Masyarakat Jawa bahkan luar Jawa pasti sudah tidak asing lagi dengan Malioboro, Jantung dari kota Yogyakarta. Tak heran banyak wisatawan yang berkunjung untuk sekedar foto, berjalan-jalan bahkan untuk berbelanja. Karena malioboro memang terkenal dengan surga belanja cendera mata dan kerajinan atau pusat oleh-oleh khas dari kota Yogyakarta.
Budi Sumaryo, pria paruh baya yang ber umur lebih dari 80 tahun salah satu pedagang kerajinan yang masih eksis diantara pedang pengerajin lainnya. Beliau sudah berjualan sejak tahun 1989, bahkan bisnisnya ini merupakan turunan dari sang ibu yang sudah berjualan sejak tahun 1960. Berjualan dari pagi hingga malam hari toko klontong pak budi bisa di jumpai di jalan Malioboro samping toko Margaria Batik.
Berawal dari pengerajin kulit biasa, namun sekarang beliau memberanikan diri untuk berjualan sendiri, sembari meneruskan usaha dari sang ibu. Wayang, jarik, blangkon, kuningan-kuningan dan masih banyak lainnya merupakan kerajinan yang diperjual belikan oleh pak Budi. Beliau menjual wayang kulit dengan harga termahalnya yaitu kisaran Rp. 250.000.
Pembeli biasanya datang dari luar Jawa, dan banyak turis wisatawan asing.
Menelisik lebih jauh wayang kulit, blankon, dan jarik merupakan warisan budaya adat Jawa. Beberapa wayang yang dijual oleh pak Budi seperti pewayangan dari Mahabaratha, Pandawa lima. Wayang kulit berbeda dengan wayang golek. Seperti namanya wayang kulit terbuat dari kulit binatang sapi yang sudah dikeringkan atau dari kulit sintetis. Perbuah wayang biasanya akan membutuhkan sekitar 50 X 30 cm, yang kemudian akan dipahat dengan baja runcing yang memiliki kualitas baik. Itulah mengapa salah satu alasan wayang kulit tergolong mahal. Wayang kulit Biasanya digunakan untuk pementasan atau bisa juga pajangan bagi para kolektor seni.
Wayang kulit yang dijual pak Budi merupakan jenis wayang gagrag. Jenis wayang ini berasal dari Yogyakarta ataupun Surakarta. Namun ada pula jenis wayang Bali.
 Blankon yang dijualnya pun memiliki berbagai motif dan artinya tersendiri.
Blankon merupakan ikat kepala pria dalam tradisi Jawa. Dibuat dari kain polos atau bermotif batil, dilipat, dijahit, dililit hingga menjadi semacam topi. Barang-barang seperti ini memiliki nilai filosofi tersendiri berupa pengharapan dalam nilai-nilai kehidupan.
Saat para pedang lain beralih berjualan baju, batik, makanan namun pak Budi tetap pada pendiriannya untuk berjualan wayang. Baginya ini sangat unik dan berbeda dari yang lainnya. "ya kan ini beda dari yang lain dan gak ada saingannya udah gitu aja soalnya kalo jual kaos, batik itu disini sudah banyak sekali, kalo yang saya jual gini kan jarang-jarang" tuturnya. Â Selain itu, ini merupakan salah satu cara untuk mengenalkan kebudayaan khas Jawa kepada Masyarakat luar, dan untuk tetap melestarikan kebudayaan yang sudah turun temurun. Karena beberapa keunikannya itu pak Budi memiliki pelanggannya tersendiri.
" dulu saya penjaga toko wayang, saya juga pengerajin kulit jadi ya memang sudah cinta dengan yang saya jual ini" ungkap pak Budi.
"saya harus berfikir giamana caranya supaya saya dan keluarga tetap bisa makan saat tidak ada pemasukan sama sekali, jadi ya jalan satu-satunya pake uang tabungan" pungkas pak Budi. Pandemi benar-benar membuatnya kalang kabut. Tidak ada jalan lain, tetap ingin mencari nafkah namun keadan tidak mendukung. Pak budi betul-betul merasakan efek dari hantaman pandemi itu.
Saat mengetahui pemerintah mengadakan program bantuan sosial bagi para UMKM, muncul sedikit harapan dibenak pak Budi. Namun sekejap harapan itu hilang karena dirinya tak sempat mendaftar, dikarenakan menurutnya persyaratan yang harus dipenuhi sangat sulit baginya mengingat umurnya yang sudah lanjut usia.
Kementrian Koprasi dan UMKM RI saat itu membuat bantuan sosial bagi para pengusaha Mikro kecil menengah agar tetap bisa menjalankan usahanya ditengah krisi Pandemi Covid-19. Program ini dibuka tidak secara online dimaksudkan agar masyarakat tidak tertipu dengan maraknya penipuan yang mengatas namakan bantuan sosial dari pemerintah. Bantuan ini akan diterima para pengusaha UMKM sebesar Rp. 2,4 juta.
Penerima Program bantuan biasanya akan menerima informasi melalui SMS atau pesan singkat dari bank penyalur, kemudian penerima harus melakukan verifikasi data ke bank penyalur yang sudah ditentukan agar dapat cepat dicairkan.
Karena keterbatasan informasi dan faktor usia pak Budi tidak bisa mendaftarkan dirinya sebagai peserta Bansos. Tak menyurutkan semangatnya, beliau tetap melanjutkan usahanya ini ditengah-tengah pandemi.
Satu tahun pandemi berlangsung Pak Budi dan para pedangan di Malioboro akhirnya mulai memberanikan diri untuk kembali berjualan. Karena mau tidak mau mereka harus tetap mencari pemasukan untuk melanjutkan hidup mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H