Mohon tunggu...
Yunita Rahma Fauziah
Yunita Rahma Fauziah Mohon Tunggu... -

Lahir di Jepara, besar di Kudus, Jepara, Bogor, dan saat ini mencoba belajar lebih banyak tentang hidup di Jakarta... Mencoba memaknai segala sesuatu lebih dalam, lebih detil, lebih dewasa dari sebelumnya, yuk berbagi....I Love Allah, Muhammad Rasulullah and My Family.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Teringat (Bukan Sengaja Mengingat) - Refleksi Jalan Kaki

1 Mei 2012   06:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:53 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan kaki. Rutinitas yang saya jalani lebih dari setahun lamanya. Karena saya suka bete sendiri,stress sendiri (semoga saat saya bilang stress ini tidak menjadikan ada yang merasa tersakiti,,, toh sama-sama kelainan psikis  ) kalau di metromini dan macet. Dan,,, berjalan kaki itu ternyata waktu tempuhnya hampir sama kaya kalau naik metromini. Tapi,, jalan kaki bagi saya lebih menyenangkan karena saya tetep move dan move, tak hanya mandheg jegreg di suatu tempat, mana panas dan yang pasti menjadikan saya gelisah dan basah –keringetan (halah). Saya suka jalan kaki, pun meski banyak yang nganggep saya kurang kerjaan. Apapun itu,, sumangga, itu penilaian mereka. Dan saya,, kini punya prinsip bahwa saya punya penilaian sendiri atas apa yang saya kerjakan. Hehheehe. Dengan jalan kaki, saya bisa dengan santai menyapa Bapak dan Ibu penjual miniatur bus di dekat TMP Kalibata.

Saya juga bisa leluasa ngobrol singkat walau cuman bilang “Pagi Mbaaa” yang ditanggapi dengan jawaban “Pagii,, berangkat ya?” dari Mba penyapu jalan –saya ga tahu namanya– 
:lol:
:lol:
. Saya selalu memperoleh energi baru (yang semoga tidak tersedot oleh energi negatif) untuk bekerja.

Jalan kaki juga membuat saya melihat lebih dekat apa yang terjadi, membaca dengan lebih jelas spanduk-spanduk yang ada di pinggir jalan, untuk kemudian saya tertawakan sendiri. Saya juga bisa menekuri jalanan, ya,, kadang saya hanya nunduk menyusuri jalan sepanjang 3,2 km yang saya lewati setiap hari. Melihat antrian kendaraan, orang yang serba tergesa, dan kadang melihat air mata dari pertengkaran kecil yang saya lihat di pinggir jalan. Saya juga kadang berjalan melambat saat dekat dengan sekawanan rusa di balik pagar TMP Kalibata, melihat mata mereka, dan tersenyum karena bahagia. Seolah mereka berkata

“Aah,, dia lagi,, cewe ini beneran suka jalan kaki, saking senengnya punya kaki apa karena ga punya duit lagi buat naik metromini?” hahaha 
:lol:
:lol:

rusa yang tiap hari saya lihat, bukan gadis kecilnya lho

Saya juga punya teman senasib yang kayaknya tertakdir menyukai jalan kaki, lelaki :lol: , yang saya tak tahu siapa dia dan di mana dia tinggal. Dia yang berjalan berlawanan arah dengan saya, yang sudah saya temui setiap pagi, kesekian kalinya, walau hanya dengan mata saling melirik, dan memaklumi bahwa kamilah pengguna trotoar itu yang setia setiap pagi. (Ihirrr,, main-main sama rima wkwkwk). :lol: Kadang juga,,, banyak potongan kenangan yang berlompatan saat saya berjalan kaki. Saya benar-benar menikmatinya. Kenangan itu macam-macam, bisa bahagia, lucu, bahkan sedih. Seperti tadi pagi,, saya berjalan kaki, 500 meter menuju kantor, ada kucing mati dan Cuma ditutup pake kertas nasi. Saya pengen nangis… saya pinggirin aja tuch kucing… *semoga ada yang nguburin dia* 

:)
:)
:)
:)
Dan secara ga sengaja saya jadi teringat,,, bukan sengaja mengingat tentang kucing-kucing yang pernah singgah di rumah dan hati keluarga saya. Beberapa di antara kami punya ikatan yang cukup dekat dengan kucing2 itu. Saya teringat Putri (nama kucing) yang ditangisi Oni (adik saya) karena kelindes mobil. Dulu Onilah yang sering ditungguin Putri untuk ngabisin makanannya. Sangat mesra.
Saya juga teringat dengan Gita (ini kucing jantan), yang tiap minggu pagi pasti ndusel2 di kaki saya minta dimandiin. Dan, Gita ini satu-satunya kucing yang paling elite diantara kucing2 keluarga saya. Perawatan Gita hampir sama dengan kucing lain,,,yang beda Cuma cara mandinya,, kucing-kucing punya saya sebelumnya ga ada yang mau dimandiin. Mungkin karena saya telaten (kata apaaa ini??? 
:lol:
:lol:
) ngurus dia dari kecil, dia terbiasa untuk mandi pake sabun cair saya, dikeringin pake hair dryer punya Ibu saya, dan dipuk puk saat dijemur di bawah matahari. 
:D
:D
:D
:D
Untuk ukuran keluarga saya yang sederhana, ga ada yang namanya beli kucing anggora atau persia. Tapi saya bersyukur, Gita dikaruniai bulu yang lebat dan panjang, saya ga tahu dia keturunan siapa (yang jelas emak bapaknya), dan tubuhnya pendek dan lucu (sumpah saya ga begitu ngerti jenis-jenis kucing). Gita, saya dan si bungsu Aida merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, karena sering saya dan Aida tersenyum geli melihat Gita yang tidur telentang di atas mesin cuci.. hehehe. 
:D
:D
:D
:D
:lol:
:lol:
Lain lagi dengan Mawar,, kucing ini, kucing Bapak saya.. (nyeka air mata). Kenapa gitu? Ga tahu kenapa juga nih si Mawar seolah tahu kalau Bapak saya mau pergi. Dia nempeeeel kemanapun Bapak saya pergi. Waktu Bapak saya sakit, dia tiduran di punggung atau di perut Bapak saat Bapak mlungker. Dan beberapa hari sebelum Bapak saya pergi, mawar selalu ngliat ke atas kepala Bapak, seolah ada sesuatu di sana. 
:|
:|
Ah,,, dan saat jenazah Bapak saya disemayamkan di ruang tamu rumah saya.. Mawar juga ga mau pergi dari kaki tempat tidur tempat Bapak berbaring. Lalu,,yang bikin saya ngenes,, seminggu setelah Bapak saya pergi,, Mawar nyusul. Jadilah seminggu setalah Mawar pergi, saya jadi rutin nguburin kucing. Pertama mawar, dua hari setelahnya dua anaknya yang baru berusia 7 hari, kemudian di hari ketujuh, nyusul lagi dua anaknya yang berusia 12 hari. Ah,, saya jadi sedih. 
:cry:
:cry:
Woooow,,,, memori saya tentang kucing bener-bener terhenti setelah saya sampai di depan pintu kantor. Hehehe… Ah,, memang saya suka ngelamun kemana-mana juga. :D 
:D
:D
Hmm,, jadi memahami satu hal bahwa, kadang… sesuatu yang tidak disengaja hadir dalam ingatan dan memori itu bisa jadi lebih terasa hangatnya, lebih terasa megangnya, lebih terasa indah, bermakna, dan daleeem banget dibandingkan dengan sesuatu yang sengaja diingat-ingat. Bisa jadi yang sengaja diingat-ingat itu malah bikin nyesek. Apapun keteringatan saya pada sesuatu, saat jalan kaki itu, kadang bikin saya nangis sambil jalan, bikin saya senyam-senyum dengan kenthirnya, bikin saya manggut-manggut, dan berbagai ekspresi saya, ternyata mengantarkan saya kepada satu pemahaman bahwa, hidup yang sudah lewat adalah ajang penempaan yang bisa saya nikmati rasanya pun saat proses itu sudah usai. Dan kadang keteringatan akan sesuatu itu bisa paaaas sama apa yang kita rasa, sehingga kaya dapet anugerah dari langit jawaban atas kegelisahan saya… Saya bahagia, kalaupun setiap hari saya disambangi oleh ingatan-ingatan yang datang tiba-tiba. :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun