Mohon tunggu...
Yuni Hartri N
Yuni Hartri N Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Erotomania: Ketika Cinta Menjadi Delusi

4 Juni 2024   21:00 Diperbarui: 4 Juni 2024   22:24 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Erotomania: Ketika Cinta Menjadi Delusi

Bahaya Media Sosial Bagi Penderita Erotomania

Dibalik gemparnya media sosial, terselip beberapa cerita tentang erotomania yang merupakan sebuah gangguan kejiwaan yang ditandai dengan keyakinan delusional bahwa orang lain, khususnya yang status sosialnya tinggi itu sangat mencintai dirinya meski tidak ada bukti atau perasaan yang berbalas. Atau dengan kata lain, erotomania adalah sebuah gangguan delusi yang membuat seseorang yakin bahwa mereka dicintai oleh orang lain, padahal pada kenyataannya mereka tidak dicintai. 

Erotomania bagaikan cinta yang terjebak dalam labirin delusi, mengaburkan realitas, hingga menjerumuskan orang yang mengalaminya ke dalam obsesi yang berbahaya. Kasus erotomania baru-baru ini viral di media sosial, sehingga membuka mata publik terhadap realitas kelam di balik obsesi cinta yang tak berdasar. "Sulit untuk memperkirakan seberapa sering hal ini terjadi, namun penelitian menunjukkan bahwa gangguan delusi, secara umum dapat menyerang sekitar 15 dari setiap 100.000 orang per tahun, dan wanita tiga kali lebih mungkin terdiagnosis dibandingkan pria," kata psikoterapis Gary Tucker, seperti dilansir dari Very Well Mind.

Penyebab Erotomania

Penyebab imajinasi atau khayalan pada penderita erotomania belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, gangguan ini diduga disebabkan oleh banyak faktor, seperti genetik, psikologis, gaya hidup, atau lingkungan. Adanya media sosial dapat memperburuk erotomania. Hal ini karena media tersebut memudahkan penderita mengakses informasi sehingga memungkinkannya melihat aktivitas orang yang menyukainya tanpa bertemu secara langsung. Media sosial juga memungkinkan orang untuk terhubung dengan orang-orang yang tidak dikenal, menjadi tempat untuk mengamati, menghubungi, menguntit, bahkan juga melecehkan. 

Nyaris tak ada privasi di media sosial sehingga aktivitas tersebut mudah dilakukan. Erotomania bisa terjadi sebagai penyakit tunggal. Namun, gangguan mental ini mungkin juga merupakan gejala dari kondisi atau penyakit yang mempengaruhi cara berpikir seseorang. Kondisi atau penyakit tersebut seperti gangguan bipolar, depresi, skizofrenia, borderline personality disorder (BPD), tumor otak, kecanduan alkohol, demensia, dan lain-lain.

Gejala Erotomania

Gejala erotomania paling jelas adalah keyakinan bahwa seseorang memiliki perasaan yang kuat terhadap dirinya. Mungkin ini bisa menaikkan mood dan kepercayaan diri di awal. Namun, ketika orang lain bilang bahwa itu tidak benar, maka bisa membuat penderita erotomania itu marah. Penderita erotomania juga akan terobsesi untuk bertemu atau melakukan komunikasi dengan orang tersebut agar bisa terus bersama. Gejala umum lain yang terjadi yaitu merasa cemburu dengan lingkungan sekitar, kerabat, keluarga, hingga pasangan yang berada di dekat orang tersebut. Merasa orang tersebut membuat komunikasi melalui tatapan mata hingga gerakan tubuh. Mereka juga merasa kecewa saat orang terdekat menyadari bahwa perasaan yang penderitanya rasakan salah dan keliru. 

Erotomania merupakan gangguan mental yang serius dan membutuhkan penanganan profesional. Pengobatan biasanya melibatkan kombinasi terapi dan obat-obatan. Dukungan keluarga dan teman juga sangat penting untuk membantu penderita erotomania untuk kembali ke realitas dan membangun hubungan yang sehat.

Kasus erotomania ini menjadi pengingat bahwa di balik layar media sosial, ada realitas yang perlu kita pahami. Erotomania bukan sekedar cerita fiksi, tetapi merupakan sebuah gangguan mental yang dapat berakibat fatal. Kita perlu meningkatkan kesadaran publik tentang erotomania dan mendorong mereka penderita erotomania untuk tidak mendiamkan hal ini melainkan segera mencari bantuan profesional. Mari kita bersama-sama memerangi stigma terhadap kesehatan mental dan membantu mereka yang terperangkap dalam labirin erotomania untuk menemukan jalan kembali ke realitas. Dan mari kita jaga kesehatan mental dan ciptakan ruang yang aman bagi semua orang untuk merasakan cinta yang nyata dan

 sehat.

Referensi: https://www.cnnindonesia.com/tag/psikologi

Oleh: Yuni Hartri Ningtiyas 

Universitas Airlangga 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun