat, media massa, DPR RI sebagai wakil rakyat untuk mengawasi dan memonitoring terhadap proses hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi.

Bandarlampung, 19 Desember 2011

MUHAMMAD YUNUS, S.H.

Koordinator JPK

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun