Mohon tunggu...
yuni martia lestari
yuni martia lestari Mohon Tunggu... -

nama saya yuni martia lestari hobi saya menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Sutra Itu Hatimu

22 Desember 2013   07:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:38 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

309

Yuni Martia Lestari

Namaku, cintami tamara. Sebuah nama yang begitu anggun menurutku. Ya.. itulah namaku yang diberikan ayah hanya untukku seorang hehehe… aku ingin bertanya sesuatu pada kalian, Apa sih yang ada dibenak kalian ketika mendengar kata sutra? Hm.. kalau yang ada dibenakku sih, sutra itu identik dengan kelembutan. Ya, mungkin saja sebagian orang pun berpikiran yang sama denganku tentang sutra. Sutra memang sangat terkenal dengan kelembutannya. Hampir setiap orang sangat menyukai pakaian yang terbuat dari kain sutra itu sendiri. Kalian pasti heran, kenapa sih aku mendeskripsikan sutra? Makanya, bacanya dilanjut yah, jangan setengah-setengah. yuk, cek this out !!!

Matahari senja, seakan sedang tersenyum kepadaku, dengan memancarkan sinarnya yang tak pernah habis dimakan usia. Sore ini, aku memang baru tiba dirumah setelah melaksanakan aktivitas rutin pelajar, yaitu sekolah. Ya, memang sekolahku ini bisa dikatakan sekolah militer loh.. kenapa ko bisa militer yah? Ya… itu dia yang tidak aku mengerti. Itu hanya sebutan dari anak-anak sekolah yang bosan bersekolah mungkin. Hm, entahlah.. aku tidak pernah memikirkan hal yang menurutku kurang penting. Contohnya, yaaa.. yang seperti itu tadi lah..

Setelah aku sampai dikamarku, aku langsung mengganti pakaian sekolahku dengan pakaian yang hanya sekedar kaus oblong dan celana yang…. Ah, sudahlah. Kemudian aku langsung bergegas mencari smartphone ku yang memang sedang tergeletak dingin. Ya… seperti itulah diriku. Aku tidak akan pernah lupa dengan handphone. Maklum lah, anak muda hehehehe… aku menggunakannya untuk sekedar bermain facebook atau twitter saja. Aku memang jarang berkomunikasi lewat sms. Setelah aku merasa bosan dan mataku yang minus 1,25 itu sudah mulai lelah manteng didepan layar handphone, akhirnya aku memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur untuk menghampiri ibuku yang sedang berada diberanda rumah..

“bu, lagi ngapain sih?” tanyaku yang mulai menghangatkan suasana yang sedari tadi dingin

“ibu sedang mikirkan, bagaimana nasibmu, kakamu, dan adikmu nanti jika ibu dan ayah sudah tiada?”jawab ibu dengan nada suara yang cukup rendah itu

“bu…” ucapku sambil mengambil alih untuk duduk dikursi sebelah ibu

“aku harap, aku bisa membahagiakan ibu dan ayah sebelum kalian meninggalkan dunia terlebih dahulu”lanjutku dengan suara yang cukup bergetar

“ya, ibu juga sangat ingin sekali melihat kamu, kakamu, dan adikmu sukses terlebih dahulu” jawab ibuku

Aku hanya bisa terdiam dan mulai meneteskan butiran air asin dari kelopak mataku yang berkacamata itu.. dalam hati kecilku aku berjanji, bahwa jika kau sukses nanti, aku tidak akan melupakan kedua orangtua ku yang telah merawatku dari buaian hingga sampai sekarang ini yang penuh dengan cinta dan kasih sayang, yang tak akan pernah terbalaskan sampai kapanpun.

“cinta..!!ibu mau nyuci dulu yah ke kali” kata ibuku yang sedang bersiap-siap untuk pergi mencuci ke kali atau sungai kecil yang ada ditempat tinggal ku ini

“eh bu, itu kan pakaian cinta. Biar cinta aja yah yang nyucinya?” kataku kepada ibuku yang hendak mengambil bak besar berisi baju kotor milikku

“sudahlah, biar ibu saja yang mencuci” jawab ibuku

“tapi kan bu, itu banyak banget. Nanti ibu kecapean lagi” jawabku

“ibu sudah biasa tiap hari cape cin.. sudahlah, kamu belajar aja yang bener. Soal baju kamu, biar ibu aja yang ngurus. Ibu ga mau prestasi kamu menurun Cuma karna kamu sakit akibat kecapean” jawab ibuku sambil memegang pundakku

“baik bu” kali ini aku mengalah dan sudah tidak kuasa menolak keinginannya itu. Ibu pun langsung melangkahkan kakinya menuju sungai.

Dalam hati aku berkata “sungguh, hatimu seperti sutra ibu. Hatimu lembut, mulia, dan tanpa noda setitik punkau selalu saja membiarkan keadaanmu lelah demi melihat aku bahagia” tanpa terasa, air mata pun tak bisa kubendung lagi dari kelopak mataku. Dan akhirnya aku memutuskan untuk bersantai didepan TV sambil menonton acara yang mungkin itu kesukaanku. Jariku pun mulai bergerak untuk menghapus air mata dipipiku dan kaki ini juga mulai bergerak menuju keruang dimana TV berada. Aku pun mulai menyalakan TV dan segera duduk di shofa panjang.

Ketika aku sedang asyik menyaksikan acara TV, aku melihat ibuku yang sudah datang dari sungai itu, terlihat membawa tubuhnya yang begitu lemas. Hatiku bertanya-tanya, mana bak besar yang tadi ibu bawa? Saat itu ibuku memang pulang dengan keadaan tangan kosong. Aku terus memperhatikan ibuku sampai ibuku itu benar-benar terlihat sangat lemas dan seperti orang yang hendak pingsan. Setelah lama aku memperhatikan ibuku, dan ternyata dugaanku benar. Ibuku mulai tergeletak diatas bumi.

“ibuuuuu…….!!!!” Aku berteriak kuat sehingga kakaku pun kaget dan segera menghampiriku

“masya allah, ibu !!!” seru kakaku ketika melihat ibu sudah tergeletak lemas. Aku dan kakaku pun segera menggotong ibu ke tempat tidurnya. Kakaku menjaga ibu, sementara aku hendak mengambil cucian yang ibu tinggalkan di sungai.

Setelah aku mengambil cucian yang ibu tinggal itu, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke kamar ibu untuk merawatnya. Aku tak bisa menahan air mataku. Aku tidak tega dan aku merasa bersalah kepada ibu. Karena cucian yang ibu cuci itu, sebagian besarnya adalah pakaianku sendiri yang seharusnya akulah yang mencucinya sendiri.

“cin, makanya jadi orang tuh yang rajin. Jangan sampe ada tuh yang namanya baju kotor numpuk di bak besar!” seru kakakku dengan nada ketus

“yaelah ka, tadi juga aku udah larang ibu buat nyuciin baju aku” jawabku

“jadi orang tuh harus punya inisiatif sendiri dong, jangan nunggu sampe orang tua yang nyuciin!!” jawab kakakku lagi, seraya pergi meninggal aku dan ibuku dikamar.

“bu, apanya yang sakit?” tanyaku kepada ibu

“ini nak,” jawab ibuku sambil jarinya menunjukkan ke bagian perut sebelah kanannya yang memang daerah situlah terdapat rasa sakitnya

“tunggu ya bu, cinta mau ngambil obatnya dulu” jawabku sambil berdiri dan melangkah mendekati tempat obat. Setelah ku ambil obat itu, lalu aku berikan kepada ibuku dan setelah itu aku kembali keruang TV. Sambil melangkah, aku berfikir. Ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh kakakku itu. Aku harusnya bisa merawat diriku sendiri. Dan… aku takut jika ibuku nanti membenciku. Hmmm… sudahlah, hal ini sudah terjadi lebih baik aku tidak terlalu memikirkannya.

Ketika sedang asyik menonton acara kesukaanku dan aku hampir melupakan kejadian tadi, tiba-tiba ibu datang menghampiriku

“ibu, maafkan aku” kataku sambil menunduk

“ini bukan salahmu nak, jadi kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu” jawab ibu sambil melengkungkan imajinasi dibibirnya

“ibu, aku tidak tau harus berkata apa dan harus seperti apa membalas semua kebaikanmu itu, sungguh. Kau wanita yang mulia ibu. Harusnya kau membenciku karena aku selalu menjadi beban dalam hidupmu ibu” ucapku sambil meneteskan air mata yang sudah tak tertahan lagi.

“shuut..!!! cinta, ko kamu bicara seperti itu nak? Ibu sama sekali tidak membencimu. dan ibu juga tidak merasa terbebani dengan adanya kamu” jawab ibu dengan suara lemas

“maafkan aku ibu..” jawabku sambil meneteskan air mata

“iya nak, ibu selalu memaafkan setiap kesalahan yang telah kau perbuat kepada ibu” ucap ibuku sambil melengkungkan imajinasi dibibirnya.

“bu, cinta tinggal dulu yah? Ada tugas sekolah yang harus cinta kerjakan sekarang” jawabku seraya pergi menuju ke kamar dan meninggalkan ibu diruang TV

Sesampainya dikamar, aku langsung mengambil buku tugas yang akan aku kerjakan sekarang. Aku membuka-buka buku itu lembar demi lembar. Dan pada akhirnya, rasa malas pun menyerangku dan aku mengurungkan niatku untuk mengerjakan tugas itu. Akhirnya, ku kembalikan buku itu ketempat semula. Tak sengaja, mataku melirik ke tempat buku diaryku berada dan aku pun mengambilnya dan mulai membuat garis-garis diatas kertas diary.

Dear Diary

Hari ini aku kecewa pada diriku sendiri karena ulah si malas yang selalu bersemayam dalam tubuhku. Aku kecewa. Aku ingin membunuh si malas itu. Karena gara-gara malas, hidupku terasa hampa tanpa liku-liku pekerjaan seperti ibuku. Diary, aku ingin membahagiakan orang tua dengan caraku, meringankan beban hidup mereka, orang tuaku. Aku ingin menjadi anak yang selalu berbakti pada kedua orang tuaku. Ya allah, bantu aku untuk merubah diriku menjadi yang lebih baik lagi. Izinkan aku membersihkan diriku dari semua noda kesalahan yang telah kuperbuat kepada ibuku. Dan berikanlah aku hati yang sutra seperti ibu. Aamiin…….

Setelah kutuliskan semua unek-unek yang ada dibenakku, aku mulai berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku akan membunuh si malas itu. Dan aku akan merubah diriku menjadi lebih baik lagi. Karena, tuhan tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu merubah dirinya sendiri.

NB: untuk melihat tulisan peserta lain bisa dilihat di
http://www.kompasiana.com/androgini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun