“Ini gimana ya? Ga cukup Neh?” “Ya dipaksain dikit, atau kalau perlu disiasati gimana caranya biar cukup. Kenapa siy kok bisa sampai segitunya?” Saya penasaran. “Ya,,, sudah jadi tradisi di sini. Ya memang harus gitu. Ini udah jadi sistem, mungkin kamu saja yang terlalu idealis”.
Percakapan ini mungkin memang ga jelas, apa pula hubungannya sama sunat menyunat. Ini bukan nyunat bagian vital dari lelaki ataupun perempuan. Ceritanya salah seorang temen saya dapet dana program pemerintah (kaitannya sama pertanian neh) yang katanya untuk pemberdayaan masyarakat. Dana ini digunakan untuk modal awal kelompok yang sudah dibentuk untuk berwirausaha. Pagu awalnya termasuk besar untuk ukuran saya pegawai yang lagi belajar berdiri. Tapi kemudian, temen saya itu cerita kalau dari pusat udah ada potongan sekitar belasan persen. Dan,,, penyunatan dana ini ga berhenti di situ. Pemerintah Dinas setempat juga nodong sejumlah uang (yang nilainya lebih dari belasan juta) sebagai ucapan “TERIMA KASIH”. Hey,,, come on terima kasih untuk apa ya ini? Karena nandatanganin halaman persetujuan proposal? Karena PPL-nya udah bantuin sampai tahap workshop dan ndampingin workshop? Lalu siapa yang jalanin program, siapa yang nanti nanggung rugi kalau program belum berjalan lancar? Pasti orang-orang Dinas ga mau tahu urusannya
Jujur saya sedih, apalagi setelah mendengar ucapan, “Mau gimana ya? Kita melawan sistem” kembali saya berpikir, sistem yang disebutkan sama temen saya itu ada dan meraja di sini di Indonesia ya karena kita mungkin terlalu permisif dan ewuh pakewuh. Saya jadi mikir juga, hakim-hakim kalau bentuknya ewuh pakewuh dan permisif ya jangan heran kalau keadilan di Indonesia ini memang nglokro. Ga nyalahin siapapun juga kalau semakin banyak yang diperes, ditindas, dan diperlakukan ga adil. (Huuffft…. saya terlalu esmoni tampaknya). Kemudian, setelah percakapan dengan teman saya itu, saya ngontak temen saya yang lain (temen saya banyak yaaa
Saya sempat sarankan sama si temen-penerima-program-bantuan itu untuk meminta kuitansi rincian dana atau semacam tanda terima kalau memang ada dana program pemerintah (yang suka memerintah memang, termasuk untuk jamaah korupsi
“Akan banyak yang tersakiti dan merasa kecewa kalau aku mundur”. Jawabnya saat saya ajukan opsi mundur dari program itu.
Sama halnya dengan program sertifikasi guru. Dinas setempat (yang saya tahu di kota saya) sempat menahan dana ini tidak turun ke masing-masing guru yang lolos sertifikasi. Banyak alasan yang disampaikan sampai akhirnya saya kesel dan su’udzon bahwa dana itu sengaja diendapkan dulu biar dinas dapat untung karena nyimpen uang di bank. Aaaahhh… saya kok jadi ga percayaan gini ya? Karena sudah sedemikian bobroknya “sistem”di sini saya hanya bisa berharap. Kalau tulisan ini bisa disebar kemana saja, biar ga banyak yang terjebak dalam “program bantuan pemerintah”yang ujung2nya bertujuan untuk “membantu pemerintah”. Dan saya juga ingin menyampaikan salut saya yang setinggi-tingginya,,, tribute to teman saya… yang tetap mau menjalankan program ini sebagai komitmen kelompok dan ini menunjukkan mentalnya adalah adalah MENTAL PAHLAWAN yang JUARA.Semoga TUHAN memudahkan jalannya…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H