Begitu pula sebagai seorang guru yang memiliki nilai-nilai dan perannya dalam pendidikan, semestinya untuk  menciptakan pembelajaran yang mampu menerima segala macam perbedaan peserta didik, baik kesiapan belajar, minat belajar dan profil belajar murid yang beragam. Murid-murid mendapatkan kesempatan belajar yang sama sesuai dengan ketiga aspek di atas, dalam sebuah pembelajaran yang menyenangkan serta berpusat pada murid.Â
Dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi maka akan mewujudkan generasi yang tumbuh sesuai dengan potensi yang dimiliki, hingga pada akhirnya terciptalah manusia-manusia yang well being, sejahtera lahir dan jiwanya. Manusia akan mampu menerapkan keterampilan sosial dan emosional dalam kehidupannya.Â
Mereka mampu mengenali diri sendiri, memanajemen diri sendiri, mengenal orang lain, memiliki empati pada sesama, dan mampu mengambil keputusan secara bertanggung jawab. Â Murid-murid mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dengan penuh tanggung jawab, dengan dukungan coaching dari guru dan menerapkan segitiga restitusi hingga anak-anak mampu menemukan penyelesaian dari masalahnya sendiri secara bijak.
Menjadikan kepemimpinan di sekolah sebagai institusi moral dapat tercapai dengan kemampuan pengambilan keputusan dengan tepat dan mampu memilih mana masalah yang bersentuhan dengan dilema etika atau bujukan moral.Â
Ketika memahami perbedaan kedua masalah tersebut, sebagai seorang pemimpin mampu menerapkan 9 langkah dalam pengambilan keputusan, menggunakan 4 paradigma berpikir, menentukan apakah ini berkaitan tentang individu atau kelompok (masyarakat), rasa keadilan maupun rasa kasih sayang, kebenaran melawan kesetiaan, atau sebaliknya untuk jangka pendek atau jangka panjang.Â
Itu adalah pilihan dari pengambil keputusan yang tentu saja mampu memilih prinsip dilema etika yaitu berpikir prinsip hasil akhir, peraturan atau karena rasa peduli pada sesama.
Jika langkah-langkah dari pengambilan keputusan tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan 3 paradigma dilema etika serta prinsip resolusi tentu harapannya setiap keputusan yang diambil akan selaras dengan prinsip pengambilan keputusan itu sendiri yaitu harus berpihak pada murid serta dapat dipertanggungjawabkan dan tentu saja mengandung nilai-nilai kebajikan universal.
Dengan menyadari bahwa pengambilan keputusan yang tepat dari seorang pemimpin, dengan melibatkan kolaborasi dari berbagai pihak yang berkepentingan, dan tentu pemimpin itu akan mampu membawa semua warga sekolah dan masyarakat dalam siklus yang positif, mampu mengambil keputusan yang bijak dan memberikan manfaat bagi dirinya sendiri, semua warga sekolah dan masyarakat banyak di sekitarnya.
Akhir kata, bahwa sekolah itu adalah wadah  institusi moral dan selaku pemimpin yang bijak sejatinya lebih memilih merawat kodrat murid dengan moral yang baik daripada menghukumnya karena kesalahan yang telah mereka perbuat.Â
Menghukum murid karena kesalahan adalah boleh bahkan diharuskan,asalkan tidak melibatkan fisik dan menyakiti tetapi hanya diberikan sanksi atas apa yang telah diperbuat, dengan menerapkan coaching dan segitiga restitusi agar murid mau menyadari kesalahannya. Untuk merawat moral serta adab anak-anak dimasa sekarang dan masa depan adalah yang lebih utama demi masa depannya yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H