Barangkali mereka merasa diri sebagai keponakan tuhan, hingga membuatnya merasa harus selalu menampakkan diri melalui suara tangan itu. Sesesorang harus mulai berpikir, bahwa kemajuan yang tidak selalu diimbangi dengan kualitas manusianya bisa menciptakan pejabat-pejabat yang sangat anarki. Maksudnya adalah tengoklah kini, pejabat apa yang paling banyak jumlahnya di negeri ini. Anggota dewan ? Polisi ? tentara ? ?lurah ? gubernur ?.... bukan.Â
Menteri ? Presiden ? RT ? juga bukan. Pejabat yang paling banyak jumlahnya dinegeri ini adalah hakim. Jumlahnya sekira ratusan juta. Mereka tak berkualifikasi dan perannya adalah menghakimi orang lain melalui ketikan suara tangan mereka di alam maya secara anarki. Tanpa mereka kenal siapa yang mereka hakimi. Tanpa mereka peduli lara apa yang akan di tanggung oleh orang yang mereka hakimi.
Suara tangan terkadang sebenarnya laksana senja. Hanya untuk bisa dipandang, hanya untuk sanggup dilihat, bukan untuk dibawa pulang. Namun dalam sekian pribadi, suara tangan itu dianggap ibarat kertas yang dibelokkan kehakikatan maknanya.
 Memanglah benar jika kertas bisa dipakai buat menampung tulisan, untuk membungkus nasi, untuk dilipat menjadi semacam kupu-kupu buatan, tapi jangan juga kertas itu diambil untuk dimakan.Â
Adalah benar bila kertas itu di bisa ditelan, tapi it bukan tempatnya yang hakikat. Beginilah terkadang suara tangan itu ditempatkan. Ditaruh diatas tempat yang yang tidak semestinya.Â
Lalu apalagi ? Pasrah dengan keadaan ? menyerah ? memangnya ini tanggung jawab siapa ? entahlah. Rumit. Tapi mari kita meloncat kepada satu hal.
Selalu berat memang jika kedewasaan menjadi tema yang diangkat dalam sebuah diskusi atau pembicaraan. Kedewasaan adalah laku dalam proses yang rumit yang kepada pribadi satu dan lainnya akan mungkin berada dalam kurikulum yang berbeda pula.Â
Dalam sebuah perkumpulan, seorang yang terlibat bicara dan menyampaikan suaranya tak melulu menjadi sesuatu yang dibutuhkan. Terkadang seorang yang berdiam dan hanya memperhatikan saja lebih dibutuhkan untuk lancarnya sebuah perkumpulan. Diam terkadang bisa menjadi pilihan.Â
Apakah diam bisa menjadi bagian dalam kedewasaan dalam berlaku di alam maya ? entahlah. Bukan saya yang seharusnya menjawab. Tugas saya hanya mengingatkan seseorang
Hati-hati dengan jempolmu, sayang
Surabaya, 18 juli 2021
Suprayitno