Mao juga menyebut dialektika mekanis yang artinya faktor internal tidak bisa dirubah oleh faktor eksternal yang bersifat hakikat atau esensial. Seperti, pertumbuhan Telur ayam yang di erami dengan suhu hangat dari induknya atau telur ayam di hangatkan melalui suhu panas lampu neon, tidak akan bisa merubah telur ayam itu saat menetas menjadi cicak, capung, belalang dan lain sebagainya. Sebab pada hakikatnya telur tersebut berasal dari ayam yang tidak bisa berubah hakikatnya walau ada padu dari faktor eksternal seperti panas tadi.
Jadi singkatnya perubahan sosial menuju keadilan yang disebut sebagai kehidupan sosialis, akan terjadi yang disebabkan beberapa faktor. Artinya, kehidupan sosial kapitalis yang penuh dengan penindasan itu secara internal akan berubah menjadi kehidupan yang lebih sosialis, entah apapun faktor eksternalnya.
Kemudian jauh dari sebelum itu sebenarnya Aristoteles juga sudah mengatakan bahwa A adalah sekaligus Non A (prinsip identitas), mengartikan bahwa ada suatu hal yang tidak bisa dipahami jika mengikuti konsep dialektika seperti  Hegel diatas. Disini menurut penulis  dapat dipahami bahwa, prinsip identitas dimaksudkan pada sesuatu identitas internal A tidak akan bisa dipahami walau sesuatu hal berpadu pada identitas internal Non A itu sendiri, Jika Hegel mengatakan A akan berubah jika berpadu/berkontradiksi apabila dihadapkan dengan B, maka menghasilkan perubahan C, berdasarkan perpaduan A dan B.
Contoh seperti, manusia sekaligus bukan manusia.Â
Manusia secara langsung saya definisikan adalah hewan yang berakal, sedangkan bukan manusia adalah bukan hewan yang berakal. Maka terlihat bahwa suatu hal yang telah terdefinisi tidak akan bisa dipahami dengan hakikat dirinya sendiri, sebab hal tersebut sudah memiliki definisi tersendiri. Jika masih dipaksakan untuk dipahami. maka menjadi manusia adalah berakal sekaligus tidak berakal, sehingga hal ini eror dan tidak bisa dipahami. Sebab bukan manusia sebagai antithesis dari manusia sebagai tesis, tidaklah terdefinitif.
Terakhir dalam buku Falsafatunna  Baqir Shadr dalam mengkritik Engels perihal konsep gerak dan negasi sebagai suatu  dialektika. Yaitu Baqir menyatakan  bahwa gerak ini bukan dialetktika, melainkan suatu perubahan dari potensialitas menjadi aktualitas, seperti kayu yang berubah menjadi meja, maka kayu dan meja bukanlah suatu hal yang kontradiksi atau pertentangan, melainkan suatu gerak dari potensi ke aktualitas. Kemudian negasi atas negasi juga tidak bisa Baqir terima, perubahan air menjadi uap itu adalah gerak yang sirkular yang terus menerus berubah seiring dengan faktor eksternal yang mendorongnya.
Sehingga sampailah hal menarik dari Baqir, berujung pada pernyataan sekaligus sangkalannya yaitu, Jika segala sesuatu berkontradiksi untuk bisa dipahami, lalu kontradiksi itu sendiri, berkontradiksi dengan apa? agar dialektika atau kontradiksi tersebut bisa dipahami. Maka bila ada kontradiksi di luar kontradiksi hal tersebut tidak bisa berlaku dan tidak bisa dipahami secara universal kemudian, sebagai suatu hukum yang mewadahi seluruh realitas yang ada disemesta ini.Â
Menurut penulis disinilah terdapat keterbatasan akal manusia mengenai hal berbau transedental, manusia hanya bisa berfilsafat spekulatif mengenai hal ini. Sebab keterbatasan akal tersebut mengartikan bahwa ada sesuatu yang tidak ada batas, kekal dan tidak terbatas oleh ruang waktu yaitu sang Pencipta, Tuhan Allah Swt. Manusia pun masih terbatas terhadap ruang dan waktu, tidak mungkin keterbatasan kita ini ada di ciptakan oleh hal yang memiliki keterbatasan, pasti harusla ada hal yang kekal, tidak terbatas dan maha atas semua ini.
Kesimpulannya, Dialektika ini adalah cara berfikir para filsuf, para ilmuwan, para penemu dan lain sebagainya. Tidak bisa kita pungkiri kalau dialektika ini membawa perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga adanya kecanggihan teknologi sekarang ini pun  adalah buah dari dialektika terdaulu yang selalu berkembang dari zaman ke zaman. Seperti dialektika dalam hal pemenuhan komunikasi dan makin canggih dalam saluran medianya. Yang dahulunya manusia berkomunikasi melalui tulisan di media batu-batu, tulisan di kulit binatang, lalu dikertas, mesin fax, handphone jadul dan sampai handphone secanggih saat ini guna percepatan pencapaian pesan, yang berkembang lagi  kecanggihan dalam hal keamanan privasi penggunanya dan lain-lain.Â
Berjasa sekali  Heraklitus terhadap penemuan dialektika ini yang melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi, lalu berandai-andai kata, kalau saja dialektika ini tidak ditemukan, maka Hegel dan Marx  pun di abad modern seperti saat ini tidak akan kita dapati tulisannya sekalimatpun apalagi kita petik buah pemikiran mereka untuk dinikmati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H