Mohon tunggu...
SatyaMeva Jaya
SatyaMeva Jaya Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, Berbagi, dan Lepas

I Never mess with my dreams "m a Sapiosexual"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dana Bansos 2024 Tertinggi Dalam Sejarah

31 Januari 2024   22:05 Diperbarui: 6 Februari 2024   15:23 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memprihatinkan sekali bangsa ini, APBN Nampak begitu di peralat guna kepentingan electoral. APBN yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menjadi komoditas politik dikemas dalam bentuk Bansos yang kian tidak terkira kenaikannya. Ada apa? Atau semengkhawatirkan apa bangsa ini?

Penyaluran Bansos yang di percepat buah dari kesepakatan para Menteri dala rapat kabinet bulan November 2023 lalu, di susul begitu fantastisnya pencairan tersebut seperti di paksa sekaligus untuk periode Januari-Maret 2024.  Di kebut harus tersalur awal bulan februari, sebesar Rp. 600 ribu per keluarga.

Tahun 2024 ini pemerintah menggelontorkan anggaran Bantuan sosial sebesar Rp. 496,8 Triliun, angka ini fantastis. Naik 13 persen dari anggaran tahun 2023. Lebih parahnya, anggaran tahun 2024 ini, dua kali lipat naik dibanding anggaran penanganan Covid tahun 2020-2022. 

Saat puncak Covid pada tahun 2020 menganggarkan Rp. 498 triliun, tahun berikutnya Rp. 468,2 triliun dan 2022 hanya Rp. 460,6 Miliar.

 Yang mengejutkan, ternyata dana bansos 2024 tertinggi dalam sejarah sebesar Rp. 498 triliun.

Saat ini presiden beserta beberapa menterinya makin sibuk membagi-bagikan bantuan pangan atau bantuan sosial lain. 

Untuk kompensasi atas apa hal ini dilakukan? Mendekati pemilu tahun 2009, SBY pun membagikan BLT yang dicurigai sebagai abuse of power sebab dibagikan saat mendekati pilpres, yang mana saat itu SBY  maju kembali sebagai petahana.

Politisi Partai Demokrat, Andi Arief terang membantah jika bansos di politisasi, Bansos dalam bentuk BLT tersebut diberi atas kompensasi kenaikan BBM. 

Padahal, secara langsung saat itu BLT mendongkrak elektabilitas SBY dengan meraih suara sebesar 60.8 persen. Lantas, saat ini elektabilitas siapa yang ingin di dongkrak sedangkan kita tidak ada petahana sebagai kandidat?

Pastilah bansos ini dijadikan modal untuk memenangkan salah satu kandidat, diduga kuat politisasi bansos ini untuk kubu 02 yaitu pasangan Prabowo Gibran.

Disinilah peran kandidat lain beserta partai pengusung untuk memberi edukasi, jika bantuan pangan atau bantuan sosial dalam bentuk apapun yang disalurkan oleh pemerintah itu adalah hak rakyat. Dan negara berkewajiban untuk menyalurkan bantuan yang telah dianggarkan tersebut serta mempertanggung jawabkan transparansinya.

Kita sama-sama melihat bahwa awal tahun ini, negara tidak seburuk pandemi Covid 2020-2022 atau El nino ditahun 2023 kemarin. Tetapi 2024 ini ada yang lebih buruk yaitu dipertontonkannya kita dengan dinasti, nepotis,segenap elit yang menghilangkan prinsip-prinsip demokrasi dan penenggelaman moral bernergara para elit kian menjadi-jadi.

Anggaran bantuan sosial naik dibanding anggaran pandemic Covid 2020-2022, padahal pada tahun puncaknya pandemi covid melanda  kita menggelontorkan dana sebesar Rp. 498 triliun pada tahun 2020 yang lalu.

Dan anehnya, dana sosial tahun 2024, hanya untuk satu tahun saja dengan segenap kegelapan urgensinya. 

Malah negara harus menggelontorkan dana sebesar Rp.496.8 triliun dan angka ini naik 13 persen dari anggaran tahun 2023 serta tertinggi dalam sejarah.

Urgensinya bukan untuk apa, tetapi untuk siapa?


Siapa yang dapat menjelaskan ini semua? 

Menurut Sri Mulyani, pemberian BLT tahun 2024 sebagai upaya pemerintah untuk mitigasi risiko pangan bertujuan menekan inflasi bahan pangan yang bergejolak atau volatile food yang berada di angka 6,73 persen secara tahunan. 

Jika tidak ditangani pemerintah khawatir inflasi itu bakal berpengaruh pada inflasi secara keseluruhan dan penurunan daya beli Masyarakat.

Negara mengucurkan dana Rp. 200 ribu per bulan per KPM, pada periode November-desember.

Kejutan kembali terjadi, pada periode januari-maret 2024, bantuan langsung tunai mitigasi risiko pangan sebesar Rp. 200 per bulan, dikebut pemberiannya sekaligus pada awal bulan februari mendatang sebesar Rp. 600 ribu per KPM (Keluarga penerima manfaat)

Muatan politik begitu kental nyata , presiden seperti sedang mengejar ambisi politik pragmatis jangka pendek melalui bansos yang tiada henti sejak tahun lalu hingga kini mendekati pilpres. 

Hal ini lebih mencerminkan hasrat politik untuk meraih dukungan elektoral secara instan, ini sepertinya bukan upaya untuk menanggulangi kemiskinan ataupun menjaga daya beli Masyarakat yang seharusnya Masyarakat bukan dimanjakan dengan bantuan sosial ditengah klaim pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta perbaikan kesejahteraan Masyarakat.

Masyarakat lebih membutuhkan jaminan Kesehatan, bantuan Pendidikan dan lapangan pekerjaan untuk jangka panjang dan sustainable.

PKH pada kepemimpinan Jokowi di tahun 2018 berjumlah 10 juta KPM. Sedangkan pada tahun 2014 era SBY hanya berjumlah 2,7 juta KPM. Artinya,  ini menandakan betapa lemahnya Upaya pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi rakyat dan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas secara luas dan merata. Rakyat kerap kali dimanjakan dengan bantuan sosial yang sifatnya jangka pendek dan tidak sustainable.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun