Mohon tunggu...
SatyaMeva Jaya
SatyaMeva Jaya Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, Berbagi, dan Lepas

I Never mess with my dreams "m a Sapiosexual"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengupas Rumitnya Pemilu di Amerika

19 November 2021   00:07 Diperbarui: 19 November 2021   00:57 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara-negara demokrasi di dunia menjadikan Amerika sebagai negara rujukan sistem politik berbasis demokrasi dan tak sedikit negara menjadikan Amerika pedoman berdemokrasi untuk diterapkan dinegaranya, termasuk Indonesia. Tak mengejutkan, Amerika berhasil menerapkan demokrasi sejak tahun 1787 jauh sebelum Indonesia merdeka sekaligus menjadikan Amerika pelopor pertama penganut sistem presidensial  dunia.  Jika kita lihat sejarahnya jauh sebelum Amerika menerapkan demokrasi, pada abad V SM Yunani telah berdemokrasi dibawah kekaisaran Athena (Raja Pericles) yang membuat Kota Athena saat itu terkenal dengan kesejahteraan warganya, perkembangan ilmu pengetahuan, pusat kesenian dan keadilan yang dirasa rakyatnya dengan Egaliteriansime yaitu persamaan hak bagi seluruh warga yang di atur dalam hukum  dan semua orang sama di mata hukum.

Diawali dengan demokrasi, dikarenakan sudah menjadi ketentuan jika melaksanakan Pemilihan Umum  (Pemilu) di suatu negara niscaya demokrasi negaranya, di lain kesempatan penulis akan lebih mendalam perihal demokrasi, terutama ancaman terhadap demokrasi sejak Perang dunia pertama, tepatnya di Venezuela, Chile, Germany, Itali, Austria dan lain sebagainya serta ancaman para tokohnya seperti Chavez, Hitler, Agusto Pinochet,  Getulio Vargas (Brazil), Alberto Fujimiro (peru), Mussolini, Nober Hovver (Ekstrimis partai FPO di Austria) dan lain sebagainya, sampai tokoh demadog masa kini seperti Trump, Bolsonaro, Immanuel Marcon, (demadog Indonesia nilai sendiri) dan lain sebagainya.

Pemilu di Amerika pada mulanya sangat efektif menyingkirkan calon penguasa otoriter yang mengancam keberlangsungan demokrasi, di Amerika dikenal sebagai penjaga gerbang demokrasi yaitu Partai untuk gerbang penyaringannya. Partai Demokrat dan Partai Republik sama-sama memiliki sejarah bagaimana peran dari partai dapat menyaring serta melawan tokoh-tokoh ekstrimis cikal bakal lahirnya otoritarianisme yang ingin berkuasa, dimana selama puluhan tahun Amerika berhasil mencegah mereka masuk kedalam arus utama politik, kecuali pada tahun 2016 saat Trump berkuasa, produk dari demokrasi yaitu Pemilihan Umum.

Terbilang lebih mudah secara teknis pelaksanaan, pemilihan umum langsung di Indonesia tidak serumit pemilu di Amerika, di Indonesia Calon presiden dipilih langsung oleh rakyat dan Calon yang memiliki suara terbanyak selanjutnya menjadi pemenang alias pasti jadi presiden. Berbeda hal di Amerika, rumitnya sistem Amerika serikat membuat suara terbanyak rakyat,  dikenal dengan Popular Vote tidak menjadi faktor penentu  kemenangan atau pasti terpilihnya seorang presiden, namun penentu pastinya adalah Ellectoral Vote, para anggota nya disebut Electoral Collage, merupakan kumpulan utusan dari seluruh negara bagian di Amerika yang nantinya memilih langsung Presiden di Ibu Kota, berikut adalah ulasan tahapan pemilu d Amerika.

Tahap pertama Pemilu di Amerika yaitu pemilihan pendahuluan dikenal dengan "Super Tuesday" yaitu rakyat di masing-masing negara bagian memilih para calonnya, para calon presiden yang mewakili partai tidak dipilih secara langsung dibilik suara oleh para pemilih atau warga, tetapi bilik suara diperuntukan untuk memilih para delegasi yang nantinya akan mendukung masing-masing calon presiden. Dan calon presiden yang memiliki lebih dari setengah suara para delegasi akan memenangkan pemilu pendahuluan, selanjutnya saat negara bagian telah selesai memilih para delegasinya, biasanya sudah jelas siapa calon presiden. Namun, secara resmi para delegasi yang terpilih akan memilih calon presidennya di Konvensi Nasional Partai.

Jika tidak ada satupun calon yang menerima lebih dari setengah suara delegasi, akan ada negosiasi didalam partai untuk memilih para calon dan akan dilakukan pemilihan ulang diantara para delegasi, saat itu para delegasi tidak focus pada salah satu calon tertentu, namun bisa mengalihkan suaranya kepada calon presiden lainnya sampai ditemukan mayoritas yang jelas, sehingga ada kemungkinan calon presiden baru masuk dalam bursa.

Barulah masuk pada pemilihan tahap dua, saat sudah jelas calon presiden mana yang saling bertarung, kampanye dapat dilakukan. Pemenang dari kampanye ini ditentukan pada hari pemilihan umum dan hanya pemilih sah yang berusia di atas 18 tahun yang bisa memilih. Mirip seperti pemilu pendahuluan pertama, para pemilih tersebut tidak memilih langsung calon presidennya, mereka terlebih dahulu memilih para Elector yang nantinya akan memilih secara langsung salah satu calon presiden.

Kumpulan para Elector, akumuluasi dari seluruh elector negara bagian  disebut Electoral Collage terdiri dari 538 orang dari 50 negara bagian plus 1 Washington DC, mereka merupakan anggota senat yang dipilih langsung oleh rakyat di masing-masing negara bagian dan kemudian berhak memilih presiden secara langsung, mereka biasanya diusung langsung oleh partai, jumlah Elector disetiap negara tidak sama, dibagi sesuai banyaknya jumlah populasi dari tiap negara, dengan kata lain, makin banyak jumlah penduduk, maka makin banyak jumlah elektornya.

Elector yang paling banyak terdapat di California sebanyak 55 orang, Texas 34 orang, New York 29 orang dan seterusnya, untuk terpilih sebagai presiden harus mengantongi minimal 270 dari total 538 suara pada Electoral Vote, Para elector inilah sebagai penentu. Menariknya, Amerika terkenal “Winer Takes it all” yaitu pemenang dapat mengambil semua, sehingga yang mengantongi mayoritas suara bisa claim suara sepenuhnya bagi calon yang mengantongi mayoritas suara, meski dengan selisih yang sangat tipis. Dengan kata lain dalam Popular Vote suatu negara bagian, calon dengan suara terbanyak, berhak atas semua suara pemilih electoral di negara bagian tersebut. Seperti contoh, misalkan di Texas terdapat 40 juta  pemilih  dan 34 orang  Electoral Colage, dengan Calon Presiden Trump berpartai Republik mendapat suara 21 Juta suara dan Calon Presiden Hillary berpartai Demokrat mendapat 19 Juta suara.

Maka partai Republik dengan calonnya yaitu Trump berhak atas seluruh elector di Texas  yang berjumlah 34 orang  sehingga seluruh perolehan suara 19 juta suara partai democrat  dialihkan ke partai Republic menjadi total 40 juta suara, ingat ya yang dipilih mereka adalah partai. Menjadikan Hillary bersama Partai demokratnya memiliki 0 elector dan 0 Popular Vote. Kemudian nantinya, seluruh hasil pemilu untuk electoral Vote Texas akan diakumulasikan bersama negara bagian lainnya, para electoral tersebut dikirim ke electoral collage untuk memilih langsung calon presiden di masing-masing ibu kota negara bagian mereka.

Jika terdapat kebuntuan pada Electoral collage alias tidak ada kandidat dengan suara terbanyak, maka kan dilakukan “pemilihan kontingen”  atau Capres dipilih Dewan perwakilan Rakyat. Tak banyak juga negara bagian yang belum jelas dan siapa yang akan dimenangkan, sehingga negara tersebut disebut Swing state, biasanya di negara Florida, Swing State seperti ini bisa menjadi penentu kemenangan bagi calon yang kekurangan suara pada Electoral Collage. Bukan rahasia bahwa suara terbanyak dari Electoral biasanya sudah jelas siapa presiden yang akan terpilih, namun tak sampai disitu.

Tahap pemilihan ketiga, tahap inilah secara resmi calon presiden di umumkan menang, dengan dilakukannya Electoral Vote oleh 538 orang Electoral Collage yaitu Ketika para elector mengumumkan secara resmi siapa pemenang sampai  presiden dilantik untuk memimpin selama 4 tahun kedepan, biasanya perhitungannya diawal tahun oleh kongres Amerika.

Sebagai contoh konkret perihal calon yang menang pada popular Vote akan sia-sia kalau kalah pada electoral vote, seperti  pemilu tahun 2000,  pada Popular Vote Al Gore unggul 500 ribu suara dari George Bush dan Bush menang pada Electoral vote sebanyak 271 suara dari 538 suara, jadilah Bush Presiden Terpilih. Kemudian, pada pemilu tahun 2016 lalu, pada Popular Vote Trump kalah  dengan selisih hampir 3 juta dari Hillary dan Trump menang pada Electoral vote sebanyak 276 suara dari 538 suara, jadilah Trump Presiden terpilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun