Mohon tunggu...
yunisfutihat
yunisfutihat Mohon Tunggu... Guru - Guru Bimbingan dan Konseling, Mahasiswa Magister Psikologi Universitas 17 Agustus 1945

Halo, saya Yunis hobi menulis dan mendaki, kunjungi profil intagram dan tik tok saya yunis futihat dan ikuti keseruan saya berpetualang.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kasus Agus dan Dinamika Kerumunan Digital : Sebuah Kajian Psikologi Sosial

8 Januari 2025   23:40 Diperbarui: 8 Januari 2025   23:40 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus Agus, seorang pedagang yang menjadi korban penyiraman air keras di Jakarta, telah menarik banyak perhatian publik. Masyarakat sangat simpati dengan tragedi yang menimpa Agus. Gelombang dukungan untuk Agus terus mengalir melalui berbagai platform, termasuk media sosial. Salah satu momen penting dalam kasus ini adalah inisiatif donasi terbuka yang dimulai oleh Deny Sumargo melalui podcastnya. Dalam podcastnya, Deny mengajak masyarakat untuk membantu Agus secara langsung, memperkuat solidaritas yang telah terbentuk sejak awal kasus ini muncul. Sangat banyak donasi dibuat untuk membantu pemulihannya setelah kejadian ini menjadi viral. Namun, seiring waktu, fokus kasus ini berubah, terutama setelah rumor bahwa Agus telah pulih dan dapat melihat kembali. Klaim tersebut menimbulkan pertanyaan tentang transparansi penggunaan dana. Kasus ini menjadi panas karena masyarakat mulai menuntut kejelasan.

Podcast Deny Sumargo menawarkan perspektif baru tentang bagaimana masyarakat mengambil bagian dalam aktivitas sosial di era internet. Deny berhasil menarik perhatian banyak orang untuk berpartisipasi melalui pendekatan yang personal dan menyentuh hatinya. Namun, cerita tentang kasus ini menjadi semakin kompleks seiring dengan popularitasnya. Informasi yang didistribusikan melalui media sosial seringkali sulit untuk diverifikasi, menyebabkan spekulasi dan bahkan berita hoaks.

Inisiatif Deny Sumargo menunjukkan bagaimana individu publik dapat berkontribusi pada perubahan sosial, terutama melalui platform seperti podcast. Namun, keberhasilan ini juga menunjukkan bahwa masyarakat modern menghadapi masalah dalam membedakan informasi yang benar dari arus media sosial. Ada perbedaan pendapat setelah cerita awal yang kuat tentang kesulitan Agus. Ini menunjukkan bagaimana dinamika media digital dapat mengganggu aksi sosial yang dimulai dengan baik.

Media sosial memainkan peran penting dalam menarik perhatian publik terhadap masalah ini. Karena cerita Agus tentang menjadi korban kekerasan menjadi viral, emosi kolektif dimobilisasi, yang menghasilkan solidaritas yang luar biasa. Namun demikian, media sosial menjadi tempat perselisihan, seperti halnya fenomena viral lainnya. Di satu sisi, media sosial mendorong dukungan dan membantu menyebarkan informasi. Sebaliknya, media ini sering menghasilkan kesimpulan yang terlalu dini, pendapat yang tidak masuk akal, dan bahkan hoaks yang memperumit keadaan.

Kerumunan digital yang awalnya mendukung Agus mulai berbalik arah ketika dugaan ketidaktransparanan dana donasi muncul. Beberapa anggota komunitas merasa dikhianati oleh cerita awal yang mereka anggap benar, sementara orang lain justru mempertanyakan kebenaran tuduhan terhadap Agus. Konflik cerita ini menunjukkan kekompleksan media sosial sebagai ruang publik kontemporer di mana kebenaran dan kebohongan bercampur menjadi satu.

Fenomena ini menunjukkan peran dua sisi media sosial dalam menciptakan solidaritas. Media sosial dapat membantu mendorong donasi dan menumbuhkan empati publik, tetapi juga dapat menjadi sumber informasi palsu. Karena perdebatan tentang transparansi dana donasi Agus semakin memanas, penting untuk memahami situasi ini dari perspektif psikologi sosial.

Jika kita melihat kasus Agus dari perspektif teori Le Bon, kerumunan digital yang terbentuk di media sosial berfungsi sebagai representasi jiwa massa modern. Ketika informasi pertama tentang Agus muncul, orang-orang secara kolektif menunjukkan simpati dan dukungan tanpa banyak mempertanyakan kebenaran informasi tersebut. Ketika emosi menguasai orang-orang ini, rasionalitas dan skeptisisme sering kali hilang. Orang-orang lebih mudah terpikat oleh cerita yang menyentuh hati daripada fakta yang jelas, menurut Le Bon.

Terbentuknya kerumunan ini dipercepat oleh media sosial. Berita tentang Agus tersebar luas di media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, menarik perhatian tokoh-tokoh publik yang juga mendukung aksi donasi. Domino efek meningkatkan solidaritas sosial, tetapi media sosial mengabaikan pentingnya verifikasi fakta. Orang lebih cenderung berbagi cerita berdasarkan perasaan mereka daripada memeriksa kebenaran cerita tersebut.

Namun, komunitas yang sama mulai kehilangan dukungan ketika berita baru tentang kegagalan pengelolaan dana donasi muncul. Media sosial, yang pada awalnya digunakan untuk mendukung Agus, sekarang berfungsi sebagai tempat penghakiman. Skeptisisme kolektif diperkuat oleh tuduhan bahwa Agus telah "memanipulasi" simpati publik atau bahwa donasi tidak digunakan dengan benar. Ini menunjukkan sisi buruk media sosial: mereka tidak hanya mendorong simpati tetapi juga dapat digunakan untuk menyebarkan kebencian.

Mengapa Masyarakat Terpecah Menjadi Dua Kubu: Pro Agus dan Kontra Agus.?

Dalam kasus Agus, masyarakat yang awalnya bersatu untuk bersimpati terhadap korban akhirnya terpecah menjadi dua kelompok: yang mendukung Agus dan yang menentangnya. Le Bon's Phenomenon of Crowding menjelaskan fenomena ini dan menjelaskan bagaimana kerumunan emosional terbentuk dan berkembang. Pada awalnya, Agus sebagai korban mendorong kerumunan digital di media sosial. Banyak orang tergerak untuk mendukungnya karena ceritanya yang menyentuh tentang penderitaan yang dia alami karena penyiraman air keras, termasuk dengan memberikan donasi.

Namun, masyarakat mulai mengalami disonansi kognitif ketika cerita baru tentang ketidaktransparanan penggunaan dana donasi atau dugaan manipulasi cerita muncul. Ini terjadi, menurut teori psikologi sosial, ketika keyakinan awal seseorang bertentangan dengan informasi baru yang mereka terima. Orang-orang yang mendukung Agus merasa terkejut dan kecewa, sementara orang-orang yang skeptis sejak awal merasa terlindungi. Hasilnya adalah terbentuknya dua kelompok besar di sekitar Agus: kelompok pro-Agus yang terus mendukungnya, dan kelompok kontra-Agus yang merasa simpati publik telah hilang

Teori Le Bon juga menyatakan bahwa emosi tertentu cenderung mempengaruhi kerumunan. Dalam kerumunan pro Agus, emosi seperti kasih sayang, empati, dan solidaritas mendominasi; di sisi lain, emosi seperti kekecewaan, kemarahan, dan ketidakpercayaan mendominasi. Kerumunan ini menciptakan dua cerita media sosial yang saling bertentangan, meningkatkan polarisasi di masyarakat.

Mengapa Agus "Menjual Kesedihan" di Ruang Publik?

Psikologi sosial dapat membantu memahami keputusan Agus untuk berbicara di ruang publik, seperti wawancara dan media sosial. Menurut teori Le Bon, orang dalam kelompok sering kali kehilangan sebagian identitas pribadinya dan mengubah perilaku mereka untuk sesuai dengan norma yang berlaku dalam kelompok tersebut. Dalam kasus Agus, media sosial menciptakan norma di mana kisah korban kekerasan dianggap pantas untuk mendapatkan simpati dan dukungan. Dengan kata lain, masyarakat mengharapkan Agus secara tidak langsung "menjual kesedihan" untuk tetap relevan dalam diskusi publik.

Namun, teori perbandingan sosial juga dapat menjelaskan tindakan ini. Jika seseorang tertekan, mereka cenderung mencari dukungan dan validasi dari orang lain dengan membandingkan keadaan mereka dengan norma sosial yang berlaku. Selain itu, sebagai korban, mereka mungkin merasa bahwa cara terbaik untuk mendapatkan dukungan finansial dan emosional adalah menceritakan penderitaan mereka di depan umum.

Selain itu, pengelolaan kesan, juga dikenal sebagai impression management, adalah teknik di mana orang secara sadar atau tidak sadar mengatur cara mereka berperilaku di depan umum untuk mencapai tujuan tertentu. Teknik ini dapat digunakan untuk menganalisis perilaku Agus. Agus mungkin ingin memastikan bahwa cerita tentang dirinya sebagai korban tetap kuat di benak publik dalam hal ini. Dengan mempertahankan simpati publik, ia berharap dapat terus menerima bantuan yang diperlukan untuk pemulihannya.

Ketegangan antara Norma Sosial dan Kebenaran

Norma sosial adalah aturan tidak tertulis yang mengarahkan perilaku individu dan kelompok dalam masyarakat. Ketika kasus Agus pertama kali muncul, norma sosial yang berlaku mengatakan bahwa orang yang menjadi korban kekerasan harus diterima dengan simpati, dukungan, dan bantuan tanpa banyak mempertanyakan kebenaran kisah mereka. Nilai empati, solidaritas, dan keadilan sosial adalah dasar dari standar ini.

Selain itu, sebagai korban kekerasan, mereka menjadi representasi penderitaan yang memerlukan perhatian publik. Norma ini mendorong masyarakat untuk membantu, baik dengan uang maupun dengan dukungan moral. Berita tentang penderitaan Agus di media sosial dan media massa memperkuat norma ini, membuat masyarakat merasa perlu mendukungnya sebagai bentuk kepedulian.

Tetapi Agus memiliki ekspektasi tinggi dari norma sosial ini. Masyarakat yang memberikan donasi dan dukungan mengharapkan Agus untuk menunjukkan integritas dan transparansi, sesuai dengan norma sosial. Mereka harus jujur dan tidak "memanfaatkan" simpati publik untuk keuntungan pribadi. Normal ini mulai bertabrakan dengan kenyataan ketika muncul keyakinan bahwa Agus mungkin tidak sepenuhnya jujur atau mungkin ada manipulasi dalam cerita penderitaan yang dia ceritakan.

Dalam psikologi sosial, fenomena ini dapat dijelaskan melalui cognitive dissonance (disonansi kognitif). Ketika informasi baru muncul, masyarakat yang awalnya mengira Agus hanyalah korban alami mulai merasa tidak nyaman. Mereka menghadapi konflik internal antara norma sosial (mendukung korban) dan bukti baru yang menunjukkan manipulasi. Untuk mengurangi ketidaknyamanan ini, beberapa anggota masyarakat memilih untuk bergabung dengan kelompok yang menentang Agus, sehingga mereka dapat menunjukkan ketidakpercayaan mereka terhadapnya.

Dalam kasus Agus, ketegangan antara norma sosial dan kebenaran berdampak pada hubungan masyarakat dengan masalah sosial dalam jangka panjang. Ketika korban seperti Agus tidak memenuhi standar moral publik, kepercayaan publik terhadap korban kekerasan dapat menurun. Di mana seseorang atau kelompok merasa dikhianati oleh seseorang atau sesuatu yang mereka anggap penting, ini disebut sebagai trauma penghianatan.

Dalam konteks ini, ketegangan antara norma sosial (mendukung korban) dan kebenaran (mempertanyakan integritas korban) menciptakan kerusakan yang lebih luas. Masyarakat yang merasa kecewa terhadap kasus Agus mungkin menjadi lebih skeptis terhadap kampanye donasi dan isu-isu sosial lainnya di masa depan.

Referensi

1. Yasmin Sahnaz A dan Ikhawnaul Ihsan A, Collective Cyberbullying Ditinjau dari Psikologi Sosial, Flourishing Journal, Vol.3 No.1 (2023) DOI : https://doi.org/10.17977/um070v3i12023p10-16 

2. Insan, Immanuel. 2020. Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Zahir Publishing.

3. Adi Atmoko dan M.Ramli, Kontribusi Intensitas Penggunaan Media Sosial, Moral Disengagement, dan Deindividuasi Terhadap Perilaku Cyberbullying pada Remaja, G-Couns : Jurnal Bimbingan dan Konseling, Vol.9 No,2 (2025) DOI : https://doi.org/10.31316/g-couns.v9i2.6708 

4. Nur Elfi Husda dkk, MENGATASI CYBERBULLYING DAN HOAX DENGAN LITERASI DIGITAL BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH, Jurnal Abdimas Bina Bangsa, Vol.6 No.1 (2024) DOI : https://doi.org/10.46306/jabb.v6i1.1490 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun