Mohon tunggu...
Yun Tumur
Yun Tumur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kresensia Yunita Tumur

Nama lengkap Kresensia Yunita Tumur. Saya seorang pegawai swasta. Berdomisili di Kupang, NTT. Cp :081281339170 (wa)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Sejati Part 6

6 Maret 2020   17:25 Diperbarui: 6 Maret 2020   17:25 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Lisa, sudah bangun nak?", suara ibu terdengar cemas. Setelah melihat keliling ruangan dan orang-orang di situ. "Ibu, kita di ruang UKS yah?", tanya saya. Ibu mengangguk sambil menuntun saya meminum teh hangat. Saya mendengar kepala sekolah menasihati Ibu dan Ayah agar selalu memperhatikan sarapan untuk anak. Setelah itu, ayah menggendong saya untuk pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, Ibu membawakan saya bubur telur dan akan menyuapi saya. Tapi saya menolak. Ayah lantas menakut-nakuti saya untuk membawa saya ke rumah sakit dan menusuk jarum suntik infus ke dalam nadi tangan saya. Karena saya tidak suka jarum, maka terpaksa saya menelan bubur telur itu dengan terpaksa. Setelah selesai makan, mereka meninggalkan saya di kamar agar saya bisa beristirahat.

Lagi dan lagi. Orangtua saya bertengkar lagi. Saling menyalahkan atas apa yang terjadi. Saya takut dan segera menyelimuti seluruh badan saya dengan selimut. Bantal pun sekuat-kuatnya saya benamkan di telinga saya. Saya benci hidup seperti ini. Di keluarga ini. Teriak saya dalam hati. Dan terhenyak dalam situasi itu, saya pun tertidur pulas.

Pagi harinya, ayah mengecek kondisi saya di kamar. Setelah menanyakan apa yang saya rasa dan oleh-oleh apa yang saya minta sebagai hadiah, dia pun pamit untuk tugas ke Jakarta. Sejujurnya, saya suka kalau salah satu diantara orangtua saya tidak ada di rumah ini. Saya merasakan damai dan tenang. Saya tidak perlu merasakan malu dan tekanan batin. 

Hari ini saya tidak ke sekolah karena bertepatan dengan hari libur umum. Karena saya bosan di rumah dan sudah meyakinkan Ibu bahwa saya sudah baik-baik saja, saya lantas pergi bermain ke rumah tetangga saya. Rumahnya bersebelahan dan mereka sudah seperti keluarga saya sendiri. Jadi Ibu tidak terlalu khawatir. Namanya Ningsih tetangga saya ini. "Lisa sudah sembuh?". "Ia nih Ning, sudah. Kan sudah makan", sambil tertawa kecil. Kami bermain selayaknya anak seumuran kami dan saat siang hari, orangtua Ningsih mengajak kami untuk makan siang bersama. 

Saya iri. Selalu. Setiap saya ke rumah teman-teman saya. Orangtuanya ramah dan saling menyayangi. Harmonis. Tidak tampak kebencian di mata mereka. Kenapa hidup ini tidak adil. Kenapa keluarga saya berantakan. Kenapa Ayah dan Ibu tidak bisa jalani hidup normal seperti Ayah dan Ibu teman-teman saya. Tanpa tersadar, air mata saya mengalir. "Lis, kamu kenapa nangis?", tanya Ibunya Ningsih. "Saya bahagia kepedisan, Tan", tawa saya, sembari disambut tawa keluarga Ningsih.

....

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun