Mohon tunggu...
Yunike EkaLestari
Yunike EkaLestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA || 20107030036

Mengalir namun tidak hanyut

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budi Sumaryo, Pedagang Tua Cendera Mata di Malioboro yang Masih Eksis

30 Juni 2021   14:28 Diperbarui: 30 Juni 2021   14:52 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat Jawa bahkan luar Jawa pasti sudah tidak asing lagi dengan Malioboro, Jantung dari kota Yogyakarta. Tak heran banyak wisatawan yang berkunjung untuk sekedar foto, berjalan-jalan bahkan untuk berbelanja. Karena malioboro memang terkenal dengan surga belanja cendera mata dan kerajinan atau pusat oleh-oleh khas dari kota Yogyakarta.

Budi Sumaryo, pria paruh baya yang ber umur lebih dari 80 tahun salah satu pedagang kerajinan yang masih eksis diantara pedang pengerajin lainnya. Beliau sudah berjualan sejak tahun 1989, bahkan bisnisnya ini merupakan turunan dari sang ibu yang sudah berjualan sejak tahun 1960. Berjualan dari pagi hingga malam hari toko klontong pak budi bisa di jumpai di jalan Malioboro samping toko Margaria Batik.

Berawal dari pengerajin kulit biasa, namun sekarang beliau memberanikan diri untuk berjualan sendiri, sembari meneruskan usaha dari sang ibu. Wayang, jarik, blangkon, kuningan-kuningan dan masih banyak lainnya merupakan kerajinan yang diperjual belikan oleh pak Budi. Beliau menjual wayang kulit dengan harga termahalnya yaitu kisaran Rp. 250.000.

dokpri
dokpri
Berjualan ditengah pandemi, dan maraknya pengerajin tak menyurutkan semangat pak Budi. Berdiri diantara toko-toko besar yang berjejer disampingnya, hanya beralaskan gerobak kecil, dan terpal namun toko klontong ini masih berdiri dan ramai dikunjungi para wisatawan dan pembeli. Baginya rejeki sudah di atur Tuhan, jadi tidak perlu merasa khawatir tentang hal-hal itu.

Pembeli biasanya datang dari luar Jawa, dan banyak turis wisatawan asing.

Menelisik lebih jauh wayang kulit, blankon, dan jarik merupakan warisan budaya adat Jawa. Beberapa wayang yang dijual oleh pak Budi seperti pewayangan dari Mahabaratha, Pandawa lima. Wayang kulit berbeda dengan wayang golek. Seperti namanya wayang kulit terbuat dari kulit binatang sapi yang sudah dikeringkan atau dari kulit sintetis. Perbuah wayang biasanya akan membutuhkan sekitar 50 X 30 cm, yang kemudian akan dipahat dengan baja runcing yang memiliki kualitas baik. Itulah mengapa salah satu alasan wayang kulit tergolong mahal. Wayang kulit Biasanya digunakan untuk pementasan atau bisa juga pajangan bagi para kolektor seni.

Wayang kulit yang dijual pak Budi merupakan jenis wayang gagrag. Jenis wayang ini berasal dari Yogyakarta ataupun Surakarta. Namun ada pula jenis wayang Bali.

 Blankon yang dijualnya pun memiliki berbagai motif dan artinya tersendiri.

Blankon merupakan ikat kepala pria dalam tradisi Jawa. Dibuat dari kain polos atau bermotif batil, dilipat, dijahit, dililit hingga menjadi semacam topi. Barang-barang seperti ini memiliki nilai filosofi tersendiri berupa pengharapan dalam nilai-nilai kehidupan.

Saat para pedang lain beralih berjualan baju, batik, makanan namun pak Budi tetap pada pendiriannya untuk berjualan wayang. Baginya ini sangat unik dan berbeda dari yang lainnya. "ya kan ini beda dari yang lain dan gak ada saingannya udah gitu aja soalnya kalo jual kaos, batik itu disini sudah banyak sekali, kalo yang saya jual gini kan jarang-jarang" tuturnya.  Selain itu, ini merupakan salah satu cara untuk mengenalkan kebudayaan khas Jawa kepada Masyarakat luar, dan untuk tetap melestarikan kebudayaan yang sudah turun temurun. Karena beberapa keunikannya itu pak Budi memiliki pelanggannya tersendiri.

" dulu saya penjaga toko wayang, saya juga pengerajin kulit jadi ya memang sudah cinta dengan yang saya jual ini" ungkap pak Budi.

whatsapp-image-2021-06-30-at-00-13-18-60dc1bc706310e199e729432.jpeg
whatsapp-image-2021-06-30-at-00-13-18-60dc1bc706310e199e729432.jpeg
Toko klontong yang sudah berdiri sejak 61 tahun ini tetap eksis. namun Sempat merasakan imbas dari adanya virus Corona-19 yang pada saat itu penyebarannya sangat tinggi di kota Yogyakarta. Jumblah wisatawan yang menurun drastis mengakibatkan pak Budi dan para pedangan lainnya harus menutup dagangannya untuk sementara waktu sembari memantau keadaan pada saat itu. Pak budi menjelaskan pemasukannya turun drastis, bahkan tergolong sepi pembeli ditambah saat itu ada dua pedang yang terkonfirmasi positif virus Corona yang membuatnya harus menutup toko.

"saya harus berfikir giamana caranya supaya saya dan keluarga tetap bisa makan saat tidak ada pemasukan sama sekali, jadi ya jalan satu-satunya pake uang tabungan" pungkas pak Budi. Pandemi benar-benar membuatnya kalang kabut. Tidak ada jalan lain, tetap ingin mencari nafkah namun keadan tidak mendukung. Pak budi betul-betul merasakan efek dari hantaman pandemi itu.

Saat mengetahui pemerintah mengadakan program bantuan sosial bagi para UMKM, muncul sedikit harapan dibenak pak Budi. Namun sekejap harapan itu hilang karena dirinya tak sempat mendaftar, dikarenakan menurutnya persyaratan yang harus dipenuhi sangat sulit baginya mengingat umurnya yang sudah lanjut usia.

Kementrian Koprasi dan UMKM RI saat itu membuat bantuan sosial bagi para pengusaha Mikro kecil menengah agar tetap bisa menjalankan usahanya ditengah krisi Pandemi Covid-19. Program ini dibuka tidak secara online dimaksudkan agar masyarakat tidak tertipu dengan maraknya penipuan yang mengatas namakan bantuan sosial dari pemerintah. Bantuan ini akan diterima para pengusaha UMKM sebesar Rp. 2,4 juta.

Penerima Program bantuan biasanya akan menerima informasi melalui SMS atau pesan singkat dari bank penyalur, kemudian penerima harus melakukan verifikasi data ke bank penyalur yang sudah ditentukan agar dapat cepat dicairkan.

Karena keterbatasan informasi dan faktor usia pak Budi tidak bisa mendaftarkan dirinya sebagai peserta Bansos. Tak menyurutkan semangatnya, beliau tetap melanjutkan usahanya ini ditengah-tengah pandemi.

Satu tahun pandemi berlangsung Pak Budi dan para pedangan di Malioboro akhirnya mulai memberanikan diri untuk kembali berjualan. Karena mau tidak mau mereka harus tetap mencari pemasukan untuk melanjutkan hidup mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun