Mohon tunggu...
Yuni Nurafiah
Yuni Nurafiah Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh Keluarga Ahli Pertama - Badan Keluarga Berencana Nasional

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anggotanya untuk tumbuh dan berkembang menjadi SDM unggul berkarakter

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibarat Sebuah Pohon, Keluarga Juga Bertumbuh dan Berkembang

22 Oktober 2021   11:36 Diperbarui: 29 Oktober 2021   11:32 1587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu pukul 07.00 di ruang kelas di balai diklat saya dan semua teman se kelas sudah siap dibangkunya masing-masing dengan seragam rapi hitam putih. Ibu Widyaiswara sudah hadir dimejanya, diklat akan segera dimulai dan tidak akan ada yang di izinkan lagi memasuki ruangan. Setelah dibuka dengan salam dan do'a, pada hari itu beliau menunjukkan kepada kami miniatur sebuah rumah.

"Silahkan bayangkan, ibu mengajak kalian masuk dan kita akan mulai berjalan-jalan memaknai  isi rumah serta kaitannya dengan perjalanan dan perjuangan sebuah keluarga" ungkapnya. Ibarat pohon, keluarga juga bertumbuh, berkembang, dan juga berbuah, bisa berbuah manis, bisa juga pahit. Biji dari buah yang ditanam di tanah, juga akan menumbuhkan pohon yang baru, begitu juga seterusnya.

Perjalanan panjang sebuah keluarga dimulai dari terasnya. Masa dimana sepasang calon suami istri saling berkenalan. Masa ini sangat menentukan mulus tidaknya perjalanan selanjutnya. Calon suami istri perlu berupaya saling mengenal latar belakang, karakter, kebiasaan, mengenal keluarga calon pasangan, mengetahui tujuan masing-masing dalam membangun sebuah keluarga, saling mengetahui sumber dan jumlah pendapatan, serta yang tak kalah penting adalah mengecek kondisi kesehatan. Meskipun pada akhirnya kita akan menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, tetapi setidaknya kita perlu mengupayakan yang terbaik.

Setelah melalui teras, sekarang kita tiba di depan pintu yang diibaratkan sebagai sebuah pernikahan. Pernikahan yang ideal yakni pada saat perempuan berusia 21 tahun, sementara laki-laki berusia 25 tahun sebagaimana program 21 25 Keren. Saat itulah perjalanan sebuah keluarga dimulai. Statusnya kini telah berubah, dulunya bujang sekarang menjadi suami dan dulunya gadis sekarang menjadi istri. Masing-masing memiliki peranan baru dalam kehidupan.

Sudah menjadi tradisi di Indonesia, sepertinya hampir kebanyakan orang ingin membuat pesta pernikahan yang mewah. Sayangnya tidak semua bisa melakukannya. Tak mengapa, karena urgensinya bukan terletak pada pestanya, namun bagaimana mereka menautkan hati, mengokohkan tujuan, dan mulai membangun cita-cita suci sebuah keluarga. Pada awal-awal setelah pernikahan, suami istri perlu menguatkan kembali visi misi mereka membangun sebuah keluarga, merencanakan berapa jumlah anak ideal dengan jarak kelahiran yang ideal, serta membagi tugas suami dan istri baik dalam pekerjaan rumah maupun tugas lainnya.

Mengenai jumlah anak dan jarak kelahiran anak yang ideal perlu diperhitungkan dengan baik. Seorang perempuan yang sehat disarankan untuk hamil pada usia 21-35 tahun. Jika di bawah usia 20 tahun ukuran jalan lahir masih belum cukup ukurannya untuk kepala bayi yang dilahirkan, sehingga berisiko tinggi kematian ibu dan bayi atau kelahiran bayi yang cacat. Sementara jika di atas 35 tahun, memiliki risiko tinggi keguguran, kematian ibu dan bayi, atau pun kelainan lainnya karena kondisi fisik dan mental perempuan yang mulai melemah seiring bertambanya usia.

Selanjutnya untuk jarak kelahiran yang ideal sebetulnya minimal berjarak 3 tahun. Setelah mengandung anak pertama selama 9 bulan dan selamat dilahirkan. Anak harus  diberikan ASI oleh ibunya selama 2 tahun agar pertumbuhan dan perkembangannya optimal. Jika pasangan berencana menambah anak di tahun ke 4 boleh saja, namun pasangan juga bisa mempertimbangkan bagaimana kesanggupan merawat bayi dan balita yang belum mandiri secara bersamaan. Maka pasangan juga bisa mempertimbangkan jarak sampai 5 tahun, sehingga anak pertama sudah mandiri saat ia memiliki adik baru. Kalau mencoba menghitung-hitung jika istri menikah di usia 25 tahun, memiliki anak pertama di usia 25 tahun, maka jumlah anak yang ideal untuk dilahirkan di usia produktif istri adalah 2-3 anak.

Terkait dengan pembagian peran suami istri, budaya patriaki turut mewarnai kehidupan keluarga di Indonesia, dimana seorang laki-laki lebih dominan dibanding perempuan. Keluarga jaman dahulu bahkan menganggap suami yang mengerjakan pekerjaan domestik dianggap sebagai bagian dari ISTI (Ikatan Suami Takut Istri) dan istrinya bisa dicap sebagai istri yang tidak berbakti. Namun di jaman sekarang kita harus memahami bahwa pembagian peran dalam sebuah keluarga sangatlah penting dan akan berpengaruh terhadap kualitas keluarga yang dibangun. Betul sekali posisi seorang suami adalah kepala keluarga, namun istri tidak berposisi sebagai pembantu yang memiliki tugas menyelesaikan semua pekerjaan domestik, melainkan istri adalah manajer dalam rumah tangga. Ia sebetulnya bisa berbagi peran dengan suami dan anak dalam menyelesaikan pekerjaan di rumah dengan kesepakatan yang dibangun. Dengan demikian, jika suatu hari sang istri sakit, tentunya pekerjaan rumah tidak akan terbengkalai karena suami dengan senang hati menggantikan tugas mulia ini tanpa takut dicap sebagai bagian dari ISTI

Setelah melalui pintu pernikahan, tentunya pasangan akan beranjak pada babak baru yang lebih menantang yakni menjadi orang tua. Keduanya pasti sangat berharap bisa melahirkan keturunan yang bisa menjadi penyejuk hati, tumbuh dan berkembang dengan sehat, dan memberikan kebermanfaatan yang luas kepada masyarakat. Bahkan di dalam agama Islam, anak merupakan investasi jangka panjang. Do'a yang dipanjatkan, ilmu yang disampaikan, serta kebaikan-kebaikan, yang dilakukan oleh anak-anaknya yang shalih-shalihah akan mengalirkan pahala kepada kedua orang tua yang telah mendidiknya bahkan setelah mereka wafat.

Lalu bagaimana jika sebaliknya? Anak yang dilahirkan itu gagal dirawat, gagal dididik. Ia tumbuh sakit-sakitan, atau sehat namun pembangkang? Tentu semua orang tua tidak menginginkannya. Oleh karena itu, perlu cukup ilmu untuk siap menjadi orang tua. Disinilah peran BKKBN perlu dilakukan dengan optimal dalam mewujudkan keluarga berkualitas. "Apakah kalian sudah tau layanan apa saja yang diberikan BKKBN untuk para orang tua?" tanya ibu kepada kami.

Saya menjawab "BKKBN menyediakan flatform skata.id berbasis web dan aplikasi untuk membantu masyarakat mengakses informasi berkaitan dengan keluarga. Selain itu, layanan Bina Keluarga Balita dan Bina Keluarga Remaja yang gratis dan terbuka untuk masyarakat juga siap membersamai para orang tua menjadi orang tua hebat."

Sebetulnya bahasan menjadi orang tua begitu panjang, bahkan 8 semester berkuliah pun rasanya masih banyak yang terlewatkan. Oleh karena itu, perjuangan menjadi orang tua harus diiringi dengan do'a. Walau bagaimana pun, orang tua hanyalah perantara, Tuhan lah pemilik yang sebenarnya. Orang tua tidak akan selamanya bisa membersamai anak, suatu saat dia akan pergi meninggalkan rumah entah untuk berkuliah, bekerja atau pun menikah, masa ini disebut dengan tahapan Launching Family dalam perkembangan sebuah keluarga. Selalu iringi dengan do'a, titipkan anak kepada-Nya agar selalu dibimbing, diberi petunjuk dan dijaga oleh-Nya dimana pun berada.

Mari kita mulai membayangkan bagaimana menjadi orang tua. Karena waktu kita hanya sedikit, kali ini Ibu hanya akan mengupas kulit terluar dari bawang. Di luar pertemuan ini kalian harus mengupas kulitnya hingga beberapa lapisan untuk mengatahui bekal menjadi orang tua yang sebenarnya.

Ibu akan membagi tiga masa pengasuhan, yakni 7 tahun pertama, 7 tahun kedua, dan 7 tahun ketiga. Beberapa kondisi yang akan dijelaskan merupakan hal-hal yang masih bersifat umum dari berbagai aspek tumbuh kembang anak dan pengasuhan. Namun setidaknya menjadi gambaran yang mudah diingat dan dipahami untuk tahap awal ini.

Masa 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun), perlakukan anak sebagaimana raja. Bukan artinya menuruti semua keinginan anak, melainkan orang tua perlu memberikan perhatian penuh dan tulus kepada anak. Di usia ini anak sangat membutuhkan bantuan orang lain, apalagi saat mereka masih bayi. Orang tua perlu detail merawat anak dengan benar dan penuh cinta mulai dari memandikan, membersihkan bagian-bagian tubuhnya, memenuhi kebutuhan nutrisinya, memberikan kasih sayang berupa pelukan, apresiasi, dan menstimulasi perkembangannya.

Selanjutnya masa 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun), perlakukan anak sebagaimana tawanan. Bukan berarti anak diperlakukan seperti tawanan perang, Anak usia ini masih memiliki emosi yang belum stabil dan kemampuan kognitif yang belum terlalu sempurna, sehingga harus didampingi dan diberikan aturan. Anak se usia ini harus sudah bisa mandiri mengerjakan tugas pribadinya dan bisa belajar membantu tugas orang tua dalam rangka proses pembelajaran. Seperti halnya tawanan, jika mereka dapat melakukan tugas dengan baik, mendapatkan apresiasi dan hadiah dari majikannya maka mereka akan senang. Sementara jika mereka melakukan kesalahan, maka sang majikan boleh memberikan peringatan/hukuman sesuai kesepakatan sebelumnya. Dalam hal ini orangtua harus tetap memberikan hak anak, peneladanan dan pembiasaaan yang baik.

Terakhir, masa 7 tahun Ketiga  (14 tahun ke atas), perlakukan anak sebagai Menteri & Sahabat. Anak usia 14 tahun ke atas sudah memiliki akal yang sempurna, mereka sudah mampu berfikir abstrak sebagaimana orang dewasa.  Sebaiknya mereka tidak kita anggap sebagai anak kecil yang bisa di suruh dan dimarahi, namun jadikan mereka sahabat, ajak mereka berdiskusi beberapa urusan keluarga, menanyakan bagaimana kabarnya di sekolah, kabar teman-temanya, dan hal lainnya yang mereka sukai.

Sebagai orang dewasa yang akan menghadapi tugas sebagai orang tua di masa depan, maka orang tua harus mempersiapkan mereka dengan memberikan mereka tanggungjawab terhadap sesuatu hal. Seperti tugas menteri membantu tugas presiden. Misalnya anak laki-laki dipercaya untuk membantu tugas ayah sebagai kepala keluarga, sementara anak perempuan dipercaya membantu tugas ibu sebagai manajer rumah tangga. Dengan demikian anak akan memiliki bekal untuk membangun keluarganya kelak.

Setelah anak-anaknya tumbuh besar, kemudian satu per-satu anaknya menikah dan disitulah perjalanan keluarga kembali dimulai oleh pasangan baru. Sampai semua anaknya menikah, jika kedua orang tuanya masih hidup, maka masa ini dinamakan masa empty nest atau sarang yang kosong, kembali hanya berdua seperti awal mula membangun keluarga. Mereka berdua akan menjalani masa lansia, saalah satu dari mereka mungkin wafat terlebih dahulu dan keduanya tiada. Disitulah do'a anak yang shalih shalihah akan terus membersamai keduanya.

Meski mereka sudah tiada, generasi mereka tetap ada. Mari membangun keluarga yang berkualitas, agar kelak generasi yang kita lahirkan bisa berbobot, bermutu, dan bermanfaat untuk kemajuan bangsa, negara, agama dan yang paling utama untuk para orang tuanya di dunia dan di akhirat.

Pertemuan hari itu pun selesai, Ibu Widyaiswara menutup dengan do'a, senyum dan juga salam.

Selamat, Anda sudah selesai memaknai bab ini. Bukan sebuah kebetulan, anda akan membaca beberapa lembar tulisan di bab ini, semoga ada hikmah  yang bisa kita petik bersama setelah membacanya.

Salam BKKBN, Berencana Itu Keren.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun