Mohon tunggu...
Yunita Dian
Yunita Dian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jurnal Tokoh Max Weber dan H.L.A Hart

9 Desember 2024   21:30 Diperbarui: 9 Desember 2024   21:42 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ANALISIS TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER DALAM KEBIASAAN MEMBACA ASMAUL HUSNA PESERTA DIDIK MI/SD
Vivin Devi Prahesti

https://jurnalannur.ac.id/index.php/An-Nur/article/download/123/129/672

Pokok-Pokok Pemikiran Max Weber  
1. Teori Tindakan Sosial (Social Action)
   - Weber mengklasifikasikan tindakan sosial ke dalam empat tipe berdasarkan motifnya:  
     a. Tindakan Tradisional: Berakar pada kebiasaan atau adat istiadat.  
     b. Tindakan Afektif: Didorong oleh emosi atau perasaan.  
     c. Tindakan Rasional Instrumental: Berorientasi pada pencapaian tujuan secara efisien.  
     d. Rasionalitas Nilai: Berdasarkan keyakinan atas nilai tertentu tanpa memperhitungkan hasil praktisnya.  
   
2. Rasionalitas dalam Masyarakat Modern
   - Weber berpendapat bahwa rasionalitas semakin mendominasi kehidupan modern, terutama melalui birokrasi yang terorganisasi secara sistematis.  

3. Hubungan Agama dan Ekonomi
   - Dalam bukunya The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, Weber menjelaskan bagaimana etika kerja Protestan mendorong munculnya kapitalisme modern.  

4. Sosiologi Bebas Nilai
   - Penelitian sosiologi harus objektif dan tidak terpengaruh nilai-nilai subjektif peneliti, meskipun nilai tetap relevan dalam pengambilan keputusan individu.  

Pemikiran Weber di Masa Kini
Pemikiran Weber tetap relevan untuk menganalisis masyarakat modern:  
1. Relevansi Teori Rasionalitas
   - Kehidupan modern didominasi oleh sistem birokrasi dan teknologi, sesuai dengan pandangan Weber tentang rasionalisasi. Misalnya, digitalisasi layanan publik menunjukkan bagaimana efisiensi menjadi prioritas utama.  

2. Tindakan Sosial di Era Media Sosial
   - Tindakan afektif dan rasional instrumental sangat terlihat dalam penggunaan media sosial, di mana pengguna sering dipengaruhi oleh emosi, namun juga memiliki tujuan tertentu seperti promosi bisnis atau pencitraan.  

3. Hubungan Agama dan Ekonomi
   - Pemikiran Weber tentang agama dan kapitalisme dapat digunakan untuk memahami fenomena ekonomi berbasis syariah di Indonesia, seperti perbankan syariah yang menggabungkan nilai religius dengan tujuan ekonomi.  

Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia dengan Pemikiran Weber
1. Tindakan Sosial dalam Proses Legislasi
   - Pembuatan undang-undang di Indonesia mencerminkan tindakan rasional instrumental, di mana legislator berfokus pada efisiensi dan pencapaian tujuan tertentu. Namun, seringkali tindakan afektif juga muncul, misalnya ketika isu hukum dipengaruhi oleh tekanan publik atau sentimen emosional.  

2. Legal Pluralism sebagai Living Law
   - Konsep living law Weber relevan dalam menganalisis pluralisme hukum di Indonesia, di mana hukum adat dan hukum agama tetap hidup berdampingan dengan hukum negara. Hukum adat, misalnya, adalah contoh tindakan tradisional yang diwariskan dan tetap dipertahankan dalam masyarakat.  

3. Efektivitas Birokrasi Hukum
   - Weber melihat birokrasi sebagai struktur ideal untuk rasionalisasi. Namun, birokrasi hukum di Indonesia masih menghadapi tantangan seperti korupsi dan inefisiensi, yang menghambat penerapan hukum secara rasional dan adil.  

4. Peran Agama dalam Regulasi
   - Pemikiran Weber tentang hubungan agama dan masyarakat dapat diterapkan untuk memahami pengaruh nilai-nilai Islam terhadap regulasi di Indonesia, seperti penerapan syariat Islam di Aceh atau regulasi ekonomi berbasis syariah.

PENALARAN HUKUM DAN KONSEP HUKUM H.L.A. HART SEBAGAI SOLUSI UNTUK MEREDAKAN GEJALA ANTINOMI DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
I Wayan Budha Yasa

Pokok-Pokok Pemikiran H.L.A. Hart
1. Konsep Hukum:  
   - Dalam The Concept of Law (1961), H.L.A. Hart mengklasifikasikan hukum menjadi dua jenis aturan:  
     a. Aturan Primer (Primary Rules): Mengatur kewajiban dasar masyarakat (misalnya larangan mencuri).  
     b. Aturan Sekunder (Secondary Rules): Mengatur cara penerapan, perubahan, dan pengakuan aturan primer.

2. Pemisahan Hukum dan Moral:  
   - Hart memisahkan hukum dari moralitas, tetapi mengakui bahwa moral dapat memengaruhi stabilitas hukum. Baginya, hukum adalah konstruksi manusia yang tidak selalu mencerminkan nilai moral.

3. Penalaran Hukum (Legal Reasoning) :  
   - Hart menekankan pentingnya penalaran hukum yang fleksibel, sehingga hakim dapat menangani kekosongan norma atau konflik aturan dengan interpretasi hukum yang logis dan adil.  

4. Antinomi dalam Hukum:  
   - Hart memahami bahwa dalam sistem hukum sering terdapat antinomi (pertentangan antara prinsip hukum, seperti kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan). Konsep aturan sekunder bertujuan untuk menyelesaikan konflik ini.

Pandangan terhadap Pemikiran H.L.A. Hart di Masa Sekarang
Pemikiran H.L.A. Hart tetap relevan dalam konteks hukum modern, terutama dalam menghadapi kompleksitas sistem hukum:  
1. Solusi untuk Antinomi :
   - Konsep aturan primer dan sekunder membantu menangani konflik antara norma hukum dan nilai-nilai masyarakat, misalnya melalui rules of recognition yang mengidentifikasi validitas hukum di era pluralisme hukum.  

2. Fleksibilitas Hukum:  
   - Penekanan pada penalaran hukum memungkinkan adaptasi hukum terhadap situasi baru, seperti perkembangan teknologi atau perubahan nilai sosial.  

3. Pengakuan Sistem Hukum yang Kompleks :
   - Sistem hukum modern yang mencakup hukum internasional dan nasional dapat dianalisis melalui pendekatan Hart, terutama dalam memastikan bahwa aturan hukum yang saling terkait tetap harmonis.  

Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia Berdasarkan Pemikiran H.L.A. Hart
1. Antinomi antara Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan:  
   - Kasus illegal fishing di ZEE Indonesia menggambarkan konflik antara kepastian hukum (UU Perikanan), keadilan (perlindungan sumber daya alam), dan kemanfaatan (efisiensi penegakan hukum). Aturan sekunder Hart, khususnya rules of adjudication, memberikan dasar bagi hakim untuk membuat putusan yang seimbang.  
   - Misalnya, dalam Putusan MA No. 1976 K/Pid.Sus/2017, hakim menggunakan asas preferensi untuk menyeimbangkan konflik antara SEMA No. 3 Tahun 2015 dan Pasal 30 KUHP.  

2. Pluralisme Hukum di Indonesia:  
   - Indonesia memiliki sistem hukum yang mencakup hukum adat, agama, dan negara. Dengan menggunakan konsep rules of recognition , sistem hukum dapat mengidentifikasi dan mengintegrasikan berbagai sumber hukum tanpa kehilangan legitimasi.  

3. Kekosongan Hukum dan Norma Kabur:  
   - Dalam kasus di mana peraturan tidak jelas atau terjadi kekosongan norma, hakim di Indonesia dapat mengadopsi penalaran hukum ala Hart untuk menggali nilai-nilai yang hidup di masyarakat dan menciptakan putusan yang responsif.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun