Mohon tunggu...
SatyaMeva Jaya
SatyaMeva Jaya Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, Berbagi, dan Lepas

I Never mess with my dreams "m a Sapiosexual"

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Melawan Corona Varian Delta, Percepatan Vaksin Harus! New Normal of Indonesian

19 Juli 2021   15:19 Diperbarui: 20 Juli 2021   11:00 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat 11 Mei 2021 di Kompasiana Account ini menuliskan  artikel yang berjudul "Antisipasi Varian Covid B1617 terkesan lamban, PEMDA Mari Bergegas!",

sejak tanggal 11 mei 2021 artikel diatas  disiarkan apakah PEMDA dan Pemerintah Pusat sudah bergegas mengantisipasi varian B1617 (Delta) ini? Apa langkah preventif yang di lakukan sehingga keefektifan waktu yang berpacu dengan cepatnya  penyebaran dapat efektif namun tetap mempertimbangkan  kemaslahatan seluruh kelas-kelas sosial yang ada di Bumi pertiwi? 

         Sedikit mengingat dari tulisan saya pada 11 mei 2021 bahwa di akhir bulan April 2021 sudah terdeteksi sedikitnya ada 10 varian Delta sudah masuk di Indonesia penyebarannya tercatat berada di pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Jika melihat pada awal penanganan Delta  ini, langkah pertama yang di ambil pemerintah pusat adalah memberhentikan penerbangan domestik dari Indian ke Indonesian maupun sebaliknya, kecuali kargo tepat ditanggal 24 April 2021. 

Tracing pun terkesan lamban, padahal banyak ahli berpendapat bahwa varian Delta ini berkali-kali lipat lebih cepat penyebarannya di banding varian sebelumnya, sehingga Tracing tidak bisa dilakukan dengan cara yang biasa-biasa saja, tidak salah bukan jika PEMDA yang tercatat ada varian tersebut segera membentuk SATGAS khusus tracing varian ini maka dapat menekan penyebaran, begitu juga PEMPDA Khususnya Provinsi dapat membantu dengan membuat kebijakan yang lebih mengetatkan Prokes, percepatan vaksin, bahkan meminta arahan pemerintah pusat agar provinsi yang tercatat di izinkan untuk mengawasi mobilisasi masyarakat yang ada di perbatasan. Ah sudahlah setidaknya itu harusnya di lakukan pada 3 bulan lalu!

"Mari menatap kedepan,  yang terdahulu jadikan saja pelajaran", tidak asing Quotes ini terdengar pada seminar motivasi atau status Story pemuda galau yang hidupnya makin dilema, susah cari kerja apa lagi buka usaha, yang ada penumpukan angkatan kerja jadi PR baru setelah ini semua berlalu.

      Perihal petikan Quotes di atas "...., yang terdahulu jadikan saja pelajaran", Sudah tahu kan harusnya di bulan April kemarin Indonesia punya langkah apa? YA! pelajaran terdahulu harusnya baiknya berbuntut  rasa bangga sebab memiliki pelajaran berharga pada 13 Maret 2020 yang mencatat kasus pertama covid di Depok;penanganan yang begitu cepat pada tahun itu, dapat menekan angka covid, nyatanya tidak. Oke, ketika itu Indonesia Shock tetapi di bulan April kemarin pemerintah sudah punya pengalaman artinya disaat Indian mencatat banyaknya angka penyebaran, kematian dan kasus aktif. 

Indonesian punya dong insiatif pencegahan? mensimulasi kan penanganan Delta ini sehingga saatnya nanti Delta yang mengerikan ini masuk ke Indonesia  bukan menjadi ancaman berarti bagi Indonesian karena sebelum varian ini masuk, Kita sudah membicarakan semua langkah Preventif dengan seluruh ahli, pejabat yang berwenang dan sosialisasi kepada masyarakat maka saat datangnya varian ini kita tinggal berperan masing-masing sesuai arahan penanganan sebelumnya. Jika terdapat kekurangan lagi, evaluasi berkala, mari kembali  duduk bersama.

      Tercatat saat tulisan ini di tulis terdapat 44.721 kasus baru dan rata-rata 7 hari yaitu 50.039 ( Sumber : JHU CSSE COVID-19), mengerikan bagi negara yang minim cadangan dana namun ada 270 juta warga yang harus dijamin negara kesehatannya.  Vaksin yang sudah mahal ongkosnya harus segera di percepat di suntikan, Pada 17 Juli 2021 total tersalurkannya vaksin  dosis pertama yaitu 41.268.627 (15.2%) dari total populasi dan total divaksinasi lengkap yaitu 16.217.855 (6.0%) dari total populasi. 

Artinya, hampir 80% dari total populasi belum di vaksin, ini yang lebih MENGERIKAN! andai saja, Pemerintah mau menjemput bola ke bawah dengan menggerakan lini terkecil dari RT, RW, KADES atau Kepala suku dengan pendampingan dari Nakes, aparat dan petugas terkait lainnya guna percepatan vaksinasi, sehingga mengurangi tugas pemerintah pusat yang sebelumnya penyuntikan terpusat pada titik tertentu  seperti di Rumah Sakit, Puskesmas, dan pusat kesehatan lainnya, akan menyebar sampai pelosok. 

Ibarat saat kampanye saja lah, calon-calon tersebut bisa kok turun langsung menggerakan lini terkecil untuk mengamankan suaranya, peran partai-partai saat kondisi seperti ini dimana? peran Ormas/OKP lah yang lebih terlihat turun langsung seperti pembagian masker, penyemprotan disinfektan dan membujuk lansia agar mau datang ke pusat vaksinasi, miris. Ya, ini pemikian awam saya mungkin saja Pemerintah punya pertimbangan lain mengapa belum secara kolektif nakes dan aparat menjemput bola dengan menggerakan lini terkecil untuk percepatan Vaksinasi. 

Partai atau kader partai yang harusnya bisa mendata di basis-basis wilayahnya untuk merekomendasikan langsung menjadwalkan bahkan memfasilitasi warganya yang masuk prioritas vaksinasi untuk di vaksin, itu akan mengurangi beban pemerintah untuk percepatan vaksin. walau, masih banyak cara jemput bola yang lebih variatif dari pendapat-pendapat ahli yang ada di media. sebenarnya, pemerintah tidak berfikir sendirian, banyak ahli atau pihak terkait ikut memikirkan hal ini.

      Ohiya!, mungkin saja kurangnya edukasi perihal pentingnya vaksin menghambat kemauan warga, ditambah masih maraknya kampanye Antivac yang menghambat penyuntikan ini. Sebenarnya, pemerintah tidak boleh kalah dengan agitasi propaganda Antivac semacam ini, karena bisa menganggu penanganan wabah Nasional ini, lebih Masiv lagi pemerintah melalui seluruh saluran yang ada menyampaikan pentingnya vaksin serta jerat hukum mereka yang berkampanye Antivac. 

Datang langsung ke pojok-pojok warung dalam gang sempit, ke desa-desa, pos ronda, perkebunan/pertanian warga dan tempat-tempat kurang terjamah lainnya, karena disitulah warga Indonesia juga berada yang di jamin kesehatannya. Bukan hanya di tengah kota, jalan protokol, pusat industri/perkantoran saja sehingga terciptalah edukasi perihal vaksin dan distribusi vaksin yang mengakar dan merata. 

      Bisa saja masyarakat malas untuk menerapkan Prokes karena wakil mereka saja membuat kerumunan atau tidak menerapkan Prokes. Haruslah, wakil rakyat dan seluruh pejabat menjadi role model agar stigma yang berkembang tidak terkesan tebang pilih. Jerat mereka dengan teguran resmi dari pihak inspektorat yang berwenang, jika terdapat pidana maka limpahkan langsung ke lembaga etis/ yuridis yang berwenang untuk menjerat pejabat tersebut secara hukum, bukan kah itu bentuk keadilan hukum? yang mana ketidakadilan ini di tegakan melalui proses hukum sehingga terciptalah keserasian antara kepastian hukum dan kesebandingan hukum.

Harapan kita bersama jika mayoritas masyarakat sudah di vaksin, maka kita masuk pada kehidupan baru yang dimana sertifikat vaksinasi menjadi syarat untuk melakukan rutinitas harian seperti rekreasi, masuk ke pusat perbelanjaan, menggelar pentas seni, musik, menjalankan pendidikan, dan lain sebagainya dengan mensyaratkan menunjukan kartu vaksinasi. 

Artinya, pertama secara tidak langsung dapat membantu pemerintah mempercepat vaksinasi di sebabkan mereka yang belum vaksin mau tidak mau harus vaksin. 

Kedua, dari logika awam saya mereka yang sudah vaksin maka ketika berkerumun pun akan berpeluang kecil menularkan bahkan bereaksi serius bagi tubuh mereka maka perekonimian atau sektor terdampak lainnya dapat kembali memulihkan dirinya masing-masing di kehidupan baru. 

Ketiga, sertifikat vaksin ini wajib digunakan bagi mereka yang ingin berpergian keluar kota dengan transportasi umum di laut, darat dan udara, maka bisa mengurangi beban pribadi mereka mengeluarkan Cost lebih untuk SWAB, PCR dan lain sebagainya. 

Keempat, terapkan persyaratan penunjukan sertifikat vaksin untuk kegiatan adminstratif terutama yang berakitan dengan penyelia layanan umum, seperti pembuatan SKCK, perpanjangan SIM, izin Melakukan pernikahan (KUA), dan lain sebagainya. Dan terakhir, 

Kelima di tempat rawan berkerumun seperti cafe, pusat olahraga, resotan, haruslah menunjukan sertifikat vaksin sebelum masuk ke tempat tersebut, sehingga pelaku penyedia jasa tersebut dapat kembali meneruskan usahanya. 

Semua ini tetap Wajib melaksanakan Protokol Kesehatan untuk mencegah mereka menjadi Carrier kepada mereka yang rentan terpapar atau belum melaksanakan vaksinasi. Ada pertanyaan, Bagaimana untuk mereka yang tidak bisa di vanksin karena gangguan penyakit tertentu? tentunya harus melampirkan surat keterangan resmi dari Dokter yang menyatakan bahwa ia belum bisa melaksanakan vaksinasi atau tidak bisa melaksanakan vaksinasi, sebab penyakit yang ia miliki. Harus ada pendampingan lebih untuk mereka yang tidak/belum divaksin karena hal ini. Saya pikir, harus ada formula khusus untuk mereka sehingga dapat beraktifitas seperti mereka yang sudah di vaksin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun