Mohon tunggu...
Yunorina Pariman
Yunorina Pariman Mohon Tunggu... -

Hidup penuh dengan hikmah.... senang mengamati kejadian alam, sikap manusia dan menuangkannya dalam tulisan maupun foto-foto.... Waktu cuma sedikit, berbagilah ilmu dengan umat yang lain, agar dapat menjadi bekal di akherat nanti dan kemajuan generasi yang kita tinggalkan....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Haah, Anak Ibu Tidak Punya SIM?

25 Januari 2012   10:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:28 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Haah, Ibu mengijinkan anak ibu membawa motor padahal masih SMP, belum cukup umur dan tidak punya SIM?”. Begitu kira-kira kekagetan saya mendengar cerita seorang Ibu saat kami sedang menjemput anak-anak pulang sekolah.

Tentu pembaca akan langsung teringat dengan kasus Xenia maut yang merenggut nyawa 9 orang barusan ini. Sang pengemudi tidak mempunyai SIM.

Sebenarnya, apa yang saya dengar dengan apa yang terjadi adalah bukti bahwa masyarakat kita sudah tidak peduli dengan aturan berkendara dan keselamatan umum. Bagaimana mungkin seorang tidak mempunyai SIM tidak merasa bersalah mengendarai sebuah mobil?

Yang membuat hubungan itu semakin menarik adalah, kadang tanpa kita sadari, kita pulalah sebagai orang tua yang telah mendidik anak-anak kita untuk masa bodoh dengan aturan yang ada.

---

Kembali kepada percakapan dengan Ibu tersebut di atas. Iapun melanjutkan.

“Habis bagaimana Bu, sekolah tidak mengijinkan anak-anak bawa motor. Jadinya ya kami sewa parkir dekat situ, biar dia bisa bawa motornya ke sekolah”.

“Tapi Bu, mengapa harus bawa motor? Anak ibu kan belum tahu aturan berkendara dan tidak punya SIM. Dan dia belum mampu secara refleks menghadapi situasi darurat di jalan?”, lanjut saya yang masih terbengong-bengong mendengar penjelasannya.

“Habis bagaimana Bu, saya tidak bisa jemput karena harus jemput anak saya yang di SD. Minta tukang ojeg langganan, susah, kadang jam pulangnya tidak tepat, berubah-ubah. Jadinya yang praktis ya suruh bawa motor sendiri”.

Sayapun terusik dengan cara berpikir rata-rata orang tua saat ini, semuanya ‘demi kepraktisan’.

“Bu, sadar tidak Bu, kalau Ibu secara tidak langsung telah mengajarkan anak Ibu untuk tidak patuh pada peraturan? Anak-anak nantinya tidak takut melanggar peraturan. Sebenarnya tanpa sadar kita jugalah yang membuat jalan-jalan di negara ini semakin semrawut, karena semakin banyak yang masa bodoh dengan aturan lalin itu Bu. Banyak yang mengambil bahu jalan ketika macet, menyalip dari kiri, mengejar lampu hijau, dan lain-lain. Akibatnya Bu, terjadi macet dimana-mana.”

Sang Ibupun terdiam.

Sayapun terdiam, merasa menghakimi sang Ibu. Tapi kemudian saya tersadar, mudah-mudahan sang Ibu sadar, dan cerita akan terus berlanjut ke orang tua-orang tualainnya.

---

Maka, ketika kemudian terjadi tragedy Xenia Minggu kemarin, sayapun teringat kembali dengan percakapan di atas.

Kita semualah yang menyebabkan kekacauan ini, karena kita telah lupa pada akar penyebab kesemrawutan jalan-jalan di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun