Mohon tunggu...
Yunita Rahma Fauziah
Yunita Rahma Fauziah Mohon Tunggu... -

Lahir di Jepara, besar di Kudus, Jepara, Bogor, dan saat ini mencoba belajar lebih banyak tentang hidup di Jakarta... Mencoba memaknai segala sesuatu lebih dalam, lebih detil, lebih dewasa dari sebelumnya, yuk berbagi....I Love Allah, Muhammad Rasulullah and My Family.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

ngeJazz Nyoook...

17 April 2012   10:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:30 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulunya, saya ga begitu suka musik jazz,,, pertama karena emang jarang dengerinnya jadi ga familier gitu. Kedua karena saya awalnya ngira Jazz itu musik yang membosankaaan. Hehehehe. Tapi semua anggapan saya buyar, saat kemarin di Kenduri Cinta saya menyaksikan Mas Beben (pegiat Komunitas Jazz Kemayoran) dengan anggunnya bercerita sejarah musik Jazz. Dan musik beserta jazz, ga ada bedanya dengan hidup. Jazz yang mungkin oleh sebagian orang musik elit ternyata berlatar belakang perbedaan etnis dimana kulit hitam terpinggirkan di Amerika. Saat mereka menjadi buruh, maka lagu-lagu dengan kebebasan jiwa mereka nyanyikan. Saling bersahutan, sehingga tidak ada pakem tertentu. Dari sini, musik jazz tercipta.

Jazz itu manifestasi dari kebebasan, kebebasan pengembaraan pencarian. Jika jazz adalah pencarian maka dalam kehidupan, jazz layaknya pengembaraan pencarian TUHAN. -BebenJazz-

Jazz itu dinamis, selalu berubah. Jangan harap jazz player akan bermain sama dalam satu lagu. Kalau kata Mas Beben “Dalam lima menit aja, let’s say untuk bagian lagu yang sama pasti dimainkan dengan beda. Jadi sangat mungkin, satu lagu dimainkan dengan jazz bisa sampai sejam dan kita ga bosen dengernya”. Dan malem itu saya benar-benar dipukau sama musik jazz. Bermusik itu memainkan dan mendengarkan. Jadi inget bahwa kita punya dua telinga yang kalau dalam hidup berarti kita juga diminta untuk mendengarkan, ga cuma ngecap sana-sini dan tak pernah mendengarkan. Bisa jadi kita terlalu banyak bicara, tapi kita tak pernah mendengarkan saran dan kritik orang lain, sehingga kita bisa saja tumbang karena ocehan kita. Jazz bisa didukung dengan beberapa alat musik seperti gitar, bass, saxophone, terompet, piano, dan lain sebagainya. Setiap orang mungkin punya keahlian masing-masing pada satu alat musik. Tapi lain halnya jika ada yang mengerti dan memahami musik, maka orang tersebut akan piawai memainkan beberapa alat musik, karena alat musik yang akan mengikutinya, bukan dia yang “menyesuaikan” diri dengan alat musik. Seperti hidup juga, jazz dan alat musik adalah beberapa variable yang mempengaruhi kualitas hidup. Jika kita memahami hidup yang sebenarnya -yang sampai saat ini masih saya cari maknanya-, mungkin kita akan menganggap hal-hal yang terjadi baik sedih atau bahagia, orang-orang yang ada di sekitar kita baik menyenangkan atau “menggemaskan” adalah bagian dari perjalanan yang akan menyemarakkan perayaan kita atas hidup yang tak lama. Lagu apapun ternyata bisa dinyanyikan dengan cara jazz dan hasilnya enak. Kemarin yang saya dengarkan ada Fly Me to The Moon, It Had to be you, L.O.V.E, Juwita Malam, kemudian saya mencoba untuk menyanyikan beberapa lagu seperti All The Way, Indonesia Pusaka, Yen Ing Tawang Ana Lintang dengan jazz (dengan sok tahunya saya) dan hasilnya lebih nge-soul. Menutup tulisan saya ini saya mau ngeshare curhatan temen yang beberapa waktu lalu galau karena cinta. “Hidup itu seperti jazz, nada tinggi dan riang=senang, nada rendah = sedih, putus senar gitar = putus cinta, semua itu tergantung improvisasi kita. Kalau musik jazz aja bisa dinikmati kenapa hidup tidak?” Intinya,,, apapun kalau dalam hidup kita bisa kreatif dan penuh improvisasi pasti hidup lebih bisa dinikmati. *lagi-lagi saya sok tahu*. Selamat sore semua…. ngeJazz nyoook 

:)
:)
*gambar dari gugel*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun