“Masalah sampah bukan cuma masalah pemerintah saja, tetapi masalah sampah adalah masalah kita semua. Mengatasi permasalahan sampah tidak bisa sendirian. Kita perlu berkolaborasi agar sampah bisa teratasi. " ujar Arky Gilang dengan keprihatinan yang mendalam.
Masalah sampah memang menjadi problem yang tak pernah selesai dibahas. Indonesia menjadi salah satu penghasil sampah terbesar di dunia. Sampah memang menjadi perhatian besar bagi Arky Gilang Wahab. Pemuda asal Banyumas-Jawa Tengah ini terus berpikir bagaimana agar Indonesia bebas sampah.
Untuk kabupaten Banyumas saja, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyumas mencatat bahwa sampah yang dihasilkan di Kabupaten Banyumas sebanyak 600 ton per hari. Sedangkan data Sistem informasi pengelolaan sampah (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup menyebutkan rumah tangga adalah penyumbang sampah terbesar yakni sebanyak 38,3%. Dari jumlah tersebut 40,8% adalah sampah organik.
Menyadari fakta ini, kegundahan Arky Gilang Wahab semakin membuncah. Dirinya mulai tak betah melihat tumpukan sampah di sudut-sudut desa di tempat tinggalnya. Tumpukan sampah dengan bau menusuk hidung memenuhi sudut-sudut desa Banjaranyar. Sampah-sampah ini tentu sangat mengganggu aktivitas warga.
Tumpukan sampah organik bercampur plastic menumpuk jadi satu. Aromanya mulai menyengat siapa saja yang mendekat. Arky paham benar bila sampah tak diolah, akan menjadi gunung-gunung sampah yang menghasilkan gas metana. Gas metana dari sampah organik 20-25 kali lebih berbahaya dari karbon dioksida. Gas metana juga dapat merusak lapisan ozon bumi yang menyebabkan pemanasan global.
“Masalah sampah adalah tanggung jawab kita bersama. Makanya masalah sampah harus diselesaikan.” Begitu mimpinya dengan penuh keyakinan.
Suatu hari Arky menemukan cara mengelola sampah tanpa merusak lingkungan. Caranya dengan teknologi biokonversi sampah melalui budidaya maggot BSF (Black Soldier Fly). Maggot BSF adalah belatung dari jenis lalat tentara atau Black Soldier Fly.
"Maggot BSF atau belatung lalat tentara memiliki kemampuan memakan sampah organik 5-10 kali bobot tubuhnya. Jika terdapat 1 kg maggot BSF, maka sebanyak 5-10 kg sampah organik dapat terurai." ujar pemuda lulusan Institut Teknologi Bandung itu dengan keyakinan yang kuat.
Pada awal mengolah sampah, Arky bersama adik iparnya hanya bermodal maggot seberat 5 gram saja. Mereka menggunakan lahan serta modal usaha secara mandiri. Maggot diberi makan dengan sampah yang mereka dapatkan dari sudut-sudut desanya.
Plastik besar berisi sampah-sampah dari sudut desa dikumpulkan dan dipilah. Sampah organik dibuat bubur sampah, dan digunakan sebagai pakan maggot. Sedangkan sampah anorganik diserahkan pada pihak ketiga untuk didaur ulang.
Maggot BSF tidak menyebabkan penyakit, tidak berbau, dan mengandung protein hewani hingga 40%. Maggot dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas dan ikan. Selain itu, sisa sampah yang tidak diurai oleh maggot (kaspot) dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi pertanian.
Dari sisi peternak, harga maggot BSF juga sangat terjangkau. Maggot bisa jual dalam bentuk fresh atau kering. Maggot kering dihargai mulai dari 40 ribuan per kg. Tentu saja hal ini mampu mengurangi biaya produksi pakan ternak. Bagi pertanian, kasgot dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia. Ini yang menjadi alasan Arky memilih budidaya maggot BSF.
Budidaya Maggot BSF Pertama Membuahkan Hasil
Dari pengolahan sampah pertamanya, selain maggot, Arky mendapatkan kasgot atau pupuk organik sebanyak 7 kg. Arky semakin percaya diri. Arky pun membentuk Tim relawan pengolahan sampa. Namun semakin lama Arky dan tim mulai kekurangan sampah. Dirinya pun meminta bantuan kepada pemerintah Kabupaten Banyumas untuk menyuplai sampah.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, Bupati Banyumas memberi respon positif. Pemda Banyumas mendukung upaya yang dilakukan Arky. Karena upaya mereka mampu mengurangi sampah yang ada di lingkungan Banjaranyar.
Pemda Kabupaten Banyumas bukan hanya menjadi penyuplai sampah bagi Arky, tetapi juga turut menyediakan lahan yang lebih luas. Lahan tersebut berada di TPST 3R Sokaraja Banyumas, Jawa Tengah.
Tempat pengelolaan sampah organik dengan bantuan maggot BSF ini diberi nama Greenprosa. Arky Gilang sebagai pucuk pimpinan Greenprosa tak segan turun langsung mengedukasi masyarakat. Dirinya mengajarkan bagaimana cara mengolah sampah.
Aktivitas Rutin di Unit Produksi 1 Greenprosa, Banyumas - Jawa Tengah
Siang itu udara sangat terik, matahari begitu garang di siang hari. Teriknya mentari tak menyurutkan semangat relawan sampah mengolah limbah rumah tangga. Ya, hari itu di unit produksi 1 Greenprosa kecamatan Sokaraja, Banyumas Jawa tengah tengah terjadi aktivitas rutin.
Kedatangan puluhan ton limbah ini disambut semangat para pejuang sampah. Mereka segera mendekat dan mulai menuangkan sampah ke conveyor. Mereka harus bergerak cepat. Tak ada rasa geli ataupun jijik di dada mereka. Tangan-tangan mereka sudah terampil memilah sampah. Sampah yang datang berupa sampah campuran, organik dan plastik.
Dengan sarung tangan, sejumlah pemuda dan ibu-ibu paruh baya memilah sampah secara manual. Sampah yang keras dan memiliki nilai jual dipisahkan terlebih dahulu. Setelah dipisahkan, sampah-sampah tersebut dimasukkan ke mesin pemilah otomatis. Pada mesin pemilah otomatis ini akan terjadi pemisahan sampah organik dengan sampah anorganik bernilai rendah.
"Mesin pemilah otomatis ini kami desain secara khusus untuk memilah sampah. Mesin ini menghasilkan sampah organik yang sangat lembut sehingga cocok dijadikan pakan maggot."
Deru suara mesin pemilah sampah otomatis yang terus mengaung, seolah membakar semangat para pejuang bersih untuk mengolah sampah. Terlihat hasil pemilahan mesin berwarna merah hitam ini berupa sampah anorganik dan residu serta bubur sampah yang lembut.
Dengan kapasitas mesin pemilah sampah otomatis 3-5 kubik per jamnya, sampah organik akan langsung menjadi bubur sampah di sebelah sisinya, sedangkan sampah anorganik di sisi lainnya. Bubur sampah inilah yang digunakan sebagai pakan maggot BSF.
Bubur sampah yang telah diolah tadi akan menjadi makanan yang lezat bagi ribuan maggot kecil yang baru menetas beberapa hari. Para pejuang sampah ini dengan sigap mengambil tumpukan bubur sampah tadi untuk memberi makan para maggot di biopond.
Biopond adalah tempat budidaya maggot setelah menetas dari telur-telurnya. Geliat tubuh lucu para maggot BSF siap menyambut kedatangan bubur sampah untuk disantap. Bubur sampah ini akan diurai oleh para maggot tanpa henti.
Setelah mengolah sampah dan memberi makan maggot kecil, aktivitas lainnya di unit produksi 1 Greenprosa adalah memanen maggot. Maggot BSF yang diberi makan bubur sampah ini, setelah 17 hari bisa dipanen setiap hari.
Dan sisa sampah organik yang tidak selesai diolah maggot (kasgot) akan dijadikan pupuk organik. Sedangkan sampah anorganik bernilai rendah akan diserahkan pada pihak ketiga untuk didaur ulang. Dengan demikian pengolahan sampah dengan biokonversi budidaya maggot BSF sangat ramah lingkungan.
Dengan Budidaya Maggot BSF, Arky Mengubah Sampah Menjadi Rupiah
Maggot BSF yang dipanen dijual dalam bentuk maggot kering maupun basah (fresh maggot). Maggot digunakan sebagai pakan ternak seperti ikan hias, ikan lele, maupun unggas. Penggunaan maggot sebagai pakan ternak memiliki keuntungan lebih hemat biaya, berprotein tinggi, dan ramah lingkungan. Arky bersama tim Greenprosa menjualnya sebagai produk dalam kemasan dengan nama Mr. Maggot.
Selain maggot, terdapat sisa-sisa sampah penguraian maggot, yang lebih dikenal sebagai kasgot bisa dijadikan pupuk organik berkualitas. Pupuk kasgot berkualitas tinggi karena mengandung protein hewani dan tidak berbau. Kasgot ini pun dijual ke petani lokal sebagai pupuk tanaman. Dari sinilah pundi-pundi rupiah mereka raih.
Impian Arky Gilang untuk Hijaukan Bumi, Birukan Langit untuk Indonesia Bebas Sampah
Tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) bagi sebagian orang adalah tempat yang kotor, menjijikkan, bau, sumber penyakit dan lainnya. Tetapi bagi pemuda asal Banyumas, Jawa Tengah ini, melalui TPST, dirinya mengajak masyarakat untuk berperan aktif mengatasi permasalahan sampah yang ada.
"Kami sadar betul bahwa permasalahan sampah tidak bisa diselesaikan sendiri. butuh kerja sama dan kolaborasi dengan banyak pihak untuk mengatasi permasalahan sampah. Makanya kami membentuk tim dalam suatu wadah yang bernama Greenprosa."
Menurutnya, kolaborasi dengan banyak pihak akan menjadikan langkah mengolah sampah menjadi lebih mudah. Dirinya sangat menyadari bahwa tak banyak yang mau mengolah sampah organik. Makanya untuk mengatasi sampah organik ini, dirinya memilih biokonversi dengan budidaya maggot BSF.
Arky berharap dengan adanya biokonversi sampah organik yang digagas dirinya bisa menjadi solusi madalah sampah. Dirinya juga berharap semoga bisa menjadi pelopor bagi daerah-daerah lain dalam pengelolaan sampah. Menurutnya jika hal ini dilakukan, maka impian untuk Indonesia bebas sampah bisa terwujud.
Sejak beroperasi dari tahun 2018, Greenprosa telah mengelola sampah organik sebanyak 9.979 ton sampah hingga Agustus 2022. Dengan komposisi sampah organik 6.244 ton dan sampah anorganik sebanyak 3.736 ton. Greenprosa mampu mengolah sampah 12 ton per hari dari berbagai lokasi dan instansi di Banyumas, Jawa Tengah.
Kini Arky Gilang dengan langkah pasti bersama tim Greenprosa tetap mengolah sampah. Dari hasil pengolahan sampah, Arky Gilang bersama tim mampu menghasilkan pupuk organik (kasgot) sebanyak 1 ton per hari dan menghasilkan 700 kg larva per hari.
Dari langkah kecil bermodal maggot seberat 5 gram, kini Arky telah bekerja sama mengelola sampah dari Pemda Banyumas (DLH), Pemkab Pekalongan, 12 kelompok Swadaya Masyarakat, Universitas Jenderal Soedirman, PT Indomarco Adi Prima Purwokerto, PT Enseval Putra Megatrading Purwokerto, hingga pengelola Taman Safari Indonesia (TSI).
Ayo, Pilah Sampah dari Rumah!
Komitmen Arky Gilang untuk menjaga bumi tetap hijau terus dilakukan. Dirinya mengajak masyarakat di seluruh Indonesia untuk memilah sampah dari rumah.
"Masalah sampah akan musnah, ketika sampah sudah dipilah dari rumah”
Begitu harapan Arky pada seluruh masyarakat Indonesia. Apa yang dilakukan Arky Gilang Wahab dan Tim Greenprosa memang berpengaruh bagi lingkungan. Namun bukan berarti kita berleha-leha membuang sampah. Kita tetap bertanggung jawab atas sampah yang kita hasilkan.
Harus ada langkah kecil yang bisa kita lakukan untuk Indonesia bebas sampah yaitu memilah sampah dari rumah. Mari kita dukung upaya Arky Gilang agar Indonesia bebas sampah dengan memilah sampah dari rumah.
Referensi:
https://www.instagram.com/greenprosa
https://www.instagram.com/arkygilang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H