Mohon tunggu...
Yunita RahayuSafitri
Yunita RahayuSafitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura

Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Padangan Heritage: Museum Sejarah Lokal, Ingatkan Pesona Nuansa Rumah Masa Doeloe

23 April 2024   17:15 Diperbarui: 23 April 2024   17:17 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber : Damarinfo.com

Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah kelam yang panjang dengan masa penjajahan. Dalam sejarah Indonesia sendiri, Indonesia pernah mengalami masa dua kali penjajahan oleh dua negara yang berbeda yaitu Jepang dan Belanda. Masa penjajahan paling lama dilakukan oleh Belanda yang melakukan penjajahan selama sekitar 350 tahun. Sementara, Jepang dikabarkan melakukan penjajahan lebih singkat yakni selama 3,5 tahun. Meski dalam waktu yang singkat, penjajahan yang dilakukan oleh Jepang dikatakan menjadi penjajahan paling mengerikan yang pernah dilakukan di Indonesia. Namun meski begitu kedua masa penjajahan tersebut tentunya menjadi trauma tersendiri bagi masyarakat khususnya warga pribumi. Meski telah merdeka hampir 80 tahun lamanya, ingatan tragis dan mengerikannya peristiwa penjajahan masih dapat teringat oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Selain meninggalkan luka ingatan yang mengerikan, masa penjajahan juga membawa dampak lain salah satunya yaitu adanya percampuran budaya dalam kehidupan masyarakat. Selama masa 350 tahun penjajahan, selain melakukan aktivitas politik, Belanda juga menunjukkan kekuasaannya melalui pertukaran budaya yang terjadi. Bahasa, dan bangunan menjadi salah satu yang paling banyak terdampak. Banyaknya kesamaan bahasa Belanda yang diadaptasi menjadi bahasa Indonesia, membuktikan bagaimana Belanda berkuasa atas Indonesia dan menjadikan bahasnya sebagai bahasa yang harus digunakan orang pada jaman tersebut. Sementara itu, dari budaya benda, banyaknya bangunan dengan arsitektur bergaya eropa menjadi bukti kuatnya pengaruh budaya Belanda terhadap Indonesia. Salah satu wujud peninggalan budaya non benda tersebut dapat ditemui diwilayah Kabupaten Bojonegoro. 

Padangan Heritage merupakan sebuah bangunan yang berada di Jl. Diponegoro No. 40, RT: 40 RW:04. Bangunan tua ini memiliki gaya eropa dengan arsitektur Indis yang awalnya merupakan rumah milik pribadi dan telah dialih fungsikan sebagai museum sejarah setempat. Gaya bangunan Indis sendiri merupakan gaya arsitektur yang memadukan antara budaya eropa dengan budaya pribumi. Pembangunan bangunan ini dilakukan pada tahun 1911 oleh H. Rasyid seorang pribumi yang juga merupakan seorang pengusaha tembakau dan cukup terpandang. Bangunan ini sendiri memiliki tiga bagian berupa bangunan utama dengan delapan ruangan, menara pantau dan bangunan servis. Selain digunakan sebagai rumah hunian, bangunan ini sempat beberapa kali dialih fungsingkan sebagai gudang, hingga kantor kepengurusan masa tersebut. Selain itu, adanya menara pantau dalam rumah tersebut digunakan sebagai area pantau untuk kepentingan pengintaian dan pemantauan pengiriman palawija dan komoditas lain yang saat itu pengiriman dilakukan menggunakan perahu melewati aliran Sunga Bengawan Solo.

Penetapan bangunan ini sebagai cagar budaya tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Bojonegoro nomor 188/1/KEP412.013/2023. Pemutusan ini lantaran adanya hubungan Padangan Heritage terhadap berdirinya Kabupaten Bojonegoro saat ini. Hubungan tersebut bermula saat disepakatinya perjanjian politik akibat kekalahan Kerajaan Mataram terhadap VOC pada 20 Oktober 1677. Salah satu isi perjanjian tersebut adalah agar pemimpin Mataram Amangkurat II mengangkat Mas Tumapel sebagai bupati dari Kabupaten Jipang menggantikan Kadipaten Jipang yang merupakan cikal bakal Kabupaten Bojonegoro saat ini.

Selain bangunan ini yang menjadi bukti kemegangan daerah Padangan pada saat itu. Banyaknya wilayah perdagangan di wilayah ini menjadikan banyak pedagang dari Eropa dan China yang datang ke daerah ini. Latar belakang sejarah pada daerah ini menyebabkan banyaknya bangunan bergaya kolonial termasuk diantaranya Padangan Heritage.

Bangunan ini saat ini telah difungsikan menjadi museum sejarah setempat dan telah menjadi salah satu destinasi wisata fotografi yang cantik di Bojonegoro. Museum ini dibuka setiap hari (Senin – Minggu) mulai dari pukul 08:00-16:00 dan berada dibawah pengelolaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro.

Penulis : Yunita Rahayu Safitri (Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Trunojoyo Madura)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun