Mohon tunggu...
SatyaMeva Jaya
SatyaMeva Jaya Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, Berbagi, dan Lepas

I Never mess with my dreams "m a Sapiosexual"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Fenomena Taliban sebagai Idola Baru, Keliru terlaru Terburu-buru

17 Agustus 2021   22:48 Diperbarui: 20 Agustus 2021   23:53 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Coba kita uraikan, pertama Taliban itu mempunyai kedekatan dengan Al-qaeda maka akan memberi sinyal untuk jaringan teroris di Indonesia yang berafiliasi kepada Al-Qaeda, seperti Jemaah Islamiyah akan kembali bangkit, karena termotivasi dan terinspirasi dengan kesuksesan Taliban dalam menduduki kekuasaan Afganistan sekarang, bisa saja mereka kelompok garis keras akan mencontoh dengan menyusun kembali strategi-strategi serta menghitung  peluang-peluang kemenangan untuk menggulingkan kekuasaan yang terligitimate di Indonesia.

Kedua, kelompok-kelompok muslim garis keras juga mempunyai idola baru, yaitu Taliban yang mereka anggap sejalan dengan mereka untuk menciptakan Negara Khilafah. Seperti yang ingin diciptakan oleh Taliban sekarang ini, lihat saja pendekatan Taliban dalam bergerak merebut kekuasaan bisa dibilang lebih halus, tidak sekeras perlawanan dalam mengusir soviet dahulu, tetapi dahulu bukan Taliban merk nya walau isi nya sama hanya berbeda nama saja, mereka itu adalah cikal bakal adanya Taliban. Lalu, sejarah taliban dalam melawan Amerika seperti 20 tahun belakangan ini, mereka masih di anggap kelompok ekstrimis yang kejam dalam soal pergerakan dan perlawanan.

Ketiga, Pada hal ini juga disayangkan, ada tokoh negara di Indonesia bahkan pakar timur tengah terbilang salut dengan cara Taliban yang terbbilang manis seperti sekarang. Padahal, hal tersebut secara tidak langsung akan menjadi pemantik api. Artinya, memicu pemikiran bahwa benar Taliban sudah berubah dan Taaliban di percaya dapat mewujudkan negara Islam yang sejahtera. Terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan sekarang, sebab mereka para garis keras yang sakit hati di Indonesia merasa mendapat dukungan dan lebih percaya diri dalam bergerak seperti Taliban.

Keempat, kita (Indonesia) harus bersiap dengan kemungkinan besar dalam beberapa waktu kedepan akan mendapat goncangan dari mereka sehingga Densus 88 juga akan menangkapi mereka yang mencoba bangkit yang terinspirasi dari Gerakan Taliban.

Kelima, kita harus Bersatu seperti suriah yang kompak dalam melawan peperangan, namun bedanya kita harus kompak melawan segala narasi-narasi yang muncul di media sosial perihal narasi yang dibangun dari Gerakan garis keras nanti. Sebab Taliban pun, mulanya bergerak  dari propaganda di media sosial untuk meyakinkan rakyat Afganistan kalau merekalah yang menjadi solusi atas masalah yang dihadapi rakyat Afganistan, yaitu kemiskinan. Harapan kita bersama, agar tidak mudah tergiur dan percaya dengan narasi-narasi mereka yang bertujuan untuk memanfaatkan momentum dengan sandiwara membawa semangat perubahan kesejahteraan namun sesungguhnya ingin mendirikan negara Khilafah.

Keenam, jika benar narasi sudah di bangun dan mendapat hati public. Tidak menutup kemunkinan Indonesia akan mendapati mereka kelompok garis keras akan mencoba membungkam para cendikiawan yang dikenal sebagai pegiat media sosial yang giat bersuara melawan narasi-narasi mereka. Contoh saja, Afghan Comic adalah salah satu pegiat media sosial Afganistan yang suka muncul di tiktok dengan konten-konten kritisnya dalam melawan narasi-narasi dari Taliban, kemudian ia diculik dan dieksekusi mati Taliban supaya tidak lagi bersuara dan eksekusi mati itu belum selesai.

Penutup, seperti kata  Ahmed Rashid (pengarang buku Taliban), "berkuasanya Taliban Sebagian besar berkat jasa para cendikiawan atau orang-orang terpelajar di Afganistan yang memilih untuk bungkam (karena bukan urusan mereka)"

Para kaum terpelajar inilah yang menjadi buruan taliban selanjutnya, karena dianggap sebagai musuh yang potensial. Taliban lebih senang merekrut orang-orang bodoh yang fanatic dan memberi mereka senjata, karena orang bodoh dalam jumlah besar yang dikuasai dengan kekeliruan dalam beragama akan menjadi senjata ampuh dalam merebut kekuasaan negara, kita jangan diam sehingga tidak kalah dengan suara-suara orang bodoh yang menguasai narasi yang kelak akan melahap kita semua.

Bukankah keliru jika mereka terlalu cepat menjadikan Taliban sebagai idola baru?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun